Share

Bab 5

Author: Hopefulen
last update Huling Na-update: 2025-06-30 11:01:59

Natasha menelan air liurnya sulit, bagaimana tidak takut jika ancamannya sudah menyangkut malaikat maut. Natasha berdehem sebentar dan dengan mengumpulkan keberanian gadis itu mengangguk pelan pertanda dia setuju dengan perjanjian mereka.

“Paling tidak aku bisa lumayan hidup layak,” monolog Natasha sambil terus melihat pria itu yang mangangguk tanpa ekspresi.

“Tuan, apa boleh aku tahu namamu?”

Pria itu diam sesaat, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi bahkan bisa gadis itu lihat dingin dan kaku terlihat jelas dari wajah pria yang menyaderanya saat ini, benar-benar sangat kaku dan tanpa mimik wajah.

“Jasper.”

“Hah?”

“Namaku Jasper, Jasper Bravinson.”

Natasha melihat Jasper dengan wajah datar namun otaknya sedang bergerak produktif seperti mengingat sesuatu tapi otaknya seperti berhenti bergerak dan dia seperti tahu nama pria yang ada di hadapannya saat ini tapi dia lupa.

“Tuan Bravinson, bisa minta tolong?”

“Jasper, panggil saja aku Jasper.”

“Baiklah, panggil aku Natasha atau semua memanggilku Nat.”

Jasper hanya mengangguk pelan. “Kau mau minta tolong apa?”

“Bisakah kau lepaskan aku? Kita sudah jadi rekan bisakah kau tidak memperlakukan aku seperti ini?”

“Kalau kau kabur, teriak atau-”

“Iya … iya … kau boleh kubur aku di lantai rumah ini, aku tidak akan mengkhianatimu kalau resikonya aku kehilangan nyawa dan kehilangan kenyamanan hidup gratis. Jadi, percaya padaku karena kita adalah rekan—kita partner.”

“Terkadang partner atau rekan juga bisa menusuk kita dari belakang.”

“Apa?”

Natasha mendengar ucapan Jasper tapi dia dia tidak paham maksud pria itu apa, tapi bisa Natasha lihat mata Jasper yang tadinya dingin dan tajam berubah menjadi lebih redup dan penuh kesakitan seperti seseorang yang awalnya sangat percaya pada seseorang, bahkan mungkin dia memberikan segala hal namun orang itu mengkhianatinya sehingga rasanya sakit sekali.

“Aku akan melepaskanmu dan sekali lagi aku percaya padamu.”

Entahlah apa Natasha gila atau tidak waras atau mungkin otaknya sedang terbuang kemana, bisa-bisanya dia percaya bahkan bekerja sama dengan seorang pembunuh.

Jasper membuka ikatan Natasha dan sekarang gadis itu sudah bebas dan bisa melakukan apa pun.

“Kau bisa melakukan apa pun tapi dalam pengawasanku.”

“Iya, aku tahu. Oh iya, aku lapar mau membuat sesuatu untuk dimakan kau mau?”

“Hmmm … tapi aku harus melihat kau memasak.”

“Aku tidak punya racun atau obat tidur jangan khawatir,” ucap Natasha pasrah sambil menggerakkan tubuhnya yang kaku-kaku dan berjalan ke arah dapur diikuti Jasper.

Natasha melirik sekilas Jasper yang duduk di kursi makan sambil melihat Natasha yang bergerak mempersiapkan bahan-bahan mentah yang akan dia olah menjadi makanan. Apakah Natasha santai dan tenang? Maka jawabannya adalah tidak sama sekali karena rasanya dia seperti memasak diawasi oleh psikopat—memang psikopat bukan seperti lagi.

“Aku bukan ikut lomba Master Chef ngomong-ngomong, kau mengerikan Jasper.”

“Terima kasih.”

Natasha mendengus pelan dengan jawaban Jasper tapi rasa takutnya masih ada walaupun dia berusaha setenang dan sesantai mungkin tapi dalam hati dia berdoa semoga Jasper tidak menembak atau menusuknya dari belakang.

