Share

Sambutan Ibu Tiri Yang Judes

"Mamah apa kabar?" tanya Karina, sambil sedikit membungkuk, saat hendak menggapai tangan Mutmainah, untuk menyalaminya, belum juga tangan Karina bersentuhan, namun segera di tepis dengan kasar oleh Mamah tirinya.

"Karin," seru seorang lelaki, suara baritonnya terdengar tidak asing di telinga Karina.

Saat menoleh betapa senangnya Karina, dilihatnya lelaki yang selama 10 tahun ini jauh dari pandangannya, sosok yang sangat Karina rindukan.

"Ayah," teriak Karina, sambil berlari memeluk sang ayah.

"Ayah apa kabar? Karina kangen banget sama ayah, Ayah kenapa nggak pernah nengokin Karina?" Karina memberondong beberapa pertanyaan kepada Pak Diki.

"Maafin Ayah belum sempat nengokin kamu, soalnya udah beberapa tahun ini ayah merantau di Palembang, ini aja Ayah di kampung baru dua bulan doang," jelas Pak Diki.

"Tapi itu alasan yang nggak masuk akal Yah, 10 tahun waktu yang cukup lama lo, nggak pernah sekalipun Ayah coba buat nyari kabar tentang aku emang, pernah nggak Ayah mikirin gimana nasib aku di luar sana?" tanya Karina, meluapkan semua kekecewaan yang selama ini dia pendam.

"Udah udah, baru juga Ayah kamu pulang, udah langsung ditodong sama pertanyaan konyol kamu, urusan Ayah kamu itu bukan cuma kamu doang, dia itu sekarang udah punya keluarga sendiri, jadi jangan lebay pengen diperhatiin terus," cibir Ibu tiri Karina, dengan bibir yang monyong ke kanan ke kiri.

"Hmm." Karina mendengus kesal, tidak mau menanggapi perkataan ibu tirinya.

"Jangan gitu Mah ngomongnya, kasihan Karina, wajar aja dia nuntut, karena emang selama ini, dia nggak dapat perhatian dan kasih sayang dari aku," tukas Pak Diki, mencoba memberi pengertian kepada istri barunya.

"Jangan terlalu dimanja, nanti ngelunjak."

Karina terdiam, mendengar perkataan ibu tirinya, namun sedikitpun dia tidak menanggapinya, Karina berlalu kembali masuk ke dalam rumah neneknya.

"Tuh lihat anak kamu, nggak ada sopan santunnya sama orang tua, orang lagi ngomong kok main di tinggal gitu aja," sungut Mutmainah.

"Udah gak usah dibahas, aku mau mandi dulu, siapin kopi sama pisang goreng," perintah Diki pada Mutmainah.

Karina masuk ke dalam kamar dan menangis, dia menangis bukan karena ucapan ibu tirinya, namun dia sedih karena meratapi nasibnya, dia merasa seperti anak yang tidak diinginkan.

"Andai dulu Ibu sama Ayah nggak bercerai, mungkin nasib aku nggak bakalan kayak gini." Karina terisak di dalam kamar, hatinya terasa sangat sesak.

"Karin," panggil Bu Atiah dari luar, sambil membuka pintu kamar Karina.

"Makan dulu ayo," ajak Bu Atiah, kepada cucunya.

"Iya Nek," ucap Karina, sambil mengusap air mata di wajahnya.

"Kamu abis nangis ya? Pasti gara-gara si Nenek Lampir," sungut Bu Atiah dengan kesal, hubungan Bu Atiah dengan menantu barunya terbilang kurang baik, karena seiring berjalannya waktu, Mutmainah menunjukkan wujud aslinya, lama kelamaan Bu Atiah tidak suka dengan perangai istri baru anaknya, sekarang Bu Atiah sadar, bahwa Risma adalah menantu terbaik untuknya, dia menyesal karena dulu sering menyakiti hati menantunya, hingga mereka sampai berpisah.

"Enggak kok Nek, aku lagi sedih aja, inget sama Ibu, kalo aja Ibu sama Ayah nggak berpisah." Karina terisak, lalu memeluk sang nenek.

"Yang sabar, kamu itu Anak pertama, kamu harus kuat, nggak boleh cengeng, kalo Mutmainah jahatin kamu, lawan, jangan diem aja," sahut sang nenek, sambil mengepalkan kedua tangannya, mencoba menguatkan cucunya.

"Kamu kok ngajarinnya nggak bner sih Yung," seru Pak Asmadi yang sudah berdiri di ambang pintu.

"Eh kamu to Pak, liat tuh Mbah Kung sampe nyamperin ke kamar, udah nggak usah mikir yang aneh-aneh, mending makan dulu ayo," seru Bu Atiah, sambil mengapit tangan Karina.

Mereka bertiga duduk di meja makan, kakek dan nenek Karina hanya tinggal berdua, karena anaknya yang gadis bekerja sebagai TKW di luar negeri, sedangkan anaknya yang lain sudah menikah dan mempunyai rumah sendiri.

"Wah makan enak nih, udah lama banget nggak makan ikan belanak," ucap Karina, sambil memandangi makanan yang sudah tersaji di atas meja makan.

"Pantesan Nenek pengen banget masak berbagai macam makanan, taunya Cucu Nenek mau pulang," tutur Bu Atiah, sambil mengelus rambut Karina.

"Udah ayo dimakan, jangan di liatin doang," sahut Pak Asmadi.

Di rumah sebelah, Pak Diki dan istrinya, sedang duduk bersantai sambil menikmati teh di depan televisi.

"Mau apa sih Anak itu kesini, pasti kamu ya Mas yang nyuruh!" tuduh Mutmainah.

"Aku aja nggak tahu kalau Karina pulang, kamu kok kelihatannya nggak suka banget anak aku datang ke sini, wajarlah kalau dia pulang ke sini, aku kan Bapaknya, ini juga masih rumahnya," tegas Pak Diki.

"Bukan gitu maksud aku, Karina kesini pasti disuruh sama mantan istri kamu, dia nyuruh anaknya ke sini pasti buat minta warisan,"cibir Mutmainah yang sedang berdiri di ambang pintu dapur.

"Masa iya sih minta warisan, orang aku aja masih hidup," cetus Pak diki.

"Harusnya kamu larang Karina buat ke sini, aku takut dia cuman dijadiin alat sama Ibunya, buat minta duit sama kita."

"Kenapa sih di otak kamu uang terus yang dipikirin, dan satu lagi jangan larang Karina buat pulang ke sini, ingat kamu jangan pernah bersikap kasar pada Anakku, kalau kamu nggak suka, mending kamu aja sana yang pergi!" Hardik Pak Diki.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status