Sang hakim sudah berpenampilan sangat baik, sementara Harger dalam balutan tak sempurna, masih duduk di atas ranjang mengamati diri sendiri dengan tidak percaya diri untuk kemudian menengadah ke arah pria yang sedang menjulang di hadapannya. “Kau harus makan.” Suara berat Deu diliputi sarapan roti yang dibawakan dengan praktis. Harger tidak ragu menggigit sepotong bagian ujung. Tatap mata tajam tidak pernah berhenti menyorot ke arahnya. “Kau ... sudah sarapan?” Sedikit – sedikit Harger membenahi rambut yang menjuntai di depan wajah. Seharusnya dia tidak perlu menanyakan sang hakim, karena Deu sepertinya tidak tertarik pada sepotong roti. Atau mungkin Harger kesiangan, sehingga tidak memiliki kesempatan melakukan sarapan bersama. “Aku ingin kau memberiku penjelasan tentang batu berlian yang diinginkan mantan tunanganmu.” Sedikit terkejut. Harger tidak pernah mengira sang hakim akan tiba – tiba membahas sesuatu yang dia hinda
“Kau mau membawaku ke mana?” Lorong temaram, lembap dengan beberapa air menetes dari pipa kumuh berlapis serat – serat tanah, yang sepanjang sudut menguarkan aroma basah luar biasa pekat. Harger terus mengikuti ke mana sang hakim akan menuntunnya melangkah. Sebuah pintu besi berkarat di hadapan mereka digeser susah payah. Tidak seperti tampilan luar. Bagian dalam dari tempat yang Harger pijaki persis markas lama, tetapi masih cukup terawat ketika dia menemukan beberapa benda – benda penting tersusun di lemari kaca. “Apa yang membawamu ke sini, Don?” Seseorang tiba – tiba bersuara, menciptakan reaksi kejut. Namun hanya Harger yang merasakan hal demikian. Sementara dia yakin sang hakim sangat tenang melewati tubuh seorang pria, yang membeku saat menatap Harger, seolah tidak percaya terhadap pengelihatan sendiri. Apa yang salah? Harger bertanya dalam hati. Berusaha meyakinkan situasi canggung bukan bagian dari hal buruk yang dia lakukan. “Kau membuatnya takut.” Suara sang hakim tid
Harger mengarahkan sudut mata menilai hampir keseluruhan tempat yang dia lewati. Sama sekali tidak tahu apa – apa mengenai keputusan sang hakim terhadap hunian barunya. Dia bahkan tidak menyangka akan berada di dalam rumah bertingkat, terletak di ujung Kota Roma—tepatnya nyaris menjorok ke tengah hutan.Sebuah tempat untuk tidak bertetangga. Di sekitar mereka adalah pohon menjulang tinggi. Samar – samar suara air terjun mencapai di puncak pendengaran. Tetapi beberapa kali perhatian Harger hanya tertuju pada tumpukan kertas berserak, persis pada satu ruang saat sang hakim mempersilakannya masuk.“Kau tinggal sendirian di sini?” Dia bertanya sambil memungut satu berkas dan secara tidak sengaja menjatuhkan secarik foto milik seorang pria asing ... terlihat sangat jauh berbeda ketika Harger membandingkan foto tersebut dekat – dekat di samping wajah Deu.“Ini siapa?”Ada yang aneh dari ekspresi kelam sang hakim. Perubahan pesat yang juga hilang dalam sekejap. Sebelah alis pria itu terangka
Kernyitan Harger sangat dalam untuk sekali lagi menjelikan indera pendengarannya setelah suara tembakan membumbung tinggi di udara. Ledakan yang menggelegar itu bersumber dari halaman belakang. Dia tertarik pergi mencari tahu, dan ketika itu, Harger melihat tubuh sang hakim tegap membelakangi posisinya. Mata kelam yang dalam fokus membidik ke arah sasaran. Demikian lengan dengan otot – otot mencuak, lurus ... benar – benar menegaskan betapa pria itu telah terlatih. Hal yang wajar dari mantan seorang agen. “Deu—“ Harger terlonjak mengangkat kedua tangan saat secara spontan sang hakim nyaris menekan pelatuk di depan wajahnya. Pria itu memiliki sikap waspada berlebihan, meskipun dengan napas terasa menggebu dan keringat mengucur dari sudut wajah. “Kau terbangun karena suara tembakan?” Harger mengangguk. Menelan ludah kasar mengamati sang hakim menyugar rambut separuh basah ke belakang. Alis hitam pekat yang tumbuh rapi juga tidak kalah
