Share

8. Bangun Pagi

Itu adalah pertanyaan paling gila yang pernah Sagara dengar. Menjadi simpanan dari teman mamanya sendiri?

Meskipun memang Natalia masih tergolong muda, tetap saja hubungan semacam itu tidak waras. Masih tak habis pikir, bagaimana bisa seorang teman justru berusaha menjerumuskan putra temannya sendiri kedalam pusaran gelap berbahaya seperti itu? Dari sini, Sagara jadi meragukan pernyataan bahwa mamanya dan Natalia berteman dekat.

Sagara masih berpikiran positif jika ini hanyalah sebuah candaan yang ditujukan untuk menjahilinya saja seperti sebelumnya. Tapi bahkan setelah menunggu beberapa lama, Sagara tidak menemukan keraguan sedikit pun di netra wanita yang masih berdiri kokoh di depannya. Natalia Xaviera tidak menunjukkan tanda- tanda bahwa dia akan segera meralat pertanyaan gilanya itu.

"Gimana? Mau nggak?"

Gelengan kepala menjadi sebuah jawaban tegas dari Sagara. Sementara wanita didepannya kini justru tertawa pelan. Wajahnya masih menatap Sagara dengan remeh lalu perlahan mendekat dengan dua tangan yang mulai melepas simpul sederhana jubah mandinya. Sagara mundur, terbelalak saat melihat tubuh mulus yang terpampang mendekatinya. Belum lagi rambut basah yang digerai setelah tertutup handuk. Debarannya semakin menjadi saat tangan dingin itu meraih tangan kanannya dan dengan santai membimbingnya untuk menyentuh benda kenyal disana.

"Masih tidak mau?"

Sagara menahan nafasnya lagi. Suara lenguhan setelah tangannya dituntun untuk meremas gundukan itu memenuhi gendang telinganya. Lelaki itu hendak menolak namun tubuh dan bibirnya kaku. Kepalanya juga mendadak berat seolah tak bisa mengendalikan apapun disekitarnya. Mulutnya komat- kamit berusaha mengeluarkan suara namun tak berhasil, sampai akhirnya satu lenguhan keras dia paksakan untuk mengembalikan kuasanya pada diri sendiri.

"AARGH!"

Terbangun dengan tubuh yang bermandikan keringat, kepalanya terasa pening dan penglihatannya samar. Sendinya berasa kaku, Sagara perlu waktu beberapa detik untuk mengatur kembali deru nafasnya yang tidak beraturan. Juga menata kembali pecahan- pecahan pikirannya yang perlahan membentuk sebuah skenario untuk kembali pada dunia nyata.

Fakta bahwa saat ini dia berada di kamarnya, sendirian. Menyadari bahwa sebagian dari ingatannya mungkin hanyalah sekadar bunga tidur yang menyebalkan namun mendebarkan.

Kembali meremang, jadi apa yang dia rasakan tadi hanya bagian dari sebuah mimpi erotis? Belum lagi dia seolah mengalami ketindihan—ditandai dengan kesulitan untuk bangun yang dia alami di akhir. Sial! Dia tidak digerayangi setan mesum kan semalam?

Lelaki itu berjalan menuju lemarinya, tak menemukan goody bag yang berserakan seperti semalam. Sagara mengacak rambutnya frustasi. Jadi dia tidak benar- benar ditawari untuk menjadi simpanan, kan?

Tak mau berlarut- larut dalam dunia khayal, Sagara memutuskan untuk segera mengguyur tubuhnya dibawah shower mandi. Belum genap sebulan dia berada disini, tapi dirinya sudah mulai semakin aneh. Mengapa juga belakangan dia jadi banyak terlibat dan sadar memiliki ketertarikan lebih pada housematenya itu?

Mungkinkah ini karena dia jarang berinteraksi dengan kaum hawa?

"Sialan! Kenapa jadi cupu begini, sih?"

Sagara mengerang kesal ketika menyadari bahwa hanya dengan memikirkan Natalia saja sudah membuat tubuhnya bereaksi lebih. Kilasan reka adegan dari mimpi berhasil membuat tubuhnya mengeras, membayangkan bagaimana kalau dia benar- benar dihadapkan pada situasi seperti itu di dunia nyata. Entah bagaimana bisa dia sampai memimpikan hal tabu seperti itu. Terlebih, tokohnya adalah teman sang mama sekaligus bosnya yang jelas sangat dia hormati.

Guyuran shower harus berusaha lebih keras untuk dia gunakan sebagai pengalih hasrat tak tersalurkan miliknya itu. Sagara bahkan tidak ingat berapa lama waktu yang dia butuhkan untuk mendinginkan kembali dua kepalanya.

