“Bisa tidak?”
“Diam aku ini juga sedang berusaha jangan banyak tanya dulu.”
Takkk ….
“Yuhuuu!!”
Plak …
“Aduh … kenapa kau memukul kepalaku?”
“Kau berisik, cepat sana masuk.”
“Kau saja duluan aku di belakangmu.”
Pria itu menghela napas pelan, tanpa banyak bicara pria itu membuka jendela dan melopat masuk disusul oleh rekannya.
“Tutup kembali jendelanya.”
“Kamu saja yang tutup.”
“Ck ….”
“Iya … iya … begitu saja marah.”
Brakkk ….
“Ck … pelan-pelan, kau mau mengundang si pemilik rumah bangun.”
“Iya-iya maafkan aku.”
Sedangkan di dalam kamar Jasper dan Natasha sudah waspada. Wajah gadis itu memucat takut bahkan tanpa sadar dia memegang erat lengan kekar Jasper.
“Tunggu di sini.”
“Tidak … tidak … aku ikut denganmu. Tolong, jangan tinggalkan aku.”
“Apa kau lupa siapa aku? Aku pembunuh, kau ingat?”
“Aku ingat, tapi paling tidak saat ini kau tidak mungkin membunuhku. Aku tidak tahu di luar itu siapa, tapi paling tidak kau masih cukup baik untuk aku jadikan pelindungku.”
Jasper menatap Natasha dengan tatapan datar, bahkan Natasha saja tidak tahu apa yang ada di otak pria itu saat ini. Apakah Natasha perduli? Antara iya dan tidak—yang pasti dia saat ini hanya bisa percaya pada Jasper.
Jasper berdiri dari duduknya yang otomatis membuat salah satu tangan gadis itu terangkat, dan mau tidak mau Natasha juga harus berdiri. Jasper menarik Natasha agak keras supaya gadis itu tetap berada di belakangnya, sehingga tubuh tegap dan kekar mafia itu menjadi tameng hidup untuknya. “Tetap di belakangku apapun yang terjadi.” Jasper mengarahkan kedua tangan Natasha sehingga sekarang memegang kedua sisi samping kemeja pria itu.
“Jangan dilepaskan dan tolong terus ikuti pergerakkan tubuhku, saat aku ke kanan kau ikut ke kanan dan saat aku ke kiri kau ikut ke kiri, paham?”
Natasha mengangguk cepat dengan perintah Jasper.
Jasper mengeluarkan senjata api laras pendek berjenis Glock Meyer 22 dari balik kemejanya. Pria itu dengan santai mengisi pelurunya dan langsung mengokangnya tanpa ada pikir panjang, bahkan dengan santai mengarahkan moncong senjata itu ke depan.
Sedangkan suara-suara berisik terdengar di dapur. Percakapan-percakapan kecil dan bunyi-bunyi barang tersenggol menghiasi malam sunyi dan rasa takut Natasha.
Jasper merasakan genggaman Natasha makin rapat pertanda gadis itu takut. Mafia tampan itu menoleh sedikit melihat Natasha menatap punggungnya dengan wajah tegang dan napas pendek-pendek. “Jangan takut ada aku.”
Natasha menatap Jasper dengan tatapan seperti anak kecil yang ketakutan, dan jujur saja pria itu merutuki dirinya sendiri karena masuk ke rumah seorang gadis yang jelas-jelas hidup sendiri tanpa siapa pun disisinya pasti dia berusaha untuk kuat dan berani.
“Tidak apa-apa, jangan khawatirkan aku—aku berusaha untuk tidak merepotkanmu.”
“Repotkan aku, karena aku berhutang banyak hal padamu.”
Natasha menelan air liurnya sulit tiba-tiba ada rasa berdebar yang tidak bisa dijelaskan tapi gadis itu tahu ini tidak benar.
‘Gila kamu Nat, masa kamu terkena Sindrom Stockholm. Nggak-nggak … masa kamu berdebar sama psikopat, gila kamu. Dia tampan sih, hanya saja kamu jatuh cinta sama dia sama saja kamu jatuh cinta sama badut ET.’
“Ini rumah atau kandang kuda?”
“Jangan menghina, jangan sombong kita bahkan pernah tinggal di tempat yang lebih buruk dari ini.”
“Bukannya menghina tapi ini kenyataan, kita pernah tinggal di tempat yang lebih buruk tapi bersih dan terawat tidak seperti ini.”
“Tapi kita harus berbagi tempat tidur dengan tikus dan kecoa, apakah itu yang dinamakan bersih dan terawatt? Jangan banyak bicara lihat kacanya sudah kau kunci atau belum.”
“Sudah … sudah … lihat sudah ter-”
Clakkk ….
Tiba-tiba terdengar suara tarikan pelatuk yang menggema di telinga mereka berdua. Keduanya saling pandang dan seperti telepati dua orang itu diam-diam meraba pinggang kiri mereka mencoba mengambil senjata api yang tersimpan rapi di balik jaket mereka.
