“Ya ampun, Nyonya,” pekik Sherly ketika melihat darah yang menetes dari telapak tangan Becca.
Becca meringis seraya menekan luka itu dengan tangan kanannya. Namun, ia masih bisa mengulas senyum agar Sherly tidak semakin panik.
“Tidak apa-apa, Sherly,” ucapnya. “Ini hanya luka tak seberapa. Bahkan ...”
“Ki-kita ke rumah sakit sekarang.” Tanpa menunggu jawaban sang nyonya, wanita itu mengeluarkan ponselnya untuk meminta bantuan.
Selama perjalanan menuju rumah sakit, keringat dingin keluar dari tubuh Sherly. Tentu saja, bagaimana ia bisa tenang ketika sang majikan yang seharusnya dijaga malah terluka.
“Maafkan saya, Nyonya. Seharusnya saya tidak membiarkan Anda memegang pisau setajam itu.”
Seraya menahan rasa nyeri di bagian lukanya, Becca memberikan senyuman agar sang pengawal berhenti meminta maaf. Namun, ia salah besar.
Sherly semakin menundukkan wajah.
“Jangan menyalahkan dirimu terus, Sherly. Ini hanya nyeri sed
Wanita yang tak lain adalah Celine Addison itu mengepalkan kedua tangannya. Wajahnya memerah seiring emosi yang menyeruak.Pemandangan yang baru saja Celine saksikan membuat aliran darahnya mendidih. Ia tidak terima ada wanita lain yang berada di dekat pria idamannya tersebut.“Seharusnya akulah yang direngkuh erat seperti itu oleh Gabriel. Bukan wanita jalang itu,” geram Celine dengan amarah yang menggebu-gebu.Dikuasai gejolak emosi, Celine mengambil ponsel di dalam tas yang akhir-akhir ini selalu ia bawa. Menggulir salah satu nomor kontak di deretan kontak dan melakukan panggilan singkat.“Bergeraklah malam ini. Berhati-hatilah,” pesannya pada seseorang di seberang sana. “Aku tidak ingin rencana ini gagal seperti sebelumnya.”“...”Celine menyeringai.“Ingatlah apa yang harus kalian ucapkan jika kalian tertangkap.”“...”“Lakukan dengan bers
Note : Maaf, babnya agak panjang. Part berikutnya akan kembali ke 6-8 koin.Gabriel menggeram kesal. Marah pada dirinya sendiri karena tak punya keberanian mengatakan perihal kabar yang baru saja ia terima.Sial!Sudah pasti wanita itu merajuk karena ulahnya, yang tanpa sadar melamun selama mereka menikmati makam siang. Dan lebih parahnya, Gabriel tidak menyahut ketika sang istri memanggilnya berulang kali.Tak ingin mengundang kemarahan sang istri yang akan berakhir mengerikan, lelaki dengan wajah lesu itu memutuskan untuk tak kembali ke kantor. Ia akan membujuk wanita itu, lalu pelan-pelan berbicara empat mata.Jantung Gabriel berdegup kencang. Entah mengapa perasaannya menjadi tak karuan, padahal ini bukan pertama kali mendapati wanita itu merajuk.Dengan menyebut nama Mommy dan Grandma di dalam hatinya, Gabriel persis seperti remaja yang membuat kesalahan dan menginginkan maaf dari sang kekasih hati.Perlahan ia memutar kenop dan
Nafas Becca memburu setelah ia mendapatkan pelepasan yang membutakan matanya, di susul oleh Gabriel yang turut mendapat hal serupa.Keringat hasil dari percintaan mereka, menciptakan rasa lembab di sekujur tubuh yang polos, tanpa sehelai benang.Belum ada yang bersuara selama beberapa saat lamanya. Tampaknya mereka masih menikmati euforia ledakan kenikmatan yang baru saja didapatkan.Lelaki yang lebih leluasa bergerak itu beringsut mendekat ke arah sang istri. Menatap dengan binar-binar cinta yang tercetak jelas di kedua manik kebiruan di sana.Dengan penuh kelembutan, punggung tangan Gabriel memberikan sentuhan pada pipi, sebelum ia bertanya lirih. “Bagaimana?”“Yang tadi nikmat sekali, Hubby,” jawab wanita itu dengan kedua pipi merona.Gabriel tersenyum geli. “Maksudku .... tanganmu yang terluka itu. Apakah baik-baik saja?”Dalam sekejap kedua pipi Becca semakin memerah hingga ke leher. Ia d
Untuk beberapa saat lamanya, Becca menatap pria itu tak berkedip. Ia bahkan tak bergeming kala pria paruh baya itu memintanya masuk untuk yang kedua kalinya.Hingga satu suara Lucia terdengar memecah keterkejutannya.“Gerald? Siapa yang datang?”Suara itu, suara yang amat Becca rindukan. Setelah beberapa minggu ia meninggalkan rumah, selama itu pula lah ia tak bertemu dengan wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya.“Ayo kita masuk, Baby.” Ajakan Gabriel langsung diangguki oleh Becca dan wanita itu semakin berpegangan erat pada lengannya.“Semuanya akan baik-baik saja, Baby.”Bukan ucapan, bukan pula sahutan, tapi satu senyum manis yang Becca berikan sebagai balasan untuk perkataan Gabriel barusan.Atmosfer di ruang inap VIP rumah sakit itu menjadi kaku ketika Becca dan Gabriel melangkah masuk, mendekati Lucia yang termangu di atas ranjang.“Selamat malam, Ma.”Adala
Harapan Becca pada sosok ayah sangat besar. Oleh karena itu, sedari kecil ia selalu bersemangat menghitung hari yang dijanjikan oleh Lucia.Anehnya, ketika pria yang ia tunggu bertahun-tahun ada di hadapannya, hati Becca mendadak ragu untuk menerima. Apalagi ketika ia teringat ucapan pemilik kelab malam—tempat ia bekerja dan bertemu dengan Gabriel.‘Kau itu cantik, Becca. See, wajahmu terlihat mahal. Tidak seperti orang kekurangan pada umumnya. Aku jadi curiga ... apakah sebenarnya kau adalah anak orang kaya yang tak diinginkan?’Tubuh Becca menegang kaku. Alih-alih menyambut sang ayah, ia malah beranjak dan berlari keluar dari ruang perawatan Lucia tanpa berpamitan.“Becca!” seru semua orang bersamaan.“Susul dia, Gabriel. Mama mohon.”Gabriel bangkit. “Mama tenang. Gabriel akan mengurusnya.”Setelah mengucapkan itu Gabriel langsung keluar mencari keberadaan istrinya.Di da
Butuh waktu yang tidak sebentar bagi Becca kembali tenang. Dan sebagai suami yang pengertian, Gabriel tetap bertahan pada posisinya, meskipun kedua kakinya mulai kesemutan.Hingga setelah lebih dari tiga puluh menit lamanya, Becca yang sudah puas menangis berangsur melonggarkan pelukannya.“Sudah?”Becca mengangguk lemah.Kedua tangan besar Gabriel menangkup pipi Becca dan membawa tatapan wanita itu hanya berpusat padanya. Mengulas senyum termanis yang ia miliki, Gabriel kemudian mengecup bibir tipis itu sebelum berkata.“Menerima dan memaafkan memang tidak mudah, tapi menghindar juga tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Kau tau jika aku akan selalu di sampingmu apa pun yang terjadi nanti?”Becca ingin menggeleng, tapi terasa kaku. Memang yang dikatakan sang suami adalah benar. Ia pun tahu dan seratus persen sadar. Namun, ia hanya belum siap mendengar alasan mengapa ayah kandungnya harus meninggalkan ia dan sang m
Orang-orang selalu bilang jika pasangan pengantin baru akan lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur ketimbang di kantor atau tempat kerja lainnya. Nyatanya itu benar dan sedang dialami oleh Gabriel.Sang CEO di Johnson Corporation itu benar-benar tak bisa sedikit pun meninggalkan sang istri lebih dari delapan jam. Ketika laki-laki itu di kantor, setiap saat pasti akan selalu mengirimkan pesan dan mengharap mendapatkan balasan dalam waktu singkat. Jika tidak, bisa dipastikan ia akan emosi.Seperti halnya pagi ini. Gabriel mengamuk pada Algio hanya karena salah meletakkan dokumen yang belum ia kerjakan.Hal itu tentu saja membuat sang asisten terkejut. Selama ia bekerja dengan sang CEO, ia belum pernah mendapat kemarahan sebesar ini.Tapi demi apa bosnya yang terkenal dingin dan cuek bisa mengamuk semengerikan ini?Begitulah pertanyaan itu menggema di kepala Algio. Meskipun ia sudah meminta maaf, Gabriel bersikap ketus padanya.“
Sejak Gabriel memutuskan panggilan teleponnya tadi pagi, tak ada kabar hingga waktu hampir sore hari. Wanita yang sejak tadi mulai gusar, berulang kali mengecek ponselnya.“Kenapa dia belum pulang?” gumam Becca kesal.Tanpa ia sadari, laki-laki yang ia rindukan sudah berdiri tepat di belakangnya membawa satu buket mawar merah segar. Laki-laki itu menahan diri untuk tidak tertawa mendengar umpatan yang jelas ditujukan padanya.Tak ingin melihat wanita itu merajuk, tangannya terulur memberikan buket itu tepat di depan wajah sang istri.“Terimalah bunga ini sebagai permintaan maafku, Baby,” bisik Gabriel mesra. Tentu saja perlakuannya itu membuat Becca terkejut dan menegang.Alih-alih menjawab, Becca malah memberikan pertanyaan. “Kau sudah pulang?”Gabriel mengangguk dan masih berada di belakang tubuh istrinya. “Ya. Aku baru saja pulang.”Tak salah Gabriel mendengar kelegaan dari istrinya.