Aku berusaha menghubungi Lay Ka. Sepertinya dia masih di lokasi syuting karena saat dia mengangkat teleponnya suaranya sangat ramai. Lay Ka kesulitan mendengarkan suaraku. "Lay Ka, tolong aku ... sekarang aku di kantor polisi Central, aku tidak bersalah!" itu yang aku katakan. Tapi kiranya Lay Ka tidak mendengarnya. Dia berusaha untuk bertanya berkali-kali memperjelas, tapi tetap saja tidak bisa mendengar. "Alien ...halo?" Tidak jelas, Alien!" kata Lay Ka berteriak. "Kirimlah pesan!" lanjut Lay Ka meminta. Padahal aku bisa mendengar dengan jelas suara Lay Ka meskipun berisik. Akhirnya aku menulis pesan dalam bahasa Inggris. Karena aku tidak bisa menulis bahasa kantonis. Padahal aku juga tidak pandai berbahasa Inggris. "Help me, please!, I"m in trouble! Now, I am in police office in Central," itu yang aku tulis entah itu benar atau salah, aku yakin ini cukup dimengerti Lay Ka. Polisi Hongkong mempersilahkan aku duduk di suatu ruangan dan ponselku disita untuk diperiksa juga. Mer
Sudah dua hari wanita penyebab aku mendekam di terali besi itu bungkam tanpa mengungkap pernyataan apapun. Ini membuat aku masih terkatung-katung di tahanan. Geram rasanya, ingin menghampiri nya dan menjambak rambutnya. "Kenapa sih sulit mengakuinya, takut hukuman mati menantimu ya? Tapi kenapa harus aku, coba? Apa salahku padamu?" monologku dengan geram. "Ada apa?" tanya polisi penjaga kepadaku. Aku mengoceh sendiri dalam bahasa Indonesia kayak orang gila. Sehingga membuat polisi Hong Kong merasa terganggu. "Pengacaramu ingin bertemu," kata seorang polisi yang lain yang tiba-tiba muncul. Apakah dia bersama Lay Ka? Kenapa aku merindukannya? Harusnya Devis yang kuharapkan, karena selain Lay Ka dia banyak membantuku juga. Bahkan dia dengan terus terang sudah menyampaikan perasaannya kepadaku. Polisi membuka gembok terali dan mengikutiku saat aku melangkah ke suatu ruangan. Telah duduk pengacara ku Andy Cheong sambil membuka-buka berlembar-lembar kertas fail. "Selamat siang, Tua
Aku harus bisa menepis keinginanku yang melambung tinggi. Jangankan untuk memiliki, mendekati saja resikonya seperti ini. Aku berani bersu'udzon ini pasti ulah dari keluarga besar Hanna tunangan Lay Ka Shing. Tidak habis pikir bagaimana hanya demi menghancurkan aku yang hanya seorang babu dari Indonesia mereka melakukan pengorbanan yang begitu besar. Narkoba sebagai barang bukti itu bernilai milyaran harus hilang di sita pemerintah Hong Kong hanya untuk menjebakku. "Alien, aku berjanji akan membantumu, ini hanya jebakan belaka untuk menjauhkan kamu dari Bos Lay Ka," janji Devis. "Terima kasih, Devis, kamu melakukan banyak pengorbanan buat aku juga mama dan anakku. Bagaimana cara aku membalasmu, Devis?" gumamku pelan. "Jangan bilang kamu menerima cintaku karena ingin membalas budi, Zhee? Andai memang demikian tak apalah, aku akan membuatmu benar-benar mencintaiku tanpa syarat," kata Devis yakin. "Beri aku kesempatan untuk jatuh cinta lagi, aku butuh waktu, Devis. Apalagi mengingat a
Aku keluar dari masjid terbesar di Hong Kong yang terletak di Central bersama dua temanku, Yuni dan Yuli. Untuk naik MTR aku harus berjalan menelusuri lorong yang lumayan jauh. Kami bertiga berlarian mengejar waktu agar cepat sampai di rumah majikan.Terutama aku karena harus memasak untuk makan malam. Majikanku seorang nenek yang hidup sebatang kara karena kedua anaknya tinggal di luar negeri, yaitu Canada dan Amerika. Satu tahun kebersamaan kami menumbuhkan rasa saling menyayangi. Sebelum tidur aku memijit badannya dengan penuh kasih sayang sambil kita saling curhat. Kebetulan dari kecil aku tidak pernah mendapat kasih sayang dari seorang kakek dan nenek.Kami bertiga berjalan semakin cepat, kami terbawa kebiasaan orang Hong Kong, serba cepat."Alien, wah ini artis tampan yang sering tampil di televisi, selfi dong!" ajak Yuni."Ayo ... ayo!" sahutku dan Yuli setuju.Sepanjang lorong yang terang benderang itu terpampang banyak poster artis Hong Ko