“Siapa kalian?”
Keduanya diam sesaat dan masih saling pandang senyum kecil terbit di bibir salah satu mereka, sedangkan yang satunya hanya menunjukkan mata berbinar saat mendengar suara itu. Perlahan keduanya berbalik sehingga Jasper bisa melihat wajah keduanya.
“Kalian!!” Jasper menurunkan senjatanya dan meletakkannya di meja makan.
“Kami datang Tuan.” Keduanya menunduk hornat pada Jasper.
“Kenapa kalian kemari? Bagaimana dengan mansion dan Vic, lalu orang-orang yang bersekutu dengan kita?”
“Maafkan kami Tuan, kami tidak bisa masuk ke mansion karena mereka sudah curiga pada kami berdua, tapi beruntung mereka tidak curiga pada anak buah yang bersekutu dengan kita sehingga kami tempatkan mereka sebagai mata-mata kita di sana. Soal Nona Victoria, beruntung saya dan Charlie bisa menyelinap dan mengambil jasad Nona Vic dan anda tidak perlu khawatir karena kami sudah memakamkan Nona Vic di samping makam kedua orang tuanya.”
Jasper menghela napas berat. “Paling tidak Vic beristirahat dengan damai dan layak. Terus pantau anak buah kita yang menjadi mata-mata jangan sampai mereka ketahuan itu bahaya untuk mereka, dia lebih peka dariku,” gumam Jasper di akhir ucapannya.
Natasha mengerutkan dahinya penuh tanda tanya. Apa lagi melihat dua pria berbadan tegap sama seperti Jasper dan mengenakan pakaian hitam-hitam.
‘Mereka siapa? Anak buah Jasper? Victoria? Apakah tunangannya Jasper, kalau Jasper yang membunuh kenapa dia khawatir Victoria tidak dimakamkan dengan layak? Dia? Dia siapa? Kenapa seperti ada orang lain dalam hal ini semua, seperti bukan Jasper pelakunya.’
Banyak pertanyaan berlalu lalang di otak Natasha, tapi pada dia sadar diri untuk tidak banyak ikut campur atau nyawanya melayang.
"Nat itu bukannya mobil kakak mu?" ucap Rose saat melihat mobil Nara yang berlawanan arah dengan mobil mereka.“Kelihatannya dia menuju rumah, Nat.”Natasha hanya bisa diam dengan ucapan beruntun Rose. Gadis itu hanya bisa menghela napas berat dan pasrah pada jalan hidupnya nanti setelah ini.“Kelihatannya aku tidak akan mati di tangan penjahat tapi mati di tangan kakakku.”“Kau akan baik-baik saja Nat, aku janji.”Natasha menatap Jasper yang sudah memalingkan wajahnya bersiap melawan musuh yang tiba-tiba saja muncul lagi entah dari mana.“Aku harap begitu,” gumam gadis itu ambigu.Di lain tempat mobil mewah berwarna hitam berhenti di dekat rumah Natasha. Seorang pria muda membuka jendela kaca mobil sambil melihat ke arah kerumunan orang dan beberapa polisi yang memenuhi rumah Natasha yang lumayan rusak bekas tembakan.Seorang pria berjas rapi muncul dari kegelapan dan menghampiri mobil itu.“Mereka sudah pergi, Tuan.”“Apakah gadis yang tinggal di rumah itu dibawa juga oleh Jasper?”
