Naima memijit pelipisnya pelan, sungguh, hari ini sangat melelahkan baginya, bahkan dari pagi dia belum sempat mengisi perutnya.Mengurus Rangga lebih berat dari pada mengurus balita berusia lima tahun, laki-laki itu tidak mempan diberi peringatan.Naima mengamati sekeliling, suasana kantin lumayan ramai, karena sebentar lagi adalah waktu menjelang makan siang. Ada beberapa mahasiswa yang nongkrong sambil berceloteh tentang kegiatan perkuliahan, ada juga yang duduk menikmati segelas minuman dingin sambil mengotak-atik Handphone-nya. Dan beberapa lagi duduk di pojok dengan kekasih hatinya. Naima tersenyum, dia pernah melewati masa itu bersama Yuda.Naima meraih piring berisikan nasi putih dan lauk ala kadarnya, rasa ala kadarnya, sama dengan harga yang juga ala kadarnya, cocok untuk kantong mahasiswa.Naima mulai menyuapkan nasi ke dalam mulutnya, dia benar-benar lapar. Setelah adegan ciuman yang dilanjutkan adu mulut dengan Rangga, Naima tak lagi bertemu pria itu. Mungkin Rangga teng
Rangga sangat cemas memikirkan Naima, wanita itu tidak mengangkat telpon, tidak membalas chatnya. Tidak biasanya dia seperti itu, hati Rangga mendadak tidak enak. Bagaimana jika terjadi sesuatu oada wanita itu, Naima adalah istrinya, dia yang akan bertanggung jawab penuh jika terjadi apa apa.Tadi sore pulang dari kampus, dia langsung menyelesaikan mendekor galerinya, memulainya dengan doa, pekerjaannya sudah berjalan tujuh puluh persen dan tubuh Rangga sangat lelah, bahkan dia baru berhenti beberapa menit yang lalu. Rangga tidak mau diam menunggu, dia harus memastikan istrinya itu baik baik saja, dan disini dia sekarang. Didepan pintu apartemen Naima. Dia mempersiapkan diri jika Naima mengomelinya karena bertamu jam dua belas malam. Ketukan ketiga, pintu terbuka, menampilkan wajah Naima yang sembab seperti habis menangis. Padahal tadi Rangga menduga, gadis itu sudah tidur nyenyak."Maaf, aku bertamu tengah malam begini, aku cemas kau tidak mengangkat telponku.""Masuklah!" Naima be
Rangga membuktikan apa yang diucapkannya, dia tidak lagi bergantung pada Naima, seharian dia menghabiskan waktu di perpustakaan, memaksa otaknya untuk berfikir. Kadang tidak sedikit orang mengejeknya, karena Rangga dan perpustakaan tidak akan pernah bertemu. Ada yang kagum, ada yang geleng-geleng kepala. Rangga tidak mau tau.Jam lima dia memutuskan untuk keluar dari perpustakaan karena perpustakaan akan di tutup. Rangga melangkah gontai, kepalanya sakit dan sangat lelah.Saat dia mengeluarkan motornya dari parkiran, dia berserobok dengan Naima, gadis cantik itu tak sendiri, dia tengah bersama dengan laki-laki dewasa yang diyakini Rangga adalah Yuda.Pandangan mereka bertemu, Naima menelan ludahnya, dia seperti tertangkap basah tengah berselingkuh.Rangga melirik laki-laki itu yang memandangnya dengan dahi berkerut heran, baru dua hari mereka tidak bertemu, dan Naima sudah kedapatan jalan berdua di parkiran kampus, dan bersiap siap naik kemobil laki-laki itu. Apa mereka akan pergi be
Naima sedang berdiskusi dengan Yuda di dalam ruangannya, mereka berdua dipercaya melakukan riset bersama oleh pihak Universitas. Obrolan ringan itu diselingi dengan berbagai cemilan yang dibawa Yuda. Naima sedang fokos dengan apa yang disampaikan Yuda, ketika pintunya diketuk pelan. "Masuk!"Naima mangalihkan pandangan ke arah pintu, Rangga berdiri di sana dengan wajah dinginnya, mata tajamnya sempat melirik Yuda dengan tidak suka, dia belum bicara apapun, dia membawa sebuah map dan sebundel kertas.Rangga menarik nafas."Bu Naima, bisa minta waktu sebentar? Saya ingin konsultasi."Naima gelagapan, ia langsung gugup."Oh tentu."Yuda tidak peduli dengan kehadiran Rangga, matanya tetap fokus pada buku di depannya. Rangga membenci pria itu, tidak bisakah dia pergi saja?"Maaf Pak, saya mau konsul," ucap Rangga tegas, Yuda mengalihkan perhatiannya ke wajah Rangga, dia agak tersinggung dengan sikap mengusir secara halus itu."Tidak lama, kan? saya ada rapat dengan Bu Naima," tanya pria
