Share

Kerja

Aruna berdecak kagum melihat kemewahan ruang kerja Keenan. Ruangan ini terlalu mewah untuk disebut sebagai ruang kerja di dalam kafe. Lihat saja, design interior ruangan ini terlihat sangat mewah. Aruna yakin, semua barang yang ada di dalam ruangan ini pasti mahal. Di dalam ruangan ini Aruna melihat ada dua pintu. Aruna yakin, itu pasti pintu kamar mandi dan pintu kamar tidur. Itu yang biasa dia baca dalam novel. Selain itu, di sudut ruangan ini Aruna melihat pojokan tersebut telah diubah menjadi tempat bermain anak, yang dapat Aruna pastikan itu khusus dibuatkan Keenan untuk Alarick.

"Jadi gimana? Kamu mau kerja apa?" Tanya Keenan memecahkan lamunan Aruna yang masih fokus mengagumi ruang kerja tersebut.

"Kalau bapak tidak keberatan dan saya diberikan kesempatan, saya ingin bekerja part time di kafe ini pak, saya bisa bekerja sebagai apa saya selain chef Pak" Jawab Aruna tenang. Aruna masih memangku Alarick yang kini sedang duduk tenang di pangkuan Aruna sembari memainkan jari tangan Aruna. 

"Kenapa harus part time? Kamu bisa kerja full time di tempat ini. Dan kamu tahu sendiri kan, gaji kerja full time lebih besar daripada gaji part tiem" Tanya Keenan.

"Saya masih kuliah pak" Jawab Aruna ragu.

"Loh kalau masih kuliah kenapa harus kerja? Maaf sebelumnya tapi saya lihat dari barang yang kamu pakai, tas, baju pasti bukan barang murah. Saya lihat semuanya itu produk dari brand terkenal jadi kalau bisa saya tebak kamu bukan dari kalangan biasa. Kenapa harus kerja part time di kafe" Keenan bingung mendengar jawaban Aruna. Sejak bertemu dengan gadis ini tadi, Keenan bisa menilai kalau Aruna bukan gadis dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.

"Saya harus ngumpulin uang pak untuk kebutuhan saya sehari-hari. Saya masih harus menyelesaikan kuliah saya karena sebentar lagi saya akan lulus kok pak" Jawab Aruna lagi.

"Iya saya paham maksud kamu. Tapi maksud saya begini, saya lihat dari barang-barang kamu, kamu bukan orang yang susah. Kenapa kamu tidak menyelesaikan kuliah kamu saja dulu, apalagi kamu bilang kuliah kamu sebentar lagi selesai, kalau kamu sudah selesai kuliah kamu bisa mendapatkan pekerjaan lebih layak daripada kerja di kafe ini" Keenan mencoba untuk menjelaskan maksudnya kepada Aruna tanpa menyinggung perasaan gadis tersebut.

"Saya memang bukan orang yang susah pak, tapi itu dulu sebelum orang tua saya meninggal. Sekarang saya yatim piatu jadi saya harus kerja untuk memenuhi kebutuhan saya sehari-hari" Jawab Aruna pelan. Keenan langsung merasa tidak enak, pasti perkataannya sedari tadi sudah mengungkit luka gadis di hadapannya ini.

"Maaf maaf saya tidak tahu. Saya turut berduka ya" Ucap Keenan memandang Aruna dengan penuh rasa bersalah.

"Iya gapapa kok Pak. Saya juga sudah bisa menerima keadaan saya sekarang" Balas Aruna tersenyum pada Keenan.

"Kamu bisa kerja di sini. Tapi, saya hanya bisa memberikan pekerjaan kamu sebagai kasir saja. Tidak apa-apa kan?" Tanya Keenan.

"Iya pak, gapapa kok. Saya bisa diterima kerja di kafe ini aja udah senang banget Pak" Tawa Aruna menunjukkan rasa senang gadis tersebut karena bisa diterima kerja di kafe ini.

"Kamu mulai kerja besok aja ya. Sekarang kita ngobrol aja dulu di sini supaya saya bisa lebih kenal pegawai saya. Lagian Alarick kayaknya gak bakal biarin kamu kerja sekarang" Keenan mengakhiri ucapannya dengan kekehan sambil melirik Alarick yang kini masih fokus bermain dengan jari tanvgan Aruna dan mulai mencoba memasukkan tangan Aruna ke dalam mulutnya.