Usai membersihkan diri, Sagara menarik kaos polos hitam dan kemeja berwarna navy yang lengannya digulung sampai siku. Memadukannya dengan jeans dan sneakers kesayangannya sehingga tampilan casual dia dapatkan. Tidak lupa juga mengalungkan nametag magang dan menyambar tas punggung harian yang selalu laki- laki itu bawa kemanapun. Rambutnya tak peru penataan berlebih, Sagara hanya menyisirnya sedikit asal—tidak begitu rapi namun jelas tidak berantakan. Selayaknya anak kuliahan pada umumnya.

Lelaki itu menuruni tangga dengan hati- hati. Untuk sesaat, dia bernafas sedikit lega karena tidak menemukan presensi Natalia Xaviera di meja makan. Setidaknya untuk saat ini dia kalau bisa menghindari pertemuan karena takut canggung dan menyulitkan diri sendiri.

"Sudah mau berangkat?"

Sagara merutuk dalam hati. Baru saja sedikit tenang kali ini lelaki itu justru harus kembali menahan matanya agar tidak keluar dari posisi. Bagaimana tidak? Natalia menghampirinya dengan setelan pendek yoganya yang jelas membingkai sempurna figur wanita usia tiga puluhan itu. Dada dan bokong berisi serta proporsi ideal, belum lagi keringat yang nampak di beberapa sudut wajah serta leher. Wanita itu medekat lalu meneguk air dalam tumblr tanpa melepaskan pandangannya pada Sagara yang masih mematung.

"Kamu nggak sarapan?" Tanya Natalia lagi.

Sagara menggeleng, "nggak dulu, soalnya saya harus sampai site sebelum pukul delapan. Nanti sarapan bisa disana," jawabnya sembari berusaha mengendalikan mata jelalatannya yang beberapa kali mencuri pandang pada bongkahan daging bagian depan.

Natalia melirik penanda waktu di dinding lalu mengangguk paham. Wanita itu memutari meja dengan melewati Sagara, "tunggu sebentar," titahnya.

Mau tidak mau Sagara hanya menurut. Matanya kembali mengekori Natalia yang nampak sibuk di pantry dan tak lama muncul dengan sebuah paperbag berwarna coklat. Lengan rampingnya mengulurkan paper bag tersebut pada Sagara, tak lupa dengan melampirkan seberkas senyum yang membuat darah Sagara kembali berdesir hebat.

"Cuma sandwich, jadi bisa kamu makan selama perjalanan untuk pengganjal perut. Kalau bisa jangan sampai melewatkan sarapan, ya! Pekerjaan di kantor kita itu perlu mobilitas tinggi, lho!" Natalia memberi reminder dengan suara halusnya. Lelaki tinggi itu hanya bisa mengangguk kikuk sembari menerima pemberian Natalia. Rejeki, masa ditolak?

Paperbag itu terasa sedikit berat jika isinya hanya sepotong sandwich. Maka Sagara berasumsi bahwa Natalia juga meletakkan sekaleng minuman susu atau kudapan lain yang sepertinya membuat tas tersebut jadi lebih berat.

"Terimakasih," ucap Sagara.

Natalia tersenyum tipis sembari merapikan nametag Sagara yang terpasang miring. Lelaki itu jelas menahan nafasnya, Natalia berada di jarak sedekat ini jelas sangat menggoda imannya.

Wanita itu melepaskan Sagara setelah selesai.

"All good! Selamat bekerja!" ucap Natalia dengan senyuman manis yang tak akan dapat Sagara temui selama di kantor. Bagi Sagara, Natalia seolah punya dua kepribadian yang amat sangat bertolak belakang. Kalau di kantor dia adalah seorang wanita dengan kepemimpinan teratas dengan aura dingin yang tak segan menegur kekeliruan karyawan. Sementara di rumah dia menjelma jadi sosok yang lebih kalem namun cukup murah senyum.

Keduanya mempesona. Pada dasarnya, secara fisik pun Natalia Xaviera memang diatas kata sempurna.

Sagara tersenyum tipis, "terimakasih, saya pamit berangkat," ucapnya tanpa berani menatap kembali Natalia. Namun belum berapa detik dia berbalik, Natalia kembali memanggilnya.

"Sebentar!"

Sagara kembali membalikkan badan, menunggu Natalia mengucapkan kalimat yang hendak dia katakan.

"Itu—apa nggak sebaiknya kamu tenangkan dia dulu sebelum keluar rumah?"

Hampir tidak paham. Sagara akhirnya memberanikan diri menatap Natalia yang tengah melirik bagian bawah tubuhnya. Sagara mengikuti arah pandang dan menemukan pusakanya yang mengeras dibalik kain. Secara refleks ia menutup bagiannya dengan goody bag yang tadi diberikan oleh Natalia.

Astaga! Sagara malu sekali sekarang!

Lelaki itu menahan senyum formalitasnya, pamit undur diri dan segera berlari keluar rumah berdalih bahwa ojeknya sudah sampai depan. Sementara Natalia meledakkan tawanya.

"Padahal kalau mau dibantuin juga bisa, lho!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status