“Aku mau masak omurice, kau mau?”

“Boleh.”

Natasha hanya menggeleng singkat dengan jawaban Jasper karena bisa-bisanya pria itu hanya menampilkan mimik wajah datar, dingin, kaku dengan sorot mata tajam dan kata-kata singkat yang kontras dengan sikapnya yang bagaikan robot. Natasha mulai bergerak memasak makanan untuk mereka berdua dengan tetap diawasi Jasper yang duduk diam dan tenang dengan mata yang terus melihat setiap gerak Natasha, seperti berjaga-jaga kalau gadis itu menambahkan sesuatu yang tidak wajar.

Tidak sampai setengah jam makanan sudah siap di piring dan sudah tersaji di meja makan.

“Selamat makan, jangan khawatir tidak ada racun atau obat-obat yang berbahaya aku masih sayang nyawa.”

“Baguslah.”

Natasha merotasi bola matanya, lama-lama jengah juga dengan sikap Jasper yang bagaikan es balok atau mungkin lebih tepatnya kulkas dua pintu.

“Kau membunuh siapa?” tanya Natasha sambil menyuap makanannya.

“Manusia.”

“Ck … kalau kau membunuh tikus atau nyamuk aku tidak akan takut padamu dan mungkin sekarang aku tidak hanya melapor ke polisi tapi lebih ke rumah sakit jiwa.”

Natasha melihat Jasper lagi dan tidak ada tanggapan apapun dari pria itu selain hanya deru napas yang berubah berat dan rahang yang mengeras tapi anehnya dia masih bisa makan dengan lahap.

“Dasar psikopat,” bisik Natasha yang ternyata masih bisa didengar oleh Jasper.

“Kalau kau berpikir aku psikopat kenapa mau bekerja sama denganku? Kau tidak takut kalau aku tertangkap kau juga akan ikut tertangkap, kau tidka takut masuk penjara?”

Gadis itu terdiam sesaat ada pemikiran seperti itu tapi jujur dia lebih takut mati atau kembali ke rumah megah itu lagi. Natasha menunduk dan tidak lama dia tertawa kecil dengan pemikirannya sendiri, sedangkan Jasper melihat Natasha dengan tatapan datar tapi otaknya berpikir mungkin gadis cantik di depannya ini agak gila.

“Penjara? Aku sudah merasakannya sejak kecil. Aku sudah merasakan yang namanya penjara dan penjajahan sejak aku bayi jadi kalau kau bertanya seperti itu maka jawabanku adalah aku lebih baik masuk penjara dari pada harus mati, kau tahu kenapa? Karena aku belum bisa membuktikan pada ayahku kalau aku bisa dan aku mampu lebih tepanya aku bukan produk gagal.”

Jasper melihat Natasha dengan sorot mata berubah entah mengapa melihat Natasha dia seperti melihat seorang gadis yang dari depan ceria, berani dan kuat tapi ada kerapuhan, tidak berdaya, dan rasa sedih yang dia sembunyikan di balik topeng yang namanya ketegaran.

“Berapa umurmu?”

“Dua puluh dua tahun, kau?”

“Aku lebih tua darimu enam tahun.”

“Aaahhh … dua puluh delapan tahun berarti.”

“Kau masih belum jawab pertanyaanku Tuan Jasper, kau membunuh siapa?”

“Tunanganku.”

Uhukkk … uhukkk ….

Natasha meminum air dinginnya cepat-cepat rasanya nasi yang dia telan tersangkut di tenggorokan dan itu membuatnya berasa panas dan perih. Natasha tidak percaya Jasper akan berbicara seperti itu dengan wajah datar dan tanpa ekspresi apapun seperti dia baru saja membunuh seekor lalat kecil.

“Ke-kenapa kau bunuh tu-tunangamu? Dia selingkuh? Atau apa?”