Aku melihat di media sosial tipe ponsel milik pemuda itu. Harganya setara empat bulan gajiku. Kalau gajiku fokus untuk ganti ponselnya, bagaimana aku mengirim uang untuk suami dan anakku?Kring ... kring ... kring! Telepon rumah majikanku tiba-tiba berdering. Dari display aku bisa melihat nomer Indonesia, pasti Mas Rendy."Wei?" sapaku dalam bahasa Canton."Alien, aku menelepon ponselmu, tapi kenapa yang ngangkat laki-laki, dia selingkuhan kamu ya?" tukasnya."Mas Rendy!" bentakku. "Emang kamu, tukang selingkuh!" hardikku."Kok jadi aku yang kena sih?" sahut Rendy."Ponsel laki-laki itu jatuh gara-gara aku, dia minta ganti rugi. Sementara ponselku di tahan," lanjutku kecewa."Dasar ceroboh! Kok bisa sih?" olok Rendy. "Sifat ceroboh kamu kenapa dibawa kesana juga?" lanjutnya masih mengolok."Kamu ya, caci terus aku!" hardikku emosi."Ya sudah, maaf Sayang ... aku cuma mau mengingatkan saja," ujarnya merendah. "Gimana, kap
Aku memijit kaki bobo sambil bercengkerama, bobo paling suka bercerita tentang keluarganya dan bertanya-tanya tentang kehidupanku di Indonesia."Alien, itu dia cucu ku!" ujar bobo saat melihat cucunya muncul di televisi di acara talk show."Hah, itu kan Lay Ka Sing, Bobo?" tanyaku tak percaya."Kok kamu tahu?" sahut bobo."Aku dan teman-temanku ngefans banget sama dia. Gara-gara kita berfoto dengan posternya di lorong itu aku jadi bermasalah, Bobo," ujarku menjelaskan. "Yakin dia cucu bobo?" lanjutku meyakinkan."Emang bobo halu, Alien?" tanya Bobo kesal."Nggak begitu, bobo. Aku serasa nggak percaya saja kalau aku ternyata merawat neneknya artis terkenal di Hong Kong," ujarku lagi menjelaskan.Akhirnya bobo menceritakan tentang kisah seorang artis Lay Ka Sing kenapa bobo mengatakan kalau dia kesepian di tengah ketenarannya.Ternyata dia dicoret dari daftar pewaris kekayaan keluarganya karena lebih memilih menjadi artis pemain
"Duduklah, Bobo!" pintanya setelah mereka berpelukan sebentar."Kamu sendirian, Lay Ka?" tanya Bobo."Iya, Bobo. Pacarku lagi sibuk," jawabnya."Siapa pacarmu sekarang? Masih Hanna kan?" tanya bobo memastikan."Ya iyalah, emang Lay Ka playboy gonta-ganti pacar?" sahut Lay Ka.Akhirnya mereka tertawa bersama, aku memandang bobo tampak bahagia, demikian juga dengan Lay Ka."Duduklah, Alien!" pinta Bobo kepadaku. "Dia yang merawat aku selama ini, Lay Ka," lanjutnya."O, syukurlah, sekarang bobo ada yang merawat. Maaf saat bobo sakit aku tidak pulang karena persiapan wisuda, Bobo," kata Lay Ka menyesal."Tidak apa-apa yang penting sekarang kamu sudah kembali," kata bobo bahagia."Jaga boboku baik-baik, Alien!" pesan Lay Ka Sing.Hah? Bersamaan aku dan bobo terperanjat, Lay Ka Sing dengan jelas memanggil namaku. Kok dia tahu sih?"Kamu tahu nama dia darimana?" tanya bobo terkejut."Tadi kan bobo memanggil
"Pasti kamu lelaki di lorong itu, kembalikan ponselku!" teriakku geram. "Bobo tahu nggak, dia mencium fotoku untuk selfi, nih coba lihat! Nggak punya malu banget, narsis!" kata Lay Ka sambil menyekrol layar ponselku. Kemudian menunjukkannya kepada bobo. Foto-fotoku saat aku dengan tidak punya malu mencium foto Lay Ka bahkan di depan matanya. Aku terkejut bagaimana dia bisa membuka sandinya. Banyak rahasia di ponsel itu apakah dia juga melihatnya. "Lay Ka Koko, berikan ponselku!" pintaku geram sambil menggapai-gapai ponsel dari tangannya. Tapi Lay Ka terlalu gesit mainkankan tangannya. Karena posturrnya sangat tinggi sekalipun dia sambil duduk dan aku yang berdiri pun masih kewalahan. Tanpa sengaja aku tersandung sepatu Lay Ka. Akhirnya terjatuh menindih tubuh Lay Ka. Sesaat kami berpandangan, matanya tajam menatap mataku sontak jantungku berdebar kencang. Oh ada apa dengan diriku? "Kamu mau memperkosa aku ya? Mereka semua jadi saksinya lo," bisik Lay Ka lirih. Aku segera beranjak