“Ini tempat tinggalku?”
Alex yang baru saja selesai menaruh koper milik Adelia di dalam kamar menoleh ke arah pintu.
“Iya, Baby. Tepatnya tempat tinggal kita,” jawab Alex tenang.
“Apakah kita sudah tinggal bersama?” tanya Adelia.
Alex mengangguk. Diraihnya lengan Adelia dan membawa gadis itu duduk di atas tempat tidur.
“Istirahatlah, Baby. Nanti aku akan menceritakan hal lainnya padamu. Bagaimana?” bujuk Alex.
Adelia menatap kedua bola mata biru Alex sejenak sebelum mengangguk. Alex segera membantu Adelia berbaring dan menarik selimut sebatas dada.
“Kamu mau ke mana?” tanya Adelia mendapati Alex menjauh.
“A-aku akan beristirahat di luar. Kamu bisa memanggilku jika butuh sesuatu,” ucap Alex menahan perasaannya.
“Apakah selama kita tinggal bersama kita selalu tidur terpisah?”
Pertanyaan Adelia membuat Alex terkesiap dan refleks menggelengkan kepala.“Tidak. Kita selalu tidur bersama, di atas tempat tidu
Double update 2 part. Komen sebanyak-banyaknya ya biar aku makin semangat nulisnya. Jangan lupa bintang limanya ya, Kak Terima kasih
“Kamu benar mengizinkan aku pergi sendiri?” tanya Adelia untuk ke sekian kalinya. “Iya, Baby. Untuk apa aku berbohong?” jawab Alex lembut. Sejak Alex memberitahu perihal kerelaannya membiarkannya pergi sendiri, Adelia tak henti-hentinya bertanya untuk meyakinkan bahwa memang benar adanya. Alex pun dengan sabar menjawab setiap pertanyaan yang sama tanpa mengeluh. “Aku sudah menyiapkan pesawat pribadi agar kamu bisa lebih nyaman. Selain itu untuk penginapan juga telah siap,” ucap Alex bangga. Adelia menarik sudut bibirnya sekilas. “Terima kasih.” “Hanya terima kasih?” pancing Alex. Adelia mendongak. Tanpa Alex duga sebuah kecupan Adelia berikan untuknya, membuat Alex semakin melebarkan senyumannya.Adelia bingung kenapa dirinya bisa melakukannya, ia hanya mengikuti dorongan hati yang menuntun untuk itu. “Kita akan ke rumah Mommy sebelum kamu berangkat, besok,” Alex merengkuh pinggang Adelia
“Apa kamu bilang? Adelia berangkat ke California?” tanya Tommy memastikan. Alex mengangguk. “Kamu gila atau begok sih!” pekik Tommy geram. Bagaimana bisa sahabat songongnya ini membiarkan Adelia yang baru saja sembuh untuk bepergian jauh tanpa dirinya? Bukankah kejadian kemarin harus menjadi pelajaran untuknya? Alex mengusap kasar wajahnya. Kedua tangannya merambat mengacak-acak rambutnya menjadi kusut masai. “Mau bagaimana lagi, Tom?” desah Alex kesal. “Kalau dia bahkan tidak mengizinkan Gue ikut pergi!” “Dan kamu nggak berusaha membujuk dia? Iya?” desak Tommy beruntun. Ada apa dengan sahabatnya ini? Kenapa semakin lama menjadi lemah? Ke mana sifat pemaksa yang selama ini dia miliki? Alex memejamkan matanya lelah. Semalaman ia tidak tidur dengan benar karena cemas memikirkan Adelia. Meskipun Vivi melaporkan semua aktivitas Adelia hingga gadis itu terlelap. Tapi, tetap saja berbeda.
Suara desahan pria dan wanita yang kini sedang bertarung menggapai kenikmatan, memenuhi sebuah kamar hotel di New York. “AARRGGHH!!!” geraman seorang pria yang kini berada di bawah tubuh seorang wanita, yang tampak menaikturunkan pinggulnya, menggema. Menandakan sesuatu telah menghantam dirinya. “Bagaimana Gerald?” tanya Stella dengan nafas yang masih terengah-engah dan menjatuhkan diri ke dada berbulu milik Gerald Franklin. “Kau memang luar biasa, Honey. Aku berpikir, kau terlalu baik untuk Alexander,” puji Gerald. Stella menyunggingkan senyumannya di dada Gerald mendengar pujian yang keluar dari bibir pria itu. Drrt ... drrt .... drrt .... Tangan Gerald terulur meraih ponselnya yang berada tak jauh darinya. Fiona Calling .... Gerald mengerutkan dahinya mendapati adik perempuan satu-satunya menghubunginya. Tanpa pikir panjang ia menarik tombol pada layar dan menyalakan loudspeaker.
Sebuah katedral dengan bangunan klasik yang terletak di kota San Diego, California menjadi pilihan Alex dan Adelia untuk mengucapkan janji suci pernikahan. Lamborgini Aventador merah yang dikemudikan Alex, berhenti tepat di depan katedral. Membawa sepasang calon pengantin yang sedang berbahagia. Seorang laki-laki dengan setelan tuksedo berwarna hitam, dipadukan dasi putih panjang, dengan tatanan rambut yang begitu rapi, turun lebih dulu, dari pintu sebelah kemudi. Dengan gerakan cepat, laki-laki berpakaian rapi itu membantu seorang gadis dengan gaun pengantin berwarna putih, yang membalut tubuh indahnya. Alex mengulurkan tangan untuk menyambut Adelia yang menerima dirinya untuk melangsungkan pernikahan mereka, sore ini, dengan senyuman yang tak pernah luntur dari bibirnya. Adelia tampak anggun dalam balutan gaun putih sederhana yang menjuntai, dan seikat bunga mawar yang berada di tangan kirinya. Adelia mengaitkan tangan kanannya ke lengan Alex, bersi
Adelia melenguh dengan mata terpejam saat kecupan-kecupan basah mendarat di pundaknya yang masih polos. Setelah pergulatan panasnya semalam yang terjadi sampai pagi menjelang, membuat Adelia merasa letih dan lemas. Karena sang suami tak henti-hentinya menyiksanya dengan kenikmatan. Dalam hati Adelia bangga dan bersyukur karena yang berhasil memasukinya adalah suaminya sendiri. Sekarang ia jadi tahu kenapa mantan kekasih brengseknya memilih wanita lain saat dirinya tak mau melakukannya dulu. “Morning, My Wife?” sapa Alex dengan suara serak yang mengisyaratkan gairah di dalamnya. Adelia yang masih enggan berbalik dan membuka mata, tersenyum. “Morning, Husband?” Husband? Alex tak henti-hentinya tersenyum dan terus bersyukur. Akhirnya, ia bisa memiliki wanita pilihannya sebagai istri. Apalagi saat mendengar suara manja Adelia memanggilnya ‘Husband’, Alex merasa sangat bahagia. “Apakah kamu ingin berendam, Wife?” tanya Alex yang kini member
Seorang pria bersetelan jas yang rapi turun dari mobil Ferrari miliknya di lobi perusahaan keluarga, Franklin Corp. Pria itu berjalan diikuti seorang sekretaris yang sudah menjadi kepercayaannya selama sepuluh tahun terakhir. “Ada hal penting apa hingga kau menungguku di lobi, Ton?” tanya Gerald yang kini berada di dalam lift khusus menuju ruangannya. “Pemberhentian kontrak sepihak dari Johnson Corporation, Mr. Franklin. Berkas yang baru dikirim kemarin dan tiba hari ini,” jawab Tony, gugup. Ting .... Gerald keluar dari lift dan berjalan masuk ke ruangannya. “Masuk ke ruanganku, Ton!” titah Gerald, cepat. “Baik, Mr. Franklin,” jawab Tony, mengikuti langkah Gerald yang teratur. Gerald melepas kancing jasnya lalu duduk di kursi kebesarannya. Ia menyalakan laptop sebelum Tony kembali dengan laporan yang akan membuatnya emosi. “Lanjutkan!” perintah Gerald. Tony yang paham segera mendekat, meletakkan dokumen ya
Adelia tak henti-hentinya mendesah saat bibir Alex memberikan isapan sensual di sekitar leher dan tulang selangkanya. Gaun yang ia pakai sudah terlempar tak jauh dari sofa yang berada di ruang tamu. Menyisakan bra yang membalut gundukan lembut miliknya dan kain tipis segitiga di area sensitifnya. Ditambah tangan Alex yang meremas kedua gundukan lembut miliknya secara bersamaan. Tubuh Adelia terangkat dengan dada membusung meminta sentuhan yang lain. Sentuhan yang membuatnya merasakan gelombang kenikmatan. Alex mengabulkannya. Kedua tangannya meraba kaitan bra yang berada di punggung Adelia. Bra terlepas dan terlempar di lantai yang dingin. Dada Adelia bergerak sensual seiring memburunya nafas Adelia karena ulah Alex yang mulai memberikan sentuhan di dadanya yang polos. Tangan Alex bergerak bersamaan. Meremas dan memainkan puncak gundukan itu sesuka hati. Alex menyukai bagaimana Adelia akan mendesah keenakan karena sentuhannya. “Ahh ....
Seorang laki-laki dengan wajah panik dan gusar sedang mengomel di unit apartemen miliknya karena panggilan ponsel yang tak kunjung diterima. “SIAL! Bisa dihabisi Gue sama Tuan Franklin!” Bulir-bulir keringat menetes dari wajah meski ada pendingin ruangan yang sedang menyala. “Lebih baik Gue mandi dulu.” gumamnya. Laki-laki bernama Adam itu bergegas masuk ke kamar mandi untuk menjernihkan pikirannya. Tiga puluh menit kemudian, Adam yang telah selesai membersihkan diri sekaligus menenangkan pikirannya, kembali ke kamar untuk berganti baju. Belum sampai ia menarik pakaian di lemari, ponselnya berdering kencang. Dengan gerakan cepat Adam mengambil ponselnya dan menjawab telepon masuk yang telah ia tunggu. “Halo, Stella?” >> “Ada apa?” “Sepertinya Gerald sudah curiga dengan laporan keuangan palsu itu.” >> “Bagaimana bisa?” “Karena Alexander Johnson memutuskan kerja sama dengannya karena tuduhan ko