Rangga menyandarkan kepalanya dibahu wanita itu, nafas keduanya tersengal, ini hanya cumbuan biasa, tapi rasanya tetap sama. Naima yang cantik, istrinya yang dicintainya, setidaknya rasa rindu itu terobati walau sedikit, dia tidak peduli lagi, dia yang lebih berhak atas Naima, terlepas dari cinta atau tidaknya istrinya itu kepadanya.Kenapa dia yang harus mengalah, seharusnya Yuda lah yang mundur, bukankah hubungan mereka sudah lama berakhir, alangkah bodohnya dia memberikan kesempatan pada istrinya untuk berselingkuh.Rangga berjanji, selagi mereka masih terikat dengan pernikahan, dia takkan mundur lagi, dia akan merebut Naima dengan caranya sendiri. Dia harus egois kali ini. Selama bermesraan, Naima sama sekali tidak menolak. Ia mengunci pintu dan menutup gorden jendela ruangannya."Apa yang telah kita lakukan?" Naima memejamkan matanya, nafasnya masih memburu."Aku tidak tau." Rangga memandang jilbab Naima sudah tidak tak berbentuk."Kenapa kita mengulanginya lagi, kita tidak bisa
Naima baru menyelesaikan pekerjaannya jam lima sore, dia sangat lelah, sehari ini dia menjadi dosen penguji sidang skripsi beberapa orang mahasiswa.Naima mengambil ponsel pintarnya, dia tidak membawa mobil hari ini, karena pagi tadi dia berangkat bersama Yuda, laki-laki itu juga mau menunggunya sampai selesai tapi di tolak secara halus oleh Naima dengan alasan menghindari gosip tidak enak di lingkungan kampus.Naima mengetuk aplikasi ojek online yang ada di handphonenya, ketika orderannya di terima dia langsung bersiap siap, pengemudinya ternyata berada dilingkungan kampus, jadi dia tidak perlu lama menunggu.Naima mengunci ruangannya, ketika mendengar klakson motor berbunyi nyaring menandakan pengemudi sudah sampai, Naima merasa tak asing dengan motor itu."Selamat sore, saya akan antarkan Ibu ke bulan." Laki-laki itu adalah Rangga, dia membuka masker wajahnya dan tersenyum ramah pada Naima."Rangga?" Naima terkejut sekaligus senang entah untuk alasan apa."Silahkan naik."Rangga me
Naima menawari Rangga untuk ikut masuk, tentu saja kesempatan itu tidak akan disia-siakan Rangga. Dia tersenyum senang, apa lagi kalau sempat ditawari menginap."Kemaren kau tidak jadi konsul." Naima meletakkan tasnya di atas sofa."Ya benar." Rangga langsung bersemangat. Memang keberuntungan hari ini berpihak kepadanya."Dengan satu catatan.""Apa itu?""Kau harus benar-benar serius." Naima memberi ketegasan. Rangga terdiam, kenapa syaratnya sangat berat, dia bersemangat karena mengharapkan momen mesra dengan Naima."Mungkin kita bisa mulai dengan pertanyaan dulu, ada kendala di bab tigamu?""Aku cuma kurang paham, apa bedanya penelitian dengan mode kualitatif dan mode kuantitatif."Naima menjelaskan panjang lebar dan Rangga fokus dengan apa yang disampaikannya, Rangga merasa, kenapa sesuatu yang dianggapnya rumit bisa menjadi lebih mudah jika Naima yang menjelaskan, mungkin karena dia mendengarnya dengan hati dan memahaminya dengan cinta.Setelah penjelasan itu, Naima menyuruh Rangg
Yuda tersenyum lebar melihat Naima yang baru muncul di bandara, Yuda bahkan sampai lebih awal, saking bahagianya dia dengan kegiatan ini, dia bisa fokus mendekati Naima kembali.Senyum lebar itu hanya berlangsung beberapa detik, ketika tidak jauh di belakang Naima, seseorang yang sangat tidak disukainya mengekori Naima, senyum konyol tidak lepas dari wajahnya, bahkan dia membawa koper yang jauh lebih besar seakan hendak pergi liburan.Yuda menangkap wajah cemberut Naima, dia berbisik lirih."Apa yang dilakukan mahasiswamu itu di sini?"Naima memijit kepalanya, dari tadi dia tidak berhenti mengomeli Rangga, bahkan suaminya itu datang ke rumah jam lima subuh dan ikut merapikan isi koper Naima."Ceritanya panjang, yang jelas dia ikut dengan kita.""Aku akan complaint kepihak kampus." Yuda melirik tidak suka pada Rangga, dan dibalas anggukan tidak berdosa dari pria itu."Kau takkan bisa melakukannya, dia pergi dengan tiket yang dibelinya sendiri, dia bahkan bisa satu pesawat dengan kita d