"Edgar, apa yang kita lakukan ini salah! Tolong lepaskan aku!" ucap Bella mencoba mendorong tubuh Edgar yang tengah mengungkungnya.
Bukannya menyingkir Edgar justru semakin mencengkram kuat kedua tangan Bella, lalu ia berbisik dengan mesra, "Tapi kamu menikmatinya kan? Kita sama sama menginginkan ini, Bel. Aku tidak rela kamu tidur dengan Papaku. Kamu tahu kan dari dulu aku menyukaimu." Edgar terus memompa tubuh Bella setelah hampir satu jam berjuang memecah selaput dara wanita cantik itu."Aku takut Papamu tahu, dia bisa murka. Dia bisa membunuhmu." Bella masih berusaha memberontak, walau semua sia sia."Dia sudah tidur di dalam kamar, karena kelelahan setelah berdiri berjam-jam menyambut tamu undangan," kata Edgar. "Yang seharusnya berdiri di sebelahmu adalah aku, bukan Papaku," sambungnya dengan nada kesal."Tapi aku sudah menikah dengan Papamu. Aku ibu tirimu sekarang!" Bella masih berusaha menyadarkan Edgar.Wajah Edgar berubah sendu, ia menghela napas panjang lalu mengatakan, "Bella. Please, jangan katakan itu, kamu tetap cinta pertamaku, tolong ceraikan Papaku dan menikahlah denganku!""Kamu gila Edgar! Cinta sudah membutakanmu!""Terserah apa katamu, yang jelas sekarang tubuhmu sudah kunikmati dan aku akan mengulang ini setiap malam. Kamu milikku Bella! Hanya milikku!"Bella memasrahkan diri, keperawanannya hilang bukan diambil oleh suaminya, melainkan anak tirinya sendiri.Edgar mendesah menikmati tubuh sintal wanita di bawah kungkungannya, memompa tubuh Bella dengan ritme cepat hingga membuat Bella menjerit, mendesah sangat kencang tidak lagi memperdulikan statusnya yang sudah menjadi ibu tiri dari Edgar.Tiga jam yang lalu adalah pernikahan Bella dengan ayah kandung Edgar. Ya, Bella terpaksa menerima pinangan laki-laki yang usianya jauh lebih tua darinya, karena hutang kedua orang tuanya pada lelaki, yang bernama Barta Wijaya.Namun, Barta tidak pernah tahu, anaknya--Edgar yang telah lama mengenal Bella, diam diam sudah lama menyukai Bella.Tepat di malam ini, malam pertama antara Bella dan Barta. Edgar nekat membawa Bella ke kamar tamu saat melihat wanita cantik itu tengah berada di dapur."Edgar, a-aku. Aku ingin buang air kecil," desah Bella saat merasakan ada sesuatu yang akan keluar dari bagian intinya.Edgar tersenyum lebar, tahu kalau Bella sudah mencapai puncak kenikmatan bercinta. Dia semakin memompa tubuhnya sangat kencang hingga membuat suara lenguhan Bella semakin keras."Edgar, emm. Edgar. Stop aku ... aku sudah tidak tahan, rasanya seperti ingin meledak.""Nikmati Sayang. Ah, sssttthh! Uhg. Eumm, Bella nikmati, kita keluar sama sama," racau Edgar yang sedikit lagi mencapai puncak."Ini salah! Aku ... