Kinan benar-benar dalam dilema besar. Jika ia menolak permintaan Nyonya Rose, ia takut kesehatan wanita itu akan memburuk. Namun, apa iya dirinya harus menuruti permintaan majikannya itu. Menikah dengan si tuan muda brengsek. Astaga, hal itu bahkan tidak pernah terpikir olehnya sama sekali. Bahkan jika makhluk bernama Shaka itu adalah lelaki terakhir di dunia ini, lebih baik ia menjadi perawan tua. "Kamu wanita yang paling tepat untuk Shaka. Anak itu butuh pendamping yang baik agar bisa membimbingnya. Hidup anak itu kacau sekali. Perusahaan Adiwiguna akan jatuh kalau kelakuan Shaka masih seenaknya saja seperti itu." Begitu yang diucapkan Nyonya Rose saat Kinan mencoba bernegosiasi untuk menolak permintaannya. "Kamu tidak punya kekasih, kan?" Kinan menggeleng. Meskipun tidak punya kekasih, tapi ia juga tidak mau punya hubungan dengan pria macam Shaka. Ya Tuhan, bagaimana nasibnya jika ia benar-benar harus menikah dengan si menyebalkan itu? Kinan bergidik ngeri. "Nah, sempurna. Angga
Wanita berusia lima puluhan yang masih terlihat cantik dan elegan itu memasuki kediaman Adiwiguna dengan wajah masam. Ia membuka kacamata hitam brandednya saat berpapasan dengan Atun. "Selamat datang, Nyonya Rima," sapa gadis itu seraya membungkukkan badan memberi hormat pada wanita yang dipanggil dengan nama Rima itu. Ia adalah ibunda Shaka. Datang dari Surabaya untuk menemui mamanya, Nyonya Rose. "Nyonya Besar ada di kamarnya?" tanya Rima pada Atun. "Iya, Nyonya. Silahkan." Rima mengangguk dan melanjutkan langkahnya menaiki tangga. Saat hendak masuk ke kamar Nyonya Rose, ia berpapasan dengan seorang gadis mudq yang membawa nampan berisi piring kotor. Dia menatap penuh selidik pada Kinan. Bahkan dia tidak membalas sama sekali senyuman gadis itu."Ma, apa-apaan sih kabar yang mama kasih tahu ke aku? Mama serius?" todongnya pada wanita tua yang sedang berkutat dengan buku. "Rima, baru datang bukannya tanya kabar mama." Nyonya Rose menggeleng pelan. Putrinya itu tidak berbeda jauh d
Ketegangan antara Nyonya Rose dan Rima terus terjadi. Rima terpaksa harus menginap beberapa hari. Ia tidak rela putra semata wayangnya menikah dengan perempuan yang tidak sederajat dengan keluarganya. Namun, saat Rima tetap bersikeras untuk membatalkan pernikahan, Nyonya Rose jatuh pingsan dan harus dilarikan ke rumah sakit lagi. "Ma, udah lah, ikuti saja kemauan Oma," bujuk Shaka saat menunggui Nyonya Rose. Ia merasa, kesehatan neneknya benar-benar tergantung dari pernikahannya dan Kinan. "Gadis itu sudah mempengaruhi Oma kamu." kesal Rima."Ya, apa pun itu, kesehatan Oma lebih penting, kan?" "Tapi, kenapa harus mengorbankan kamu? Mama tidak bisa menerima!"Shaka mengedikkan bahu. Sebenarnya, pernikahan itu hanya sekedar formalitas agar Nyonya Rose bahagia. Tentang kehidupan pernikahan yang akan ia jalani nantinya dengan Kinan, mereka sudah menyetujui adanya perjanjian, untuk tidak mengganggu urusan masing-masing. "Mama nggak rela kamu menikah dengan gadis yang tidak jelas asal u
"Mulai sekarang kalian satu kamar!""Mulai sekarang Kinan tidak boleh memanggil Shaka dengan sebutan Tuan. Panggil dengan sebutan Mas Shaka.""Mulai sekarang, kalian adalah suami istri, jadi bersikaplah seperti layaknya dua orang yang sudah menikah." Begitulah titah-titah Nyonya Rose setelah Kinan resmi menikah dengan Shaka. Dan malam itu adalah malam pertama Kinan pindah ke kamar Shaka. Awalnya, ia cukup tegang dan khawatir karena takut pria yang sudah berstatus resmi sebagai suaminya itu akan berbuat yang tidak-tidak padanya. Namun, Kinan merasa lega, karena tanpa sepengetahuan Nyonya Rose, Shaka pergi entah ke mana malam itu. Begitu lebih baik, pikir Kinan. Ia akan mengatur tempat tidurnya sendiri di kamar itu. Untungnya, kamar Shaka begitu luas dan ia bisa punya tempat sendiri, meskipun tidak jauh dari ranjang milik pemuda itu. Kinan anggap, Shaka hanya seseorang yang berbagi kamar dengannya, namun tidak saling mencampuri urusan masing-masing. Setelah selesai berberes, Kinan me
"Kinan, kenapa wajahmu murung begitu?" tanya Nyonya Rose saat Kinan mengantar makan siang untuk wanita itu. Kinan sebenarnya ingin meminta untuk kembali menempati kamarnya yang dulu, tetapi dia masih ragu-ragu."Nyonya, sebenarnya saya ingin membicarakan sesuatu," ucap Kinan hati-hati."Kenapa kamu masih memanggilku Nyonya, Kinan? Panggil Oma mulai sekarang, ya?""Oh, i-iya, Oma." Rasanya cukup aneh memanggil wanita itu dengan sebutan Oma. Pasalnya, Kinan merasa dirinya masih bekerja pada Nyonya Rose. Meskipun statusnya kini adalah istri Shaka. Dan Nyonya Rose pun tidak keberatan saat Kinan mengatakan kalau dirinya akan tetap merawatnya seperti biasa. Wanita itu justru semakin menyukainya. Nyonya Rose tersenyum lembut. "Kamu mau membicarakan apa?" "Mmm, s-sebenarnya, saya mau meminta untuk menempati kamar saya yang dulu, Oma."Kening Nyonya Rose mengerut. "Maksudmu, kamu dan Shaka mau pindah ke kamar itu?" "Bukan, Oma. Hanya saya sendiri.""Maksudmu, kamu mau menempati kamar itu se
Seharian Kinan merasa gelisah karena memikirkan nanti malam dia harus tidur satu ranjang dengan Shaka. Ini akan menjadi pengalaman pertamanya. Bahkan dulu dengan mantan kekasihnya, Kinan tidak pernah melakukan apa pun yang menjurus ke sana. Hanya sebatas pelukan saja. Namun kali ini dia harus siap dengan hal itu. "Mbak Kinan gelisah banget," ucap Atun yang keheranan sedari tadi Kinan tampak cemas. Duduk, berdiri, membantunnya memotong sayuran, lalu mondar-mandir. "Oh, nggak papa, Tun." Kinan berusaha mengulas senyum untuk menutupi kegelisahan hatinya. Dia tidak bisa seharian gelisah seperti ini. Mungkin sebaiknya dia berjalan-jalan keluar untuk sekedar mengalihkan pikirannya. Akhirnya, dia meminta izin pada Nyonya Rose untuk keluar rumah. Karena tidak punya banyak teman akrab untuk bisa diajak jalan-jalan, akhirnya Kinan memutuskan untuk menikmati suasana city walk untuk sekedar menghirup udara segar sambil minum kopi dan makan camilan, serta duduk-duduk di kursi taman dan memperha
"Kinan, ngapain kamu di sini?" tanya Shaka seraya menelisik pemuda yang duduk di samping istrinya itu. Tentu saja Kinan sangat terkejut melihat Shaka yang muncul entah dari mana. Gadis itu gelagapan. "Loh, Mas, eh, Tuan Shaka ... T-tuan juga kenapa ada di sini?" Kinan berucap sekenanya. Pasalnya, Doni sepertinya sedang bertanya-tanya dalam hati siapa pria yang tiba-tiba muncul ini. "Siapa, Kinan?" tanya Doni yang juga menatap ke arah Shaka penuh selidik. Pria itu tampak tidak seumuran dengannya dan Kinan. Dan dari penampilannya terlihat kalau dia seorang pria kaya yang bekerja di kantoran. "Oh, ini ... Tuan Shaka, majikanku," jawab Kinan berbohong, disusul oleh desisan di bibir Shaka. Dia lalu menarik lengan Kinan menjauh dari pemuda di sampingnya. "Aku tanya, kamu lagi ngapain di sini?" ulang Shaka. Pria itu tampak sedikit kesal. Tampak dari ekspresi wajahnya yang biasanya jahil, kini terlihat serius. "Lagi jalan-jalan, Tuan. Saya kan libur hari ini.""Ayo, pulang!" Shaka menari
Malam itu, Kinan merasakan kecemasan yang luar biasa. Ia harus berbagi ranjang dengan Shaka. Kinan merasa gugup dan cemas. Cemas Shaka akan berbuat yang tidak-tidak padanya. Namun, ia hanya bisa memejamkan mata dan berharap semuanya akan baik-baik saja. Shaka belum pulang dari kantor dan Kinan harap pria itu tidak usah pulang sekalian. Dia berdoa semoga Shaka kecantol salah satu wanitanya dan tertahan di sana, sehingga Kinan bisa tidur tenang malam ini. Namun, sepertinya harapan Kinan tak terkabul. Menjelang tengah malam, Shaka masuk ke dalam kamar dan terkekeh melihatnya di atas ranjang. "Sudah siap rupanya," ucapnya. "Tunggu, ya ... aku mandi dulu." Kinan memaki dirinya dalam hati. Kenapa tadi dia harus buang air kecil ke kamar mandi dan saat Shaka masuk kamar, bertepatan dengan Kinan yang sedang naik ke atas ranjang. Seharusnya dia berpura-pura tidur dengan lelap sehingga Shaka tidak akan mengganggunya. Dia menatap pintu kamar mandi dengan harap-harap cemas. Harapan jahatnya, Sh