"Di mana Bu Cintya? Aku mau bertemu dengannya! Bu Cintya! Bu Cintya!" Robert terus berteriak saat ia dan Esty sudah berada di rumah Cintya pagi itu. "Tenang, Robert! Tenang!" Esty terus menenangkan suaminya yang tampak sangat emosi itu. "Aku tidak bisa tenang, Esty! Sebagai kepala keluarga aku akan sangat malu kalau tidak bisa mengatur keluargaku sendiri! Mungkin hari-hari sebelumnya aku masih menyerahkan semuanya pada Kania dan aku bahagia kalau dia bahagia, tapi saat dia sudah mulai tidak rasional, aku sudah tidak bisa diam lagi, Esty!" seru Robert geram. "Aku bahkan sudah tidak peduli dengan semua ancamannya untuk mati saja! Tugasku sebagai kepala keluarga adalah melindungi keluargaku, Esty! Dan sekarang aku sedang melakukannya! Kalau bicara dengan Kania tidak bisa, aku akan memaksa wanita jahat itu untuk membatalkan pernikahan ini!" imbuh Robert lagi dengan berapi-api. Robert begitu berharap Axel bisa membuka mata Kania kemarin, tapi setelah berbicara berdua begitu lama, Kania
Jantung Patra masih berdebar tidak karuan saat mendengar suara di ujung sana dan wajahnya pun menegang. Esty yang melihatnya langsung ikut menegang. "Siapa, Patra? Siapa yang menelepon? Mengapa wajahmu seperti itu?" tanya Esty cemas. Namun, Patra masih tetap terdiam cukup lama sambil menelan salivanya. "B-Bu Cintya?" sapa Patra yang sudah sedikit lemas yang membuat Esty pun makin menegang. "Ternyata kau sangat sehat sampai bisa mengenali suaraku ya! Apa kau baik-baik saja sekarang? Kau bisa lolos dariku karena Axel membantumu kali ini. Tapi kau harus tahu kalau aku tidak menyukainya, Patra," seru Cintya tajam. "Bu Cintya ... tolong lepaskan Nero ... aku janji ....""Kau tidak pantas bicara denganku, Patra!" sela Cintya tajam. "Lagipula apa yang bisa kau janjikan padaku, hah? Bahkan aku sudah memberimu pelajaran tegas, tapi kau masih berani mendekati Nero! Kau sama sekali tidak bisa dipercaya, Patra! Mungkin kau baru akan menghilang dari kehidupan Nero kalau kau sudah mati!"Tubu
Nero baru saja selesai mandi dan merapikan dirinya saat ia mendengar suara pintu dibuka. Dengan cepat, Nero pun meraih lampu kecil di mejanya dan bersiap memukul siapapun yang membuka pintunya agar ia bisa kabur. Ceklek!"Rasakan ini, Brengsek!" pekik Nero sambil mengayunkan lampunya namun gerakannya mendadak terhenti saat mendengar pekikan Bik Asih. "Akkhh, jangan, Nero!" Bik Asih mengangkat kedua tangannya melindungi kepalanya. Dan Nero pun menahan napasnya. Untung saja ia bisa menahan tangannya atau Bik Asih yang tidak bersalah akan menjadi korban. "Astaga, maafkan aku, Bik Asih! Maafkan aku! Apa kau sendiri? Kalau begitu biarkan aku ...."Nero yang sudah mendorong lembut Bik Asih, baru saja melangkah keluar namun para anak buah langsung menghadangnya. "Sialan! Kalian mau kuhajar lagi, hah?" Nero sudah menyiapkan tinjunya, namun kali ini anak buah langsung menyerbu bersamaan hingga Nero terdorong lagi masuk ke dalam kamar. "Akkhh, lepaskan aku! Lepaskan aku! Bik Asih!" teria
Kania kembali menegang dan menelan saliva mendengarnya. Jantungnya pun mendadak berdebar kencang namun ia memutuskan untuk lagi-lagi tidak peduli pada apa pun selain pernikahannya dengan Nero. "Aku akan menikah dengan Nero! Aku akan menikah dengan Nero!" ulang Kania lagi. "Yang lainnya tidak penting! Bantu aku memilih gaun, Axel! Bantu aku memilih gaun!" ulang Kania berkali-kali sambil terus mencoba tersenyum walaupun matanya sendiri sudah basah karena air mata yang entah sejak kapan mendesak untuk keluar. Namun, Axel yang melihat Kania bersikap seperti orang bingung malah menyambar ponsel milik Kania dan langsung melemparnya ke ranjang. Kania pun menatap Axel dengan marah. "Kau ini kenapa, Axel! Nanti waktunya tidak sempat! Aku harus memilih model gaunnya, kau tahu membuat gaun tidak mudah kan?"Dengan cepat, Kania bergerak ke ranjangnya dan bermaksud meraih ponselnya, namun Axel bergerak lebih cepat menyambar ponsel itu dan malah membantingnya ke lantai sampai Kania memekik kera
Jantung Patra masih berdebar tidak karuan saat seorang pria bertubuh besar mendadak menyetir mobilnya dan membawa Patra pergi. Patra yang ketakutan pun terus menoleh ke belakang dan ia melihat Axel sudah memakai topinya dan sudah melajukan mobil lain pergi menjauh juga. Apa ini? Apa ini? Apa Axel akan mengkhianatinya begitu saja? Patra sudah percaya pada Axel tapi apa Axel akan menyerahkan Patra pada Cintya agar Kania bisa menikah dengan Nero? Ada apa ini? Mendadak banyak pikiran buruk di otak Patra dan ia terus menatap pria yang masih menyetir dalam diam itu. "Mengapa kau diam saja? Siapa kau dan kau mau membawaku ke mana? Kalau kau masih diam saja, aku akan meloncat!" ancam Patra. Dan ancaman itu membuat pria itu pun menoleh. "Maaf, Nona! Aku hanya berusaha menjalankan perintah secepat mungkin jadi aku tidak punya waktu untuk menjelaskan.""Itu Bu Esty, segeralah pindah ke mobil depan," kata pria itu lagi sebelum ia menghentikan mobilnya di belakang sebuah mobil yang lain. Pa
"Aku mencintaimu, Patra! Aku berjanji akan menikahimu! Percayalah padaku! Tunggu aku! Tunggu aku! Aku akan datang! Aku akan datang, Patra!"Nero terus menatap kekasihnya dengan penuh cinta dan Patra pun tersenyum menatapnya balik. Perasaan mereka pun penuh cinta dan mereka saling melempar senyum. Namun entah apa yang terjadi saat mendadak scene berubah menjadi malam yang gelap gulita di sebuah taman yang sepi. Beberapa orang pria menangkap Patra dan terus menariknya pergi. "Patra! Lepaskan dia!" teriak Nero. "Nero ...." Patra terus menatap Nero meminta pertolongan. "Patra, jangan pergi! Jangan bawa Patra pergi!""Nero ...."Nero terus mengernyit dalam tidurnya saat mimpi-mimpi itu terus mengusiknya. Nero pun menggelengkan kepalanya dengan gelisah. "Patra ... Patra ...," lirih Nero dalam tidurnya. Sampai seketika Nero pun membuka matanya kaget dan menarik napas yang sangat panjang seolah ia baru saja tenggelam di lautan yang dalam. "Patra!" teriak Nero kencang dan akhirnya ia
"Jadi begitu saja ya! Nero juga sudah setuju untuk menikah tapi karena ini mendadak, kita akan mengadakan acara sederhana saja, seperti yang kubilang resepsinya belakangan, bagaimana?" Cintya tersenyum begitu senang saat pagi itu bertamu ke rumah keluarga Kania. Robert dan Esty yang mendengarnya hanya saling melirik dengan perasaan yang masih tidak jelas. Semua yang Axel sampaikan masih membekas dalam benak mereka dan sebenarnya mereka pun mulai ragu untuk melanjutkan pernikahan ini. Apalagi Axel belum pulang sejak semalam dan ponselnya tidak bisa dihubungi. "Hmm, begini, Bu Cintya ... sebenarnya kami masih agak tidak tenang dengan penolakan Nero waktu itu jadi kami rasa ...." Belum sempat Robert menyelesaikan ucapannya, namun Kania sudah menyelanya dengan lantang. "Aku setuju! Aku setuju menikah dengan Nero dua hari lagi! Aku akan langsung pergi ke butik kenalanku, dia bisa menyiapkan gaun yang indah untukku dalam waktu cepat. Tidak masalah, Tante. Tolong atur semuanya dan aku
"Ibu! Keluarkan aku, Ibu! Keluarkan aku!"Buk buk bukNero terus memukul pintu kamarnya dan ia pun terus mencoba menekan gagang pintunya tapi percuma saja karena pintunya terkunci sekarang. "Sial! Ibu tahu tanganku terluka kan? Seluruh tubuhku juga penuh luka! Ibu begitu tega mengurungku dalam keadaan seperti ini? Bagaimana kalau aku mati, hah?" teriak Nero lagi tapi tetap tidak ada suara dari luar. "Sial!" umpat Nero lagi sambil meninju pintu kamarnya sampai tangannya tergores dan lecet. Nero pun memejamkan mata frustasi dan terus mengumpat. "Akkhh, Patra, semoga saja kau baik-baik saja bersama Axel! Kau sama sekali tidak boleh tertangkap, Patra! Kau tidak boleh tertangkap!"Nero mengembuskan napas yang sangat panjang dan berat dengan air mata yang kembali menetes. Perlahan Nero pun menyandarkan punggungnya ke pintu dan ia duduk di lantai dengan begitu putus asa. "Bodohnya kau, Nero! Bodohnya kau! Selama ini kau benar-benar seorang pecundang! Mengapa hidupmu seperti ini? Mengap
"Hei, benar, ini mobil Nero! Tapi ke mana orangnya?" Juan bertanya dan Axel pun menggeleng. Juan melirik ke dalam minimarket dan akhirnya bertanya pada kasir yang untungnya mengingat Nero. "Oh, dia membeli air mineral, lalu jalan kaki ke arah sana.""Oh, ke sana?""Itu arah rumah Patra, Kak. Benar kan dia pasti pergi mencari Patra!" sahut Axel tiba-tiba. "Ck, ponselnya tidak bisa dihubungi, ayo kita susul saja!" Juan memencet ponselnya sambil berterima kasih pada kasir dan langsung naik ke mobil. Axel pun melanjukan mobilnya ke rumah Patra. Axel memang berjanji untuk menemui Patra malam ini dan ketika akan pergi dari apartemen Juan tadi, Juan meminta ikut sekalian untuk mencari Nero karena Juan tidak bisa menghubungi Nero sejak tadi."Sudah ada nada suaranya tapi dia tidak mengangkat teleponnya," gumam Juan sambil masih berkutat dengan ponselnya. Namun, Axel sudah tidak menanggapinya. Axel membelokkan mobilnya ke gang rumah Patra dan ia langsung mengernyit melihat dua mobil terp