Jasper tidak langsung menjawab namun pria itu melihat Natasha dengan sorot mata elangnya dan jujur itu membuat Natasha merutuki kaingin tahuannya yang besar.

“Kalau tidak mau jawab tidak apa-apa jangan jawab.”

“Aku membunuhnya karena ingin.”

“Apa? Maaf aku tidak jelas.”

“Kau bertanya kenapa aku membunuh tunanganku’kan? Maka jawabannya adalah aku membunuhnya karena ingin.”

“Kau tidak waras ya?” pekik Natasha kaget.

“Mungkin,” jawab Jasper sambil meminum minumannya dengan ekspresi sangat tenang.

“Aku tidak percaya ada manusia sepertimu di dunia nyata ini, aku pikir manusia sepertimu hanya ada di film atau novel yang aku baca, tapi sekarang ada di hadapanku.”

“Kau tenang saja iblis di dalam diriku masih belum muncul sekarang.”

Ucapan Jasper membuat Natasha bergidik ngeri dan menyesal bisa-bisanya dia bekerja sama dengan iblis seperti Jasper ini.

“Aku seperti bekerja sama dengan Abaddon.”

“Boleh dibilang begitu dan perjanjian kita tidak bisa dibatalkan, kau tahu bukan iblis tidak akan melepaskan targetnya apalagi yang sudah setuju untuk bersekutu dengannya, sama dengan dirimu dan diriku.”

Natasha melihat ngeri pada Jasper sedangkan pria itu hanya membalas tatapan santai si iblis yang sayangnya dianggap tampan oleh Natasha.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 5

    Natasha menelan air liurnya sulit, bagaimana tidak takut jika ancamannya sudah menyangkut malaikat maut. Natasha berdehem sebentar dan dengan mengumpulkan keberanian gadis itu mengangguk pelan pertanda dia setuju dengan perjanjian mereka.“Paling tidak aku bisa lumayan hidup layak,” monolog Natasha sambil terus melihat pria itu yang mangangguk tanpa ekspresi.“Tuan, apa boleh aku tahu namamu?”Pria itu diam sesaat, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi bahkan bisa gadis itu lihat dingin dan kaku terlihat jelas dari wajah pria yang menyaderanya saat ini, benar-benar sangat kaku dan tanpa mimik wajah.“Jasper.”“Hah?”“Namaku Jasper, Jasper Bravinson.”Natasha melihat Jasper dengan wajah datar namun otaknya sedang bergerak produktif seperti mengingat sesuatu tapi otaknya seperti berhenti bergerak dan dia seperti tahu nama pria yang ada di hadapannya saat ini tapi dia lupa.“Tuan Bravinson, bisa minta tolong?”“Jasper, panggil saja aku Jasper.”“Baiklah, panggil aku Natasha atau semua meman

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 4

    “Ka-kau … pembunuh?”“Boleh dibilang begitu.”“Maksudnya?”“Banyak bicara kamu.”Natasha menelan ludahnya sulit apalagi saat melihat tatapan pria itu yang sangat menusuk dan mengerikan bagi dirinya. Tatapan tajam bagaikan pisau yang bisa kapan saja menghunus dirinya sekarang juga membuat Natasha ingin mengurungkan niatnya bertanya lebih lanjut, tapi bukan namanya ‘Natasha sih banyak tanya’ jika dia tidak menemukan jawaban yang melegakan untuk dirinya.“Kau membunuh siapa?”Pria itu menghela napas berat dengan pertanyaan Natasha. Dia ingin tenang, dia butuh kedamaian tapi yang ada malah masuk ke dalam rumah burung kakak tua.“Hei … aku bertanya dari tadi tidak dijawab, kau membunuh siapa?”“Kau.”“Hah??”“Aku akan membunuhmu jika mulutmu tidak bisa diam, atau paling tidak akan aku hilangkan pita suaramu sekarang juga jika kau banyak tanya.”Wajah Natasha memucat, jantungnya seperti akan lepas bahkan tidak terasa tangannya berkeringat pertanda dia takut. Natasha berusaha bernapas pelan

