Share

Bab. 2

Rexy tersentak tatkala udara dingin menyapu tubuhnya. Siapa lagi yang berani menarik selimutnya selain sang ayah. Rex pun terbangun dengan mata yang masih terpejam.

"Bangun, Rex! Dady kasih waktu selama 1 jam untuk bersiap. Pakai jas dan kemeja yang sudah daddy pilihkan untukmu! Jika kau berani kabur atau lebih dari satu jam kau tidak juga bersiap. Maka jangan salahkan daddy jika kau daddy coret dari daftar ahli waris. Sudah cukup daddy memberimu kelonggaran waktu. Cepatlah, waktu berjalan dimulai sekarang!"

Jhon menarik selimut Rexy hingga tubuh Rexy terpampang jelas terkena dinginnya AC. Mau tidak mau Rexy harus bangun jika tidak ingin tubuhnya membeku karena kedinginan.

"Dad! Kita mau kemana?!" teriak Rexy dengan mata yang masih terpejam. Namun, semua percuma saja, Jhon sudah meninggalkan kamar Rexy.

"Ck! Siaaal ...." Sembari mengumpat karena kesal, Rexy bangun dari ranjangnya dan menuju ke kamar mandi. Dia tidak ingin jika namanya tercoret dari daftar ahli waris tunggal seluruh harta keluarganya.

Rexy bergegas menuju ke kamar mandi untuk bersiap mengikuti perintah sang ayah. Jas navy dan kemeja biru muda menjadi pilihannya kali ini. Penampilan seseorang Rexy Miliano memang selalu seperti itu, formal dan terkesan dingin.

***

Di rumah Danur, banyak warga yang melihat dari pagar rumah Danur. Mereka terkagum dengan ketampanan seorang Rexy. Apalagi Rexy menaiki mobil hitam mewah mengkilap yang belum pernah dimiliki oleh warga di desa itu.

Suasana pedesaan yang sejuk mendominasi rumah Danur. Untuk sejenak Rexy merasa nyaman, dan berpikir kalau anak gadis di desa Danur cantik dan menggoda. Terbukti dari sepanjang perjalanan menuju rumah Danur, mobil Rexy berpapasan dengan segerombolan anak gadis yang cantik dan masih polos.

"Danur, ini adalah anakku. Namanya Rexy Milliano. Anakku satu-satunya yang akan mewarisi semua hartaku. Tentu saja jika dia memenuhi semua persyaratan, jika tidak hartaku lebih baik aku bagikan pada para fakir miskin!" ucap Jhon sembari melirik ke arah Rexy yang menatap kesal pada sang ayah.

"Selamat pagi menjelang siang, Om. Saya Rexy Miliano," ucap Rexy dengan sopan sembari mengulurkan tangannya guna menjabat tangan Danur.

"Selamat datang dan selamat siang, Rexy. Ini sudah jam 12 siang. Kau memang anak muda yang sopan dan tampan!" puji Danur pada Rexy. Seketika Rexy tersenyum, saat ini dia masih berprasangka baik atas semua yang dilakukan oleh sang ayah. Semoga calon yang dikenal padanya tidak mengecewakan.

"Waah ... Kau benar-benar luar biasa, Jhon. Tidak pernah berubah sama sekali. Sungguh kau seorang yang keras kepala. Tidak ada yang bisa kalah darimu. Aku hanya pasrah, hanya saja anakku tidaklah secantik para model. Dia masih polos dan belum tahu kehidupan perkotaan. Di sini jauh dari perkotaan dan tentu saja Ambar tidak memahami kehidupan perkotaan itu seperti apa," ucap Danur menunduk.

Danur juga merasa kalau putrinya tidak akan bisa mengimbangi kehidupan Rexy. Untuk itu dia minta pada Jhon untuk memikir ulang perjodohan ini.

"Tenang saja, Danur. Aku dan Denisa akan membimbing putrimu menjadi sosok yang pantas untuk anak kami. Hal yang terpenting adalah kami sangat menyukai karakter dan sifat putrimu yang penurut dan baik itu. Harapan kami, Rexy bisa berubah setelah mengenal Ambar dengan baik," balas Jhon dengan bersemangat.

Jhon tahu di era modern ini tidak ada hal yang tidak mungkin. Semua bisa dicapai asal ada uang. Jhon sudah berniat untuk merubah penampilan Ambar.

"Baiklah kalau begitu, Jhon. Aku percayakan putriku kepadamu. Anggaplah dia sebagai putrimu sendiri. Sayangi dia sebagai mana kami menyayanginya," ucap Danur dengan wajah yang sulit untuk dijelaskan. Antara bahagia dan sedih sulit untuk dibedakan.

Di satu sisi bahagia karena anaknya laku dan dipersunting oleh orang terkaya di kota. Sedangkan di sisi lain, sedih karena membayangkan sang anak pasti akan hidup dalam penghinaan suaminya.

"Baiklah, Mas Danur. Bawa kemari Ambar. Aku ingin memperkenalkan dengan Rexy. Satu minggu lagi pesta pernikahan akan digelar. Aku tidak main-main dengan semua yang aku ucapkan. Aku tidak ingin menunda lagi, semakin cepat semakin baik. Aku tidak mau apa yang sudah kita sepakati akan gagal hanya karena ter-ulurnya waktu," tegas Jhon seraya melirik Rexy yang sudah lemas.

"Baiklah, Jhon. Anita cepat panggilkan Ambar. Biarkan anak kita berkenalan dengan calon suaminya," punya Danur pada sang istri.

"Ya, Mas. Sebentar ya, Jeng. Saya mau panggil Ambar terlebih dahulu," ucap Anita pamitan pada Denisa calon besannya.

Setelah beberapa lama, Anita datang dengan Membawa Ambar. Mata Rexy membulat sempurna, mulutnya melongo melihat sosok yang akan menjadi istrinya itu.

Sosok gadis dengan banyak lemak di tubuhnya. Jauh dari bayangan Rexy. Sungguh ini merupakan hukuman terberat dari ayahnya. Andai bisa mengulang, lebih baik dia masuk penjara dibanding dengan harus hidup satu atap, malah satu kamar dengan wanita seperti Ambar. Mata Rexy membulat sempurna saat melihat tubuh Ambarita. Dengan rambut dikepang dua dan behel gigi serta berkacamata, Ambarita menemui Rex.

"Hai, selamat siang semuanya," sapa Ambarita sambil melambaikan tangannya.

Semua yang ada di situ pun, melongo. Rexy menggosok kedua matanya. Tidak percaya dengan penampilan wanita yang akan dinikahkan dengannya itu. Ambarita menghampiri satu persatu teman sang ayah sembari mencium tangannya dengan penuh hormat.

"Maafkan putriku, Jhon. Dia memang ceria begitu, namun hormat dan sopan pada orang yang lebih tua darinya. Sebelum semua terlanjur, aku harap kau pikirkan ulang, apakah kau masih mau melanjutkan perjodohan putra dan putri kita atau tidak," ucap Danur yang mengerti ekspresi dari wajah sahabatnya itu.

Danur mengakui bahwa putrinya memang jauh dari kata menarik, namun Danur bisa meyakinkan diri Jhon bahwa putrinya adalah sosok yang lemah lembut dan berhati mulia.

Jhon terdiam untuk sejenak. Dia melirik ke arah sang istri dan ke arah Rexy. Hatinya merasa yakin bahwa Ambarita adalah gadis yang baik. Masalah penampilan itu bisa dirubah.

"Mom, kuda Nil itu yang akan dijodohin dengan Rexy? Yang benar saja, Mom?!" Bisik Rexy pada sang ibu. Dia tidak bisa menerima jika calonnya jauh dari kata sempurna. Minim mendekati, akan tetapi gadis itu sungguh terlalu teramat sangat jauh sejauh-jauhnya dari kata sempurna.

"Ssst ... Diam kamu! Kalau kamu tidak berulah, daddy gak akan mengambil keputusan ini," hardik Denisa pada sang anak.

"Satu lagi! Mommy tidak akan memiliki menantu seperti tong berjalan gitu!" sungut Denisa yang sebenarnya tidak setuju dengan pilihan suaminya. Namun mau bagaimana lagi, keputusan Jhon mutlak, tidak bisa di nego lagi.

Harapan Denisa untuk memilik menantu yang sepadan dan bisa dibanggakan pada relasi dan teman sosialitanya kandas juga.

"Mom ... Cobalah mommy rayu daddy, masa iya Rexy harus menikah dengan wanita seperti dia," bisik Rexi di telinga Denisa.

"Diam!! Semua ini kesalahan mu sendiri, Rex. Sudah berulang kali kau membuat kami malu!" ucap Denisa kesal dengan anak semata wayangnya itu.

Glek!

Rexy menelan salivanya kasar, sudah dipastikan dia tidak akan bisa menghindar lagi dari jerat perjodohan ini. Harapan untuk memiliki istri yang cantik sepertinya tidak akan terwujud. Hari-hari yang akan dilaluinya pasti akan suram. Rasa malu pada rekan sejawatnya tidak mampu ia hindari lagi.

Ambarita yang biasa dipanggil Ambar berjalan menuju ke arah Rexy. Dengan senyum manis, dan gigi memakai behel, Ambar menyapa Rexy.

"Hey, Bang. Apa kabar? Kenalkan aku Ambar. Senang berjumpa dengan Bang Rexy. Bolehkan aku panggil Bang Rexy?" tanya Ambar pada Rexy.

Rexy melongo dengan mulut yang terbuka. Dia sama sekali tidak menyangka jika wanita yang ada di depannya itu adalah calon istrinya.

"Bang?"

"I ... Iya, bo ...boleh aja!" Rexy menjawab dengan gugup. Wajahnya berubah merah menahan malu dan juga menahan jijik pada wanita yang ada di depannya.

"Mari berjabat tangan." Ambar mengulurkan tangannya.

Rexy bingung antara membalas jabatan tangan atau hanya diam saja tidak membalas.

"Rexy ...." Jhon mengisyaratkan agar Rexy menerima uluran tangan Ambar.

Merasa takut sang ayah akan murka, maka Rexy bergegas menyambut uluran tangan Ambar.

"Salam kenal ya, Bang," ucap Ambar sembari mengeratkan genggaman tangannya hingga Rexy merasa kesakitan.

"Aww ...!" jerit Rexy tertahan. Wajahnya yang berkulit putih langsung memerah menahan sakit. Tangan Ambar terlalu kencang menekan tangan Rexy.

"Oh maaf, Bang. Terlalu kuat ya? Maklum Ambar biasa meremas jeruk manis agar keluar banyak sarinya. Biasa anak tetangga sekitar meminta bantuan Ambar saat ingin membuat jus jeruk," ucap Ambar tersenyum dengan bangga.

Denisa dan Rexy melongo melihat ke-absurd-an calon menantu Denisa dan calon istri Rexy.

"Mom, Rexy ingin pulang saja! Rexy tidak bisa hidup dengan wanita model begini! Kenapa sih daddy egois sekali!" bisik Rexy pada sang ibu.

"Sst ... Diam kau, Rex! Mommy tidak bisa mencegah keinginan Daddy mu. Hanya satu harapan kita yaitu grandma! Mommy yakin grandma pasti tidak akan merestui pernikahan mu dengan buldozer itu!" jawab Denisa juga sambil berbisik, memberi angin harapan pada sang anak.

"Benar sekali, Mom. Rexy yakin grandma pasti bisa menolong Rexy," ucap Rexy dengan senyum mengembang. Rexy berharap Sang nenek yang menjadi penguasa klan bisnis keluarga Miliano bisa membantu dirinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status