Setelah berjalan semakin jauh. Harger tiba di suatu tempat yang membuatnya tertegun lama. Tidak ada apa pun di sini, hanya satu lahan kosong. Luas dan lebarnya separuh menyaingi ukuran bangunan rumah, seperti memang sengaja dibuat terpisah dari halaman yang mendahului.Harger menebak tempat ini mungkin akan diperuntukan hal ke depan, yang belum terjadi atau mungkin sama sekali tidak pernah. Keningnya mengernyit bagaimana bisa sangat yakin tentang asumsi tersebut, sementara dia nyaris tidak mengenal sang hakim dari sisi mana pun. Seperti apa keluarganya. Atau yang lebih rinci—sudahkah pria itu memiliki pasangan hidup hingga keluarga kecil yang harmonis?Harger mengedikkan bahu tak acuh. Mungkin akan mencari tahu suatu saat nanti. Dia mengambil posisi duduk di tengah – tengah lahan. Percakapan tadi pagi adalah pertemuan terakhir mereka. Sang hakim memiliki kesibukan yang deras. Harger sempat tidak percaya bahwa bunyi ponsel menjadi suatu hal yang tak pernah berhenti mengganggu Deu.Pria
London, Inggris. ... “Kau yakin Howard ada di sini?” Harger meneliti struktur bangunan lembab seperti tanpa kehidupan di hadapannya. Memikirkan tugas yang akan segera dilaksanakan, dan mulai meragukan Howard jika benar pria itu akan ikut serta. Pengamatan Harger beralih pada sang hakim ketika tidak sekali pun mendapat tanggapan. Deu terlihat sibuk meletakkan jempol tangan pada bidang transisi sidik jari. Tidak perlu menunggu lama, sistem berkerja menemukan kecocokan. Kemudian pintu ruang segera terbuka. Harger menahan napas sedikit tak percaya apa yang baru saja dilihat. Sudah dipastikan perbedaan yang mencolok antara tampilan luar dan dalam. Bahkan setelah keraguannya, Harger harus memuji tempat ini memiliki fungsi keamanan yang ketat. Dia tidak sungkan melangkahkan kaki, ikut ke mana sang hakim membawanya menuju lorong minim percahayaan. Setelah itu mereka berhenti pada sebuah ruang bermandikan cahaya terang. Rupanya Howard sudah menunggu di sana. Dengan segelas kopi hitam da
Kali pertama mengerjakan misi bersama tim, Harger tak punya alasan untuk tidak mengakui beberapa hal yang membuatnya harus menekan perasaan berdebar. Dia tidak pernah membayangkan akan tertimbun bersama orang – orang mentereng. Namun menghadapi pesta yang megah sudah menjadi keharusan. Menyelesaikan apa yang telah telanjur dimulai.Harger melirik sang hakim sebentar. Kemudian mengedarkan pandangan ke sekitar sudut gedung. Mencari – cari keberadaan Arron sambil menunggu Howard memberi instruksi lewat saluran gelombang yang terhubung satu sama lain.[Sebentar lagi sesi penuh cinta akan dimulai. Bergabunglah ke pesta dansa. Aku melihat titik koordinat Arron ada sekitar sana.]Suara Howard masuk sebagai upaya awal. Pria itu menunggu di dalam mobil. Meretas beberapa hal penting untuk memudahkan pekerjaan mereka. Alat sensor dari tanda pengenal Arron telah tersinyalir masuk ke dalam sistem pengoperasiaan yang Howard atur. Mereka akan mudah melacak, tetapi lebih penting dari itu. Harger dan
Wine mengalir deras terasa membakar kerongkongan Harger. Dia segera meletakkan secangkir gelas kosong ke atas meja dengan kasar. Sedikit mengerjap, samar – samar mendapati Arron menyeringai, tetapi terpenting daripada itu, Harger lebih peduli bagaimana cara membuat Arron tidak memiliki kepekaan terhadap rangsangan kecil dari lengannya yang merambat pelan – pelan untuk menyusup di balik saku jas hitam pria tersebut.“Sekarang katakan apa yang kau punya? Uang ... atau harta simpanan?” tanya Harger. Sedikit lagi berhasil. Namun keberuntungan sedang tidak berpihak kepadanya. Dia tidak bisa bersikap gegabah saat sementara gerakan Arron seperti sengatan petir yang menyambar. Pria itu mulai mengendus, meresapi aroma tubuh Harger lekat – lekat, sehingga dia merasa cukup kesulitan mengendalikan gairah Arron yang terjal.“Minumlah sekali lagi. Aku ingin kau mabuk dan menghabiskan malam ini bersamaku.”Kalimat menjijikkan Arron menggaung sangat jelas. Menggelikan jika pria itu berpikir Harger te