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 3

    “Akkkhhh … tolong … tolong … to ….”Brukkk ….Pria itu menghela napas kasar melihat Natasha tergeletak pingsan di lantai setelah tengkuk gadis itu dipukul olehnya. Pria itu tidak mau melakukan itu, dia tidak mau menyakiti si pemilik rumah namun ini semua terpaksa dia lakukan apalagi melihat Natasha berlari dan akan membuka pintu jendela untuk meminta tolong.“Maafkan aku—ini terpaksa.” Pria itu mengangkat tubuh Natasha yang terkulai tidak sadarkan diri dan dia dudukkan di kursi makan. Pria itu mengambil tali dan mengikat tubuh Natasha supaya tidak bisa kabur, juga menutup mulut gadis itu dengan lakban yang dia ambil dari laci dapur gadis itu.Pria itu mengusap wajahnya dan rambutnya kasar melihat gadis muda yang dia yakini pasti umurnya masih dua puluhan itu tertunduk pingsan akibat ulahnya. Terpaksa? Iya, lebih tepatnya dia memang menyusup ke rumah orang asing tapi dia tidak pernah ada maksud menyakiti bahkan tidak ada maksud bertemu dengan pemilik rumah. Ini? Ini bukan maunya tapi i

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 2

    “Ayah … tolong jangan lakukan ini.”“Kau mempermalukan kami Nao!!”“Ayah, Nao minta maaf.”“Tidak!! Tidak ada ampun ….”“Tidak Ayah, Nao mohon … Ayah … Ayah … jangan ….”“Jangan … tidak … tidak!!”Natasha tersentak bangun dari mimpi buruknya, mimpi yang dia alami sejak sang kakak kedua tiada. Naomi Calsine, kakak kedua Natasha yang sangat-sangat menyayanginya bahkan bagi Natasha sang kakak adalah orang yang mengajarinya banyak hal. Bukan tanpa sebab Natasha lebih dekat dengan Naomi walaupun umur mereka terpaut lumayan jauh tapi bagi Nat sang kakak bisa mengimbanginya dengan menjadi kakak sekaligus sahabat bagi dirinya.Naomi memang terkenal sangat lembut dan mengayomi, berbeda dengan Nara yang cenderung keras dan disiplin terkadang tidak cocok untuk Natasha yang tidak suka dikekang sehingga sejak kecil Natasha lebih suka mengobrol atau belajar dengan Naomi dari pada Nara.Natasha mengusap wajahnya kasar menghilangkan bayangan-bayangan mimpi buruk dan menyakitkan yang membuat dirinya k

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 1

    “Nat, kamu itu kapan mau pulang? Jangan buat kami khawatir.”Gadis itu hanya menghela napas pelan mendengar protesan sang kakak dari seberang telepon sana. Dia menggaruk kepalanya kesal dengan omelan sang kakak yang menjadi alarmnya setiap malam sebelum tidur atau saat dia harus begadang menyelesaikan pekerjaanya.“Kakak tenang saja aku baik-baik di sini, kakak bisa lihat kehidupanku semuanya baik dan aku bisa hidup dengan layak,” jawab Natasha mencoba santai tapi dalam hati sudah ada doa supaya sang kakak bisa percaya. “Layak? Apanya yang layak, hmmm? Kamu makan saja harus irit-irit bahkan kamu pikir kakak tidak tahu kamu selalu membeli makanan-makanan yang hampir kadaluarsa di supermarket Paman Kris.”Gadis muda itu hanya meringis dengan ucapan sang kakak, dalam hati dia menyumpahi pria tua mantan pekerja sang ayah yang sekarang membuka supermarket kecil di dekat rumahnya itu.‘Benar-benar tidak bisa jaga mulut. Dari dulu sampai sekarang selalu jadi ember bocor.’“Nat, kamu dengar

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status