Share

Ledakan Penyelamat

BUM!

Suara ledakan terdengar dari halaman rumah besar dan mewah milik Barta. Membuat Barta menghentikan kegiatannya yang baru saja ingin menikmati malam pertama.

Tidak lama setelah suara ledakan itu, terdengar suara ketukan pintu dari luar. Barta langsung memakai handuk piyama untuk menutupi tubuhnya yang hanya menggunakan boxer.

"Tunggu di dalam kamar, jangan keluar!" titah Barta pada Bella.

"Baik Tuan." Bella menutupi tubuhnya yang nyaris ditelanjangi oleh Barta, menggunakan selimut putih.

Malam ini dia selamat, tetapi sejujurnya dia juga penasaran dengan suara ledakan itu. Apa mungkin yang membuat ledakan adalah Edgar?

Bella turun dari atas tempat tidur lalu melihat keluar jendela, tidak ada siapapun di sana. Kemungkinan suara ledakan berasal dari luar rumah Barta.

Bella menghela nafas lega sekaligus masih mengkhawatirkan Edgar, takut Barta mengetahui kalau Edgar berusaha mencegah malam pertama itu terjadi.

***

Barta beserta anak buahnya mengecek ledakan yang terjadi di luar pagar rumah mewahnya Kedua mata melebar saat melihat api berkobar dengan sangat besar, melahap mobilnya yang terparkir di depan pintu pagar.

Mobil tersebut sengaja diparkir di depan karena rusak dan baru akan diperbaiki esok hari.

"Siapa yang melakukan ini?" tanya Barta mencengkram kerah leher anak buahnya.

"Saya tidak tahu, Tuan," ucap sang anak buah ketakutan.

"Sialan! Beraninya mereka membakar mobilku!" Barta terlihat sangat emosi. Deru napas terdengar kencang, dada kembang kempis tak karuan.

Kemungkinan yang melakukan semua itu adalah musuh seorang Barta Wijaya.

Profesinya sebagai lintah darat (Rentenir) memang membuat Barta memiliki banyak musuh, mereka semua dendam karena kekejaman Barta saat menagih hutang.

Barta akan mengambil apa saja yang ada di rumah mereka, termasuk anak gadis atau istri yang masih terlihat cantik.

Kekejaman Barta sudah diketahui hampir seluruh wilayah tempat tinggalnya. Namun, tidak ada yang berani melawan, karena Barta memiliki kekuasaan dan harta yang melimpah.

Barta kembali ke dalam rumahnya setelah petugas pemadam kebakaran selesai memadamkan api.

"Urus mobil itu! Cari pelaku pembakaran. Jangan sampai pelakunya lolos!" titah Barta pada anak buahnya.

"Baik Tuan." Anak buahnya mengangguk menerima perintah.

Barta kembali ke kamar, moodnya sudah rusak karena masalah ledakan tadi. Dan entah mengapa, keinginan untuk bercinta tidak terlalu menggebu tidak seperti biasanya.

Bahkan pusakannya juga belum bediri tegak walau dia melihat tubuh sintal Bella yang menggoda, tetapi tidak membuatnya berhasrat.

Sesampainya di dalam kamar. Ia berbaring di atas ranjang tidak membangunkan Bella yang sudah tertidur.

Bella yang berpura-pura tidur merasa sangat lega, karena dia tidak harus melayani suaminya.

Di tempat berbeda.

Edgar masih belum bisa memejamkan mata walau dia sudah tahu ayahnya tidak jadi melakukan malam pertama dengan Bella.

Perasaan rindu dan ingin menikmati kenikmatan bercinta dengan Bella mengganggu pikirannya, hingga membuat sulit untuk tidur.

Waktu berjalan cepat dan tanpa terasa pagi sudah datang.

Dia beranjak dari tempat tidur saat merasakan haus yang mencekik leher. Berjalan keluar kamar menuju dapur.

DEG!

Tidak seperti biasanya. Pagi ini ada sesuatu yang berbeda. Dia melihat ayahnya sudah bangun dan tengah menikmati kopi buatan Bella.

Sedangkan Bella sedang menyiapkan roti panggang untuk sang suami.

"Duduk di sini! Kita sarapan," ajak Barta saat melihat Edgar.

"Papa sudah bangun? Tumben," tanya Edgar pada Barta, tetapi yang ditatap adalah Bella.

Barta terlihat sangat menikmati sarapan di depannya.

"Papa ingin mencari dalang dari pembakaran mobil semalam."

Edgar mengangguk lalu mengambil roti di atas meja mengoleskannya dengan selai.

"Kamu tidak kuliah?" tanya Barta.

"Aku berangkat jam delapan," jawab Edgar.

"Kamu pergi bersama Bella ya. Karena Papa banyak urusan."

"Iya," angguk Edgar.

Bella duduk di samping Barta sambil menundukkan kepala, tidak berani menatap anak tirinya.

Sedangkan Edgar tidak melepas pandangan dari Bella.

"Papa dan Bella akan berbulan madu seminggu lagi," ucap Barta tiba-tiba.

UHUK UHUK UHUK

Edgar menyemburkan minuman karena tersedak.

"Kamu kenapa? Kalau makan pelan-pelan! Nyaris saja kamu mengotori pakaian Papa!" bentak Barta emosi.

"Maaf Pa," ucap Edgar. "Papa dan Bella akan berbulan madu ke mana?"

"Mungkin Jepang. Atau Swiss," jawab Barta.

Edgar menatap Bella yang diam membisu.

"Kamu mau kan, Ma?" tanya Barta.

"I-iya, mau," jawab Bella gugup.

Edgar meletakan roti ke atas piring lalu berdiri dari tempat duduknya.

"Kamu mau ke mana Edgar? Habiskan dulu sarapanmu!" titah Barta.

"Aku mau kuliah." Edgar berjalan meninggalkan ruang makan.

Bella menghela nafas sesak, dia tahu perasaan Edgar.

"Tuan, saya juga ingin siap-siap untuk berangkat kuliah," pamit Bella.

"Ya sudah, aku juga banyak urusan pagi ini. Aku berangkat dulu."

Barta keluar dari dalam rumahnya. Sedangkan Bella kembali ke kamar untuk bersiap-siap pergi ke kampus.

Bella berdiri di depan pintu kamar utama, menatap heran pada pintu kamar yang sedikit terbuka. Seingatnya dia sudah menutup pintu kamar rapat, tetapi kenapa pintu itu terbuka?

Tidak ingin berfikir macam-macam. Dia masuk ke dalam kamar lalu mengambil pakaian di lemari.

Kemudian Bella masuk ke dalam kamar mandi, mulai menanggalkan pakaiannya satu persatu. Berdiri di bawah shower sambil memejamkan mata.

KREK!

Suara pintu terbuka lebar. Bella terhenyak melihat Edgar masuk ke dalam kamar mandi hanya menggunakan boxer menutupi tubuh.

Bella mencoba menutupi tubuh polosnya dengan kedua tangan. Percuma ... tubuhnya tetap terlihat jelas.

"Untuk apa kamu menutupi tubuh itu? Aku sudah pernah melihatnya bahkan menikmati tubuhmu." Edgar tersenyum lebar.

"Mau apa kamu ke sini? Bagaimana kalau Tuan Barta melihat?" Bella ketakutan. "Cepat keluar Edgar!"

Edgar tersenyum lebar seraya memegang bibirnya dengan telunjuk meminta agar Bella diam.

Melangkah semakin mendekati Bella, tidak memperdulikan ucapan wanita cantik itu.

"Edgar tolong keluar! Bagaimana kalau Tuan Barta kembali dan melihat kita?"

Bukannya menuruti keinginan Bella, Edgar justru semakin mendekat seraya meloloskan celana boxernya.

Bella melihat dengan jelas pusaka Edgar yang berdiri tegak dengan ukuran luar biasa.

Benda itu yang semalam menembus pertahannya hingga meninggalkan rasa sakit, perih, tetapi nikmat.

Edgar menyandarkan tubuh Bella ke dinding kamar mandi. Keduanya berdiri di bawah kucuran air shower yang dingin.

Deru nafas terdengar memburu saling beradu, dada kembang kempis tak karuan.

Edgar mendaratkan kecupan di bibir Bella, perlahan sangat lembut kemudian menjadi penuh hasrat.

Lumatan bibir Edgar membuat Bella mendesah, lalu memberontak karena kehabisan napas. Bella mendorong tubuh Edgar agar menjauh, tetapi Edgar justru semakin merapatkan tubuhnya dengan tubuh Bella.

"Edgar please! Jangan nekat, aku takut!"

"Papaku sudah pergi, aku melihatnya sendiri. Please Bell, aku sudah tidak bisa menahannya lagi. Kamu lihat sendiri dia sudah berdiri tegak, rasanya seperti ingin meledak. Tolong jangan menolak. Aku akan melakukannya seperti semalam agar kamu juga menikmati."

Bella terdiam membisu, memasrahkan tubuhnya dinikmati oleh Edgar.

"Rasanya tidak akan sakit seperti semalam. Percayalah," bisik Edgar. "Boleh ya aku ... ?"

Bella mengangguk pelan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status