Share

Nyaris Saja

Bella panik saat mendengar suara seseorang menggedor pintu kamar. Dengan cepat Bella mendorong tubuh Edgar agar menjauh darinya.

"Cepat bersembunyi!" bisik Bella panik bukan main.

"Aku akan tetap di sini, kalau Papa tahu dan menceraikanmu. Aku akan menikahimu."

"Kamu sudah gila Edgar! Semua itu tidak sesederhana pikiranmu. Kamu yang lebih mengenal Tuan Barta, dia bisa membunuhmu!"

"Aku rela mati asalkan berdua denganmu, Bel."

Bukannya pergi Edgar justru duduk diam di atas tempat tidur sambil menatap Bella yang ketakutan.

"Aku belum siap mati!" desis Bella lalu berjalan menuju kaca jendela kamar setelah selesai memakai pakaian.

Dia melihat ke luar, posisi kamar tamu di rumah itu memang ada di lantai satu, tetapi untuk keluar dari jendela dia harus melompat karena bangunan rumah Barta tinggi.

Bella memejamkan mata siap untuk melompat, tetapi Edgar menahannya. "Jangan lupakan malam ini, kalau kamu menginginkannya lagi, temui aku di sini." Edgar mencium lembut kening Bella.

Bella melompat ke bawah lalu berlari dengan cepat sambil mengendap menuju pintu dapur.

"Bella apa kamu ada di dalam?" teriak Barta mulai emosi.

Krek!

Pintu di buka oleh Edgar. "Bella tidak ada di sini. Kenapa Papa mencari istri Papa di sini?"

Barta menatap tajam seperti ingin menelan Edgar hidup hidup, dia melangkahkan kaki melewati Edgar lalu mencari Bella ke kamar mandi. Menyapu pandang ke seluruh ruang kamar tersebut, pun dengan bawah tempat tidur tidak luput dari pencarian.

"Di mana Bella?" desis Barta menatap seperti ingin memakan Edgar.

"Papa tidak akan menemukan Bella di sini, karena dia memang tidak ada di sini," sanggah Edgar.

"Bohong! Tadi dia ke sini kan? Cepat katakan!" bentak Barta.

"Untuk apa dia ke kamar ini? Bukannya dia ada di kamar Papa?" Wajah Edgar terlihat tenang.

"Dia tidak ada di sana! Lalu kenapa kamu tidur di kamar tamu? Di mana pakaianmu?" selidik Barta memandangi anaknya dari atas sampai bawah.

"Aku ... aku ingin tidur di sini karena AC di kamarku tidak dingin," dusta Edgar.

"Jangan berani membohongi Papa! Kamu pasti tahu akibatnya kalau kamu berani mempermainkan Papa!" sentak Barta menunjuk wajah Edgar.

"Iya aku tahu, Papa akan memukulku tanpa ampun dan mengurungku di gudang tanpa makanan dan minuman kalau sampai aku berani berbohong," ucap Edgar.

BUK!

Tinjuan keras mendarat di perut Edgar membuat suara decitan seperti seekor tikus yang terjepit pintu terdengar keluar dari mulut lelaki tampan itu.

Barta berjalan keluar dari dalam kamar tanpa merasa bersalah sama sekali pada anaknya.

Sedangkan Edgar meringis memegangi perut yang nyaris meledak terkena tinjuan sang ayah.

Edgar menatap dingin punggung ayahnya yang berjalan menuju kamar utama.

Malam ini dia selamat dari Barta, entah malam malam berikutnya seperti apa. Namun, dia yakin Bella akan kembali untuk berbagi peluh dengan dirinya di atas ranjang.

***

Barta menemukan Bella sedang tidur di kamar mendiang istri keduanya. Dia yakin Bella sangat kelelahan hingga salah masuk kamar.

"Kenapa kamu tidur di sini?" tanya Barta bersikap manis.

"Eh, maaf Tuan, saya salah masuk kamar ya? Habis saya lelah sekali," dusta Bella berpura-pura mengantuk berat.

"Sudah tidak apa apa, ayo kita pindah kamar," ajak Barta.

"Iya," angguk Bella sambil mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Dia takut kegugupannya dicurigai oleh Barta.

Barta membawa gadisnya ke kamar pengantin yang sudah dihias begitu indah. Snow white menjadi tema untuk kamar yang akan menjadi saksi peraduan mereka di atas tempat tidur.

Bella berbaring di atas tempat tidur berharap sebuah keajaiban datang agar dia tidak melayani Barta malam ini.

"Kamu masih perawan?" tanya Barta to the point. Saat ini dia tengah melepas jam mewah yang melingkar di lengannya.

Bella terdiam sambil meremas selimut. Baru saja beberapa jam lalu keperawanannya direnggut oleh Edgar, lalu apa yang harus dijawab sekarang?

"Jawab saja, aku memaklumi. Di jaman sekarang memang sulit mempertahankan keperawanan," ucap Barta lalu melepas kancing piyama satu persatu.

Bella semakin gugup, dia tahu Barta akan melakukan ... dengannya karena malam ini adalah malam pertama mereka.

Namun, tidak mungkin dalam waktu semalam benih dari dua lelaki masuk ke rahimnya. Dia bukan wanita murahan.

Barta tersenyum lebar lalu naik ke atas tempat tidur mulai menarik selimut yang menutupi tubuh Bella.

"Malam ini adalah malam kita. Tidak usah gugup, kamu harus menikmatinya. Aku akan melakukan dengan lembut. Dan aku yakin permainanku lebih memuaskan daripada kekasihmu," ucap Barta memandangi Bella lekat.

"Maaf Tuan, saya ... saya ...."

"Kamu gugup? Butuh minuman? Aku punya obat perangsang yang bisa membuatmu semangat bercinta denganku," sela Barta lalu turun dari atas ranjang untuk mengambil obat rahasia yang selalu dia berikan pada istri istrinya terdahulu, agar bisa menikmati permainan di atas ranjang.

Bella gemetar, mencoba mencari alasan agar tidak melayani Barta.

"Tuan saya ingin membersihkan diri dulu, tadi saya berkeringat," ucap Bella.

Barta menatap sinis. "Cepat! Aku paling tidak suka menunggu!"

"Baik Tuan," angguk Bella lalu masuk ke dalam kamar mandi menutup pintu rapat.

Untuk beberapa menit dia akan aman di dalam kamar mandi, tetapi hanya untuk sementara.

Tubuhnya gemetar hebat, dia membutuhkan bantuan Edgar sekarang juga. Namun, dia tidak bisa menghubungi Edgar karena ponselnya ada di atas nakas sebelah tempat tidur.

"Bella! Jangan lama lama! Aku menunggu!" teriak Barta mulai kehabisan kesabaran.

"I-iya Tuan, saya sedang buang air. Tunggu sebentar ya Tuan." Bella semakin panik dan berkeringat.

Barta kembali menunggu sambil mengecek beberapa chat yang masuk ke ponselnya.

***

Edgar tidak bisa tidur walau sudah berpindah posisi ke sana kemari. Kembali dia mengingat obat tidur yang dimasukan ke dalam minuman Barta, dosisnya sudah pas, tetapi kenapa tidak membuat Barta tertidur lelap sampai pagi?

Edgar melompat dari atas ranjang lalu keluar dari dalam kamar, mengambil langkah perlahan menuju kamar ayahnya.

Dia melewati pintu belakang lalu mengendap mencoba mengintip dari jendela kamar utama.

Pandang matanya tertambat pada gelas berisi minuman yang diberikan tadi. Ternyata hanya diminum setengah, pantas saja efeknya sedikit.

Mulai berfikir lagi agar ayahnya tidak melakukan malam pertama dengan wanita pujaan.

Edgar mengedarkan pandangannya, melihat tidak ada Bella di sana. Kemungkinan Bella sedang mengulur waktu agar Barta tidur. Senyum lebar terlukis indah di wajahnya.

"Tubuhmu hanya milikku!" ucapnya.

"Bella cepat keluar! Aku sudah tidak tahan!" teriak Barta. "Keluar atau aku dobrak pintu ini!"

Mendengar itu Edgar panik, lalu dia melihat Bella keluar dari dalam kamar mandi hanya menggunakan lingeri seksi yang membuat dada Edgar sesak merasakan cemburu.

"Aku tidak akan membiarkanmu melayani Papaku!" desis Edgar meninju dinding.

"Tuan Muda sedang apa di sini?" tegur anak buah Barta yang berjaga di luar.

Pandang mata anak buah Barta tertuju pada jendela kamar. Dia melihat bayangan Barta sedang membawa Bella ke atas ranjang.

"Tidak baik mengintip Tuan Besar yang sedang melakukan malam pertama," kekehnya.

Edgar mendengus lalu berjalan melewati anak buah ayahnya tersebut.

"Sial! Aku tidak akan membiarkan Papa menyentuh Bella! Dia kekasihku! Aku akan membunuhmu Pa, kalau kamu berani menyentuh wanitaku!" Edgar mengepalkan tinjuan.

"Tuan! Maaf, tolong pelan-pelan!" Terdengar suara teriakan Bella.

Edgar semakin naik darah mendengarnya. "Brengsek!" amuknya ingin menghajar ayahnya sendiri.

"Layani aku cepat!" bentak Barta mulai menunjukkan sifat aslinya yang kasar dan kejam.

"Ba-baik Tuan," isak Bella tidak bisa lagi mencari alasan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status