"Kamu bisa atur jam kerja dan jam kuliah kamu?" Tanya Keenan. 

"Bisa Pak. Sekarang saya sudah semester 6 pak jadi sudah tidak organisasi atau kepanitiaan di kampus, tinggal fokus kuliah saja" Jawab Aruna meyakinkan. 

"Oh sudah semester 6, kalau boleh tahu kamu kuliah jurusan apa?" Tanya Keenan. 

"Manajemen Pak" Jawab Aruna.

"Wah sama. Saya juga dulu S1 ngambil manajemen, tapi saya bukan karena tertarik ke sana sih lebih ke tanggung jawab lanjutin usaha orang tua. Ternyata saya malah jatuh hati sama manajemen setelah saya jalanin dan benar-benar fokus jalanin bisnis bahkan coba-coba buka usaha di bidang yang baru" Keenan merasa nyaman bercerita dengan Aruna. Keenan sendiri tidak paham dengan pemikirannya, selama ini Keenan tidak pernah merasa sebebas dan sepercaya ini untuk bercerita dengan orang lain apalagi orang ini baru saja dikenalnya.

"Sama pak, awalnya saya juga karena tuntutan untuk lanjutan usaha orang tua saya" Jawab Aruna terkekeh mengingat alasannya dulu memilih kuliah jurusan ini.

"Oh ya? Orang tua kamu pengusaha dulunya? Kalau boleh tahu, keluarga kamu dulu  bisnis di bidang apa?" Tanya Keenan penasaran. 

"Kalau bapak kenal, ayah saya namanya William Lysander" Jawab Aruna sedikit ragu Keenan mengenal ayahnya.

"Lysander? Jangan bilang pemilik Lysander group?" Tanya Keenan tidak percaya.

"Iya pak" Jawab Aruna semangat. Sejak dulu Aruna sangat senang jika ada orang lain yang mengenal orang tuanya, seperti ada rasa bangga yang tidak dapat diungkapkan.

"Itukan perusahaan terkenal banget. Orang tua kamu itu pengusaha sukses, saya dulu sering kerja bareng orang tua kamu, sering ketemu di acara-acara pengusaha juga" Keenan tidak percaya gadis yang sekarang duduk di depannya ini adalah pengusaha yang dikaguminya dulu.

"Iya, Pak. Makanya dulu papa itu sibuk banget. Tiap minggu pindah kota, pindah negara. Akhirnya mama ikut juga, papa itu manja banget sama mama. Segala sesuatunya harus disiapin mama. Gak bisa deh kalau ditinggal mama" Keenan dapat melihat rindu di pandangan dan wajah Aruna saat menceritakan tentang orang tuanya dulu. 

"Jadi perusahaan papa kamu siapa yang urus sekarang? Kamu kayaknya udah bisa mulai ngurus perusahaan itu" Tanya Keenan. 

"Gak bisa Pak" Jawab Aruna singkat.

"Kenapa? Saya lihat kamu orangnya kerja keras. Kalau masalah ngurusnya kan nanti seiring berjalannya waktu kamu bisa belajar. Lama kelamaan kamu pasti.... " Ucapan Keenan terdengar menggebu-gebu memberi semangat pada Aruna. 

"Saya bukan anak kandung papa dan mama Pak" Aruna memotong ucapan Keenan. 

"Saya hanya anak angkat mereka. Papa sama mama memang baik banget sama aku, mereka ngerawat aku udah seperti anak kandung mereka" Raut kesedihan sekarang tergambar dengan jelas di wajah Aruna.

"Aruna, maaf. Saya tidak bermaksud menyinggung perasaan kamu" Keenan merasa tidak enak lagi karena sudah mengungkit luka Aruna. Raut kesedihan Aruna berhasil membuat Keenan menyesal.

"Iya gapapa kok Pak. Tadi kan saya udah bilang saya udah nerima keadaan saya. Saya gak masalah kok kalau bahas ginian lagi" Jawab Aruna yang sedikit melegakan perasaan bersalah Keenan.

"Jadi sekarang perusahaan itu siapa yang urus?" Tanya Keenan kembali.

"Saudara papa Pak. Awalnya papa buat surat wasiat, semua harta papa jatuh ke aku. Tapi, saudara papa gak terima. Kata mereka aku gak punya hak untuk semua itu. Daripada ribut dan dapat masalah lagi, aku harus ngalah Pak. Aku yakin, kalau aku bersikeras dengan harta itu, pasti mereka semua tempuh semua cara buat lawan aku" Jelas Aruna. 

"Eh maaf Pak. Saya daritadi ngomongnya kurang sopan sama bapak" Seketika Aruna tersadar dengan cara bicaranya yang terlalu santai dengan boss barunya itu.

"Tetap seperti ini aja. Saya lebih suka dengan cara ngomong kamu yang seperti ini. Saya gak mau kamu segan atau takut sama saya" Jawab Keenan halus.

"Kalau gitu bapak juga jangan saya saya" Sahut Aruna langsung tanpa memikirkan perkataannya terlebih dahulu.

"Maaf Pak, maksud aku..."  Aruna langsung melanjutkan perkataannya setelah menyadari perkataannya yang sebelumnya. 

"Gapapa gapapa. Iya aku bakal ubah cara ngomongku juga ya" Jawab Keenan tersenyum. Aruna tidak dapat menyembunyikan senyumnya. Ada rasa bahagia yang tidak dapat dia artikan saat mendengar Keenan berbicara sesantai itu padanya. Aruna merasa semakin dekat dengan Keenan.

"Ssstt" Keenan tiba-tiba mengisyaratkan Aruna untuk diam dengan meletakkan satu jari telunjuknya di bibirnya.

"Alarick ngantuk" Keenan berbicara tanpa mengeluarkan suara, berharap Aruna dapat memahami maksud perkataannya. 

Aruna berusaha melihat Alarick yang duduk membelakanginya di pangkuannya. Setelah itu Aruna berdiri sembari membalikkan badan Alarick untuk menghadapnya. Lalu Aruna meletakkan kepala Alarick di bahunya. Sembari mengelus pelan punggung bayi itu, Aruna berharap Alarick bisa tertidur nyaman.

"Ada kain gendongannya pak?" Tanya Aruna pada Keenan.

"Letakin di sana aja" Jawab Keenan sambil menunjuk tempat tidur bayi di sudut ruangan itu.

Aruna lalu melangkah ke sudut ruangan tersebut. Dengan perlahan Aruna berusaha meletakkan Alarick ke tempat tidurnya, agar bayi itu tidak terbangun. Namun, baru saja berhasil diletakkan di tempat tidurnya, Alarick langsung menangis. Akhirnya Aruna mengangkat kembali Alarick ke dalam gendongannya. 

"Aku gendong aja Pak" Jawab Aruna akhirnya. 

"Aku ambil kain gendongannya di kamar dulu ya. Aku biasanya gendong dia pakai itu" Jawab Keenan menunjuk gendongan Alarick kepada Aruna, bukan kain gendongan. Dan kalau Aruna pakai itu untuk menggendong Alarick, badan bayi itu pasti sakit.

"Ini, sini saya bantu pasangkan" Keenan kembali dengan membawa kain gendongan di tangannya. Lalu membantu Aruna memasangakan kain gendongan tersebut. Aruna menggendong Alarick dengan posisi tidur di depannya.

"Kamu duduk aja" Tawar Keenan menggerakkan kursi yang tadi diduduki Aruna untuk kembali duduk.

"Nanti aja Pak. Nanti Alarick kurang nyaman tidurnya" Tolak Aruna halus.

"Saya lanjut kerja dulu ya. Ada beberapa berkas yang harus saya urus" Balas Keenan akhirnya. Aruna hanya menjawab dengan anggukan.

Keenan kembali duduk ke tempat duduknya. Dia mulai fokus mengurus beberapa berkas, melanjutkan pekerjaannya. Sekali-kali pria itu melihat Aruna yang berjalan ke sana ke mari sembari menepuk pelan badan Alarick agar tidur bayi itu semakin nyenyak. Keenan bingung dengan perasaannya sekarang, tidak tahu harus menggambarkannya bagaimana. Melihat Aruna menggendong Alarick dan Alarick nyaman di gendongan Aruna membuat perasaan nyaman dan senang di hati Keenan. Baru kali ini dia bisa melihat Alarick nyaman bersama orang lain.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status