“Nat, kamu harus jelaskan semuanya.”“Iya-iya tenang saja nanti aku jelaskan, sekarang kita pergi dulu.” Natasha menyeret Clarie masuk ke dalam mobil.“Charlie, Hactor siapkan senjata kalian kita harus lumpuhkan mereka.”“Siap Tuan.”“Charlie jaga Clarie, Rose kau di depan bersama Hactor, ayo Nat kau bersamaku.” Tanpa basa-basi Jasper langsung menyeret Natasha masuk dan menempatkannya di tengah-tengah bersama Clarie.“Aku belum buka tuas—”Dor … dor ….Jasper menembaki tuas itu hingga rusak dan pintu garasi terbuka lebar.“Aku benahi nanti. Hactor, jalan!”Sedangkan Natasha dan Rose hanya bisa terdiam tapi dalam hati berharap Jasper benar-benar akan menggantinya.Hactor langsung melajukan mobilnya keluar garasi dengan kecepatan tinggi. Dia tidak perduli dengan kondisi mobil yang sudah tua karena yang ada di otaknya hanya pergi dari sana secepat mungkin dan menghindari hujaman peluru dari lawan.Jasper dan Charlie pindah ke belakang bersiap dengan senjata mereka.“Ladies, kalian harus
“Kalau aku tidak mengizinkan kau pergi?”“Hmmm? Maksudmu? Kau menyuruh kami tinggal di sini?”Natasha tidak menjawab tapi Jasper bisa lihat dari sorot mata gadis itu bahwa apa yang dia tebak itu benar adanya.“Bisa beri aku alasan kenapa kami harus di sini?”Natasha melirik sekilas pada kedua sahabatnya lalu pada kedua anak buah Jasper. Otaknya sedang berkerja—berpikir alasan apa yang masuk akal untuk menjawab pertanyaan Jasper.‘Bodohnya dirimu, Nat, kalau begini kamu kelihatan sekali tertariknya pada Jasper.’“Kau kan janji akan membiayai kehidupanku.”‘Bagus-bagus, Nat untung dirimu cerdas,’ monolog Natasha sambil menahan senyum kemenangan.“Iya, aku janji akan membiayai dan memenuhi kebutuhan hidupmu. Dari jauh akan aku transfer semua kebutuhan dirimu termasuk biaya rumah ini, tapi aku tidak bisa tinggal di sini.”“Bagaimana kalau kau ingkar janji,” celetuk Natasha agak keras.“Nat, kau kenapa? Bisa-bisanya melarang—”“Jasper setuju akan membiayai hidupku, Rose. Kalau dia jauh dar
Natasha menatap kedua temannya dengan ekspresi kaget. Sambil meletakkan tangannya di dada gadis itu mendengus kesal karena tiba-tiba saja teman-temannya muncul tanpa suara.“Kalian kalau mau datang bilang-bilang dulu minimal bersuara jangan bikin aku jantungan.”“Kami sudah memanggilmu ya, tapi kau saja yang melamun seperti orang kerasukan.”Natasha menggerutu pelan dengan jawaban Clarie padanya.“Apa-apa? Kau menggerutu apa? Mau aku buang tulisanmu?”“Haisss … kau selalu mengancamku dengan itu—apa tidak ada ancaman lain? Minimal kreatiflah sendikit dalam mengancam seseorang.”“Kau ini—”“Sudah-sudah jangan bertengkar. Sekarang yang harus kita pikirkan kita ini harus melakukan apa? Terutama pada—” Rose melirik sekilas pada tiga pria yang sedang berbicara penting di ruang tamu.“Tidak ada,” jawab Natasha dan Clarie bersamaan.“Kau mau dihabisi? Sebelum kita lapor dan lain-lain tubuhnya sudah ada di dalam liang lahat. Tapi jujur, mereka baik dan tidak menyakiti kita—hanya kita butuh dia
“Kau tahu apa soal membunuh? Bahkan aku yakin kau tidak pernah membunuh seekor lalat dan kau juga takut dengan darah, jadi aku yakin kau tidak pernah membunuh.”“Membunuh tidak butuh darah atau alat tajam, tapi dengan tangan yang terulur juga bisa membunuh.”Jasper menatap Natasha dengan tatapan datar tapi di lubuk hatinya yang paling dalam ada rasa penasaran dan ingin tahu dengan maksud ucapan gadis yang ada di hadapannya sekarang.Natasha duduk di samping Jasper dan mereka diam sesaat sampai Natasha mengeluarkan kata-kata yang membuat Jasper semakin penasaran.“Banyak orang berpikir membunuh orang harus ada darah di tangan kita, harus ada senjata api atau senjata tajam tapi mereka tidak tahu dengan tangan kosong dan tangan kecil saja bisa membuat seseorang kehilangan nyawanya. Hanya dengan tangan kecil dan dengan candaan saja napas seseorang bisa hilang.”Jasper mengerutkan dahinya bingung dengan ucapan Natasha. Dia merasa gadis polos dan kekanakan seperti Natasha tidak mungkin tanp
"Ada apa Char? Ada sesuatu?" Jasper menatap anak buahnya itu dengan wajah menegang bahkan suara mafia itu dalam dan berat menandakan dia harus tahu dan anak buahnya harus memberi tahu.Charlie hanya mengangguk tapi tetap diam membuat semua orang yang ada di sana terutama para gadis-gadis menjadi ikut penasaran."Ada apa?" tanya Natasha yang mendekat pada Charlie penuh penasaran."Ada sesuatu Tuan," ucap Charlie dengan wajah seriusnya."Ihhhh, ada apa? Kalau bicara jangan setengah-setengah kau membuat kami semua penasaran.” Tiba-tiba saja Clarie mendekati Charlie dengan penuh penasaran bahkan dia melupakan rasa takutnya.Natasha yang melihat Clarie tidak sabaran hanya menghela napas lelah. Gadis itu menggeleng pelan dengan kelakuan sahabatnya yang selalu ingin tahu dan tidak sabaran.Natasha menarik sahabatnya itu duduk di sampingnya. "Diam atau aku akan membuangmu ke sumur belakang rumah Nenek Naima.”Mendengar hal itu jelas Clarie takut setengah mati karena sumur Nenek Naima terkenal