Natasha melirik pelan pada Jasper yang terlihat santai duduk di sebelahnya sambil membaca salah satu buku koleksi Natasha. Jantung gadis itu berdebar kencang takut-takut kalau Jasper akan melakukan sesuatu padanya apalagi saat ini mereka berdua sedang berada di dalam kamar setelah Natasha memohon pada Jasper untuk bisa melanjutkan pekerjaannya, bersyukur pria itu setuju namun ada konsekuensi yang harus diterima Natasha yaitu Jasper yang duduk di sebelahnya dengan tali yang mengikat pinggannya dan tersambung juga dengan salah satu tangan Jasper sehingga sekarang mereka saling menempel.
“Cepat kerjakan pekerjaanmu jangan melirikku terus.”
Natasha tersentak kaget tapi buru-buru merubah mimik wajahnya menjadi sok santai.
“Aku punya mata, ya aku gunakan untuk melihat.”
Jasper menutup buku yang dia baca dan sepenuhnya menoleh pada Natasha. Sedangkan gadis itu tahu tatapan tajam Jasper mengarah padanya membuat dirinya semakin menciut, tapi namanya juga anak dari Calsine
“Kau mau tanya apa?”
Natasha mengerutkan dahinya sambil menatap Jasper dengan penuh tanda tanya.
“Kau mau tahu kenapa aku membunuh tunanganku?”
Natasha tidak menjawab tapi mafia tampan itu tahu bahwa yang dia katakan itu benar adanya—gadis itu ingin tahu lebih dalam lagi.
“Jangan katakan kau hanya ingin, jawab yang sebenarnya.”
“Kau memerintahku?”
‘Damn … mati kau Natasha.’
“Tidak … aku tidak memerintahmu. Kau bertanya begitu berarti secara tidak langsung akan menjawab dengan jujur kenapa kau membunuh tunanganmu,” jawab gadis itu dengan wajah sok berani tapi dalam hati jantungnya sudah akan lompat keluar.
“Kenapa kau membunuhnya? Dia berselingkuh atau apa?”
Jasper berdecak sebal dengan kecerewetan Natasha. Mafia tampan itu benar-benar tidak habis pikir dengan gadis yang saat ini dia sandera, apa tidak ada rasa takut sama sekali? Tapi jika dilihat sebenarnya Natasha itu takut hanya sok berani.
“Tidak, dia wanita yang sangat setia,” jawab Jasper singkat.
Natasha melihat Jasper dengan tatapan takut tapi juga ada rasa jengah yang tiba-tiba merayap di dalam hatinya. Gadis itu menggigit bibir dalamnya menahan sumpah serapah dan sebutan-sebutan kebun binatang yang sudah di ujung mulutnya, tapi yang pasti gadis itu tidak seberani itu menumpahkan kekesalannya karena bisa-bisa sebelum mulutnya tertutup kepalanya dulu yang lubang.
“Lalu kenapa kau membunuhnya?”
“Aku hanya ingin dia bebas dariku,” jawab pria itu singkat namun membuat Natasha semakin ingin menyumpah serapahi Jasper—bukan lebih tepatnya ingin mencekik pria yang ada di hadapannya sekarang.
“Ka-kau ingin dia bebas darimu? Dan kau membunuhnya, begitu?”
Jasper hanya mengangguk tanpa merubah raut wajahnya seakan-akan yang dia katakana hal sepele, seperti baru saja membunuh seekor nyamuk yang terbang-terbang di sekitar telinganya.
“Kau gila! Kenapa harus dibunuh? Kau bisa memutuskan hubungan kalian tanpa ada pertumpahan darah,” pekik Natasha tanpa sadar.
“Akkkhhh … diatidak mau putus ya denganmu? Atau kau punya wanita lain? Ya … ya … kau punya wanita lain dan karena tunanganmu tidak mau putus mangkannya kau bunuh, begitukan?”
“Aku bukan pria sekeji itu.”
Natasha menutup matanya sesaat seperti menahan amarah. “Apa? Tidak sekeji itu? Tapi sudah main bunuh-bunuh saja, itu bukan keji namanya.”
Jasper menatap Natasha datar dan saat itu gadis itu sadar baru saja mengucapkan kata-kata yang—hmm—akan sangat berpengaruh mungkin.
Natasha menelan air liurnya sulit saat mata mafia kejam itu terus menatapnya tanpa berkedip.
“Jangan menatapku begitu, nanti kau jadi suka padaku kan bisa gawat.”
“Aku memang suka padamu.”
Uhukkk … uhukkk ….
Natasha terbatuk tersedak air liurnya sendiri. Gadis itu menatap Jasper dengan tatapan seperti mengatakan bahwa pria yang menyanderahnya ini benar-benar gila, bahkan sudah sangat-sangat tidak waras. Baru saja dia membunuh tunangannya sekarang pria ini sedang merayunya? Yang benar saja.
“Aku suka padamu untukku jadikan, mungkin manekin latihan menembakku. Sangat pas sekali dengan tinggi dan bentuk tubuhmu, bayangkan kau terikat dan dari jauh aku menggunakan senapan laras pendek dan yang aku sasar duluan adalah kakimu, atau tanganmu? Kau pilih yang mana?”
Natasha melotot dengan napas memburu, percampuran antara jengkel, marah tapi juga ada rasa takut dan khawatir menjadi satu membuat perutnya mulas.
‘Fix, dia psikopat gila.’
“Ya, aku memang psikopat gila.”
Natasha terbelalak kaget dengan ucapan Jasper.
‘Fix, dia juga cenayang. Bisa-bisanya membaca pikiranku.’
“Sayangnya aku bukan cenayang.”
‘Dia punya setan yang membantunya, ya?’
“Bukan setan tapi malaikat maut yang membantuku. Ck … aku bukan cenayang atau juga ada setan yang membantuku, mulutmu diam tapi wajahmu penuh dengan teks tulisan—dan mohon diingat Nona Natasha Calsine—” Jasper semakin mendekati Natasha dan gadis itu jelas semakin beringsut kecil.
“Kau punya bukti aku membunuh tunanganku karena wanita lain? Nona Natasha Calsine dengarkan aku baik-baik, kita baru saja kenal dan aku hanya kenal baik ayahmu dan kakakmu, aku tidak mengenalmu bahkan melihat wajahmu saja tidak. Aku juga tidak tahu kau jujur anak Tuan Calsine atau kau hanya mengaku-ngaku anak Abraham Calsine entah untuk apa, tapi yang pasti jangan berasumsi sendiri sebelum mengenal lebih dalam. Kau tidak tahu aku begitu juga aku tidak dirimu jadi jangan asal bicara.”
“Kau juga jangan asal bicara.”
Jasper menautkan dahinya saat mendengar suara bergetar Natasha bahkan mafia itu tersentak kaget saat melihat setetes air mata keluar dari mata gadis itu. Apa dia salah bicara? Yang mana? Apa saat dia bilang Natasha bisa saja berpura-pura jadi anak Abraham Calsine? Seharusnya marah bukan menanngis.
‘Penjara? Aku sudah merasakannya sejak kecil. Aku sudah merasakan yang namanya penjara dan penjajahan sejak aku bayi, jadi kalau kau bertanya seperti itu maka jawabanku adalah aku lebih baik masuk penjara dari pada harus mati, kau tahu kenapa? Karena aku belum bisa membuktikan pada ayahku kalau aku bisa dan aku mampu lebih tepatnya aku bukan produk gagal.’
Tiba-tiba Jasper ingat ucapan Natasha yang membuatnya penasaran.
‘Apa dia tersisihkan? Apa dia anak tidak sah?’
Hanya itu yang ada di otak Jasper saat ini, ditambah dengan keadaan gadis itu yang tinggal di rumah kontrakan murah dan jelek, barang-barang yang boleh dikatakan tidak layak pakai, makanan yang tidak layak saat dia membuka lemari pendingin gadis itu tadi, dan banyak sekali yang tidak bisa dia sebutkan.
Jasper tersadar dari pemikirannya saat mendengar decitan kecil dari kursi yang diduduki Natasha, dan dia sadar sudah menyakiti gadis itu.
“Nona Natasha.”
“Maafkan aku sudah berasumsi yang tidak-tidak terhadapmu, aku minta maaf. Bisakah aku meminta tolong padamu—”
Jasper tidak langsung menjawab dia hanya diam menunggu Natasha selesai bicara.
Brakkk ….
Keduanya berjengit kaget saat mendengar suara keras dari arah jendela dapur.
"Nat itu bukannya mobil kakak mu?" ucap Rose saat melihat mobil Nara yang berlawanan arah dengan mobil mereka.“Kelihatannya dia menuju rumah, Nat.”Natasha hanya bisa diam dengan ucapan beruntun Rose. Gadis itu hanya bisa menghela napas berat dan pasrah pada jalan hidupnya nanti setelah ini.“Kelihatannya aku tidak akan mati di tangan penjahat tapi mati di tangan kakakku.”“Kau akan baik-baik saja Nat, aku janji.”Natasha menatap Jasper yang sudah memalingkan wajahnya bersiap melawan musuh yang tiba-tiba saja muncul lagi entah dari mana.“Aku harap begitu,” gumam gadis itu ambigu.Di lain tempat mobil mewah berwarna hitam berhenti di dekat rumah Natasha. Seorang pria muda membuka jendela kaca mobil sambil melihat ke arah kerumunan orang dan beberapa polisi yang memenuhi rumah Natasha yang lumayan rusak bekas tembakan.Seorang pria berjas rapi muncul dari kegelapan dan menghampiri mobil itu.“Mereka sudah pergi, Tuan.”“Apakah gadis yang tinggal di rumah itu dibawa juga oleh Jasper?”
“Nat, kamu harus jelaskan semuanya.”“Iya-iya tenang saja nanti aku jelaskan, sekarang kita pergi dulu.” Natasha menyeret Clarie masuk ke dalam mobil.“Charlie, Hactor siapkan senjata kalian kita harus lumpuhkan mereka.”“Siap Tuan.”“Charlie jaga Clarie, Rose kau di depan bersama Hactor, ayo Nat kau bersamaku.” Tanpa basa-basi Jasper langsung menyeret Natasha masuk dan menempatkannya di tengah-tengah bersama Clarie.“Aku belum buka tuas—”Dor … dor ….Jasper menembaki tuas itu hingga rusak dan pintu garasi terbuka lebar.“Aku benahi nanti. Hactor, jalan!”Sedangkan Natasha dan Rose hanya bisa terdiam tapi dalam hati berharap Jasper benar-benar akan menggantinya.Hactor langsung melajukan mobilnya keluar garasi dengan kecepatan tinggi. Dia tidak perduli dengan kondisi mobil yang sudah tua karena yang ada di otaknya hanya pergi dari sana secepat mungkin dan menghindari hujaman peluru dari lawan.Jasper dan Charlie pindah ke belakang bersiap dengan senjata mereka.“Ladies, kalian harus
“Kalau aku tidak mengizinkan kau pergi?”“Hmmm? Maksudmu? Kau menyuruh kami tinggal di sini?”Natasha tidak menjawab tapi Jasper bisa lihat dari sorot mata gadis itu bahwa apa yang dia tebak itu benar adanya.“Bisa beri aku alasan kenapa kami harus di sini?”Natasha melirik sekilas pada kedua sahabatnya lalu pada kedua anak buah Jasper. Otaknya sedang berkerja—berpikir alasan apa yang masuk akal untuk menjawab pertanyaan Jasper.‘Bodohnya dirimu, Nat, kalau begini kamu kelihatan sekali tertariknya pada Jasper.’“Kau kan janji akan membiayai kehidupanku.”‘Bagus-bagus, Nat untung dirimu cerdas,’ monolog Natasha sambil menahan senyum kemenangan.“Iya, aku janji akan membiayai dan memenuhi kebutuhan hidupmu. Dari jauh akan aku transfer semua kebutuhan dirimu termasuk biaya rumah ini, tapi aku tidak bisa tinggal di sini.”“Bagaimana kalau kau ingkar janji,” celetuk Natasha agak keras.“Nat, kau kenapa? Bisa-bisanya melarang—”“Jasper setuju akan membiayai hidupku, Rose. Kalau dia jauh dar
Natasha menatap kedua temannya dengan ekspresi kaget. Sambil meletakkan tangannya di dada gadis itu mendengus kesal karena tiba-tiba saja teman-temannya muncul tanpa suara.“Kalian kalau mau datang bilang-bilang dulu minimal bersuara jangan bikin aku jantungan.”“Kami sudah memanggilmu ya, tapi kau saja yang melamun seperti orang kerasukan.”Natasha menggerutu pelan dengan jawaban Clarie padanya.“Apa-apa? Kau menggerutu apa? Mau aku buang tulisanmu?”“Haisss … kau selalu mengancamku dengan itu—apa tidak ada ancaman lain? Minimal kreatiflah sendikit dalam mengancam seseorang.”“Kau ini—”“Sudah-sudah jangan bertengkar. Sekarang yang harus kita pikirkan kita ini harus melakukan apa? Terutama pada—” Rose melirik sekilas pada tiga pria yang sedang berbicara penting di ruang tamu.“Tidak ada,” jawab Natasha dan Clarie bersamaan.“Kau mau dihabisi? Sebelum kita lapor dan lain-lain tubuhnya sudah ada di dalam liang lahat. Tapi jujur, mereka baik dan tidak menyakiti kita—hanya kita butuh dia
“Kau tahu apa soal membunuh? Bahkan aku yakin kau tidak pernah membunuh seekor lalat dan kau juga takut dengan darah, jadi aku yakin kau tidak pernah membunuh.”“Membunuh tidak butuh darah atau alat tajam, tapi dengan tangan yang terulur juga bisa membunuh.”Jasper menatap Natasha dengan tatapan datar tapi di lubuk hatinya yang paling dalam ada rasa penasaran dan ingin tahu dengan maksud ucapan gadis yang ada di hadapannya sekarang.Natasha duduk di samping Jasper dan mereka diam sesaat sampai Natasha mengeluarkan kata-kata yang membuat Jasper semakin penasaran.“Banyak orang berpikir membunuh orang harus ada darah di tangan kita, harus ada senjata api atau senjata tajam tapi mereka tidak tahu dengan tangan kosong dan tangan kecil saja bisa membuat seseorang kehilangan nyawanya. Hanya dengan tangan kecil dan dengan candaan saja napas seseorang bisa hilang.”Jasper mengerutkan dahinya bingung dengan ucapan Natasha. Dia merasa gadis polos dan kekanakan seperti Natasha tidak mungkin tanp
"Ada apa Char? Ada sesuatu?" Jasper menatap anak buahnya itu dengan wajah menegang bahkan suara mafia itu dalam dan berat menandakan dia harus tahu dan anak buahnya harus memberi tahu.Charlie hanya mengangguk tapi tetap diam membuat semua orang yang ada di sana terutama para gadis-gadis menjadi ikut penasaran."Ada apa?" tanya Natasha yang mendekat pada Charlie penuh penasaran."Ada sesuatu Tuan," ucap Charlie dengan wajah seriusnya."Ihhhh, ada apa? Kalau bicara jangan setengah-setengah kau membuat kami semua penasaran.” Tiba-tiba saja Clarie mendekati Charlie dengan penuh penasaran bahkan dia melupakan rasa takutnya.Natasha yang melihat Clarie tidak sabaran hanya menghela napas lelah. Gadis itu menggeleng pelan dengan kelakuan sahabatnya yang selalu ingin tahu dan tidak sabaran.Natasha menarik sahabatnya itu duduk di sampingnya. "Diam atau aku akan membuangmu ke sumur belakang rumah Nenek Naima.”Mendengar hal itu jelas Clarie takut setengah mati karena sumur Nenek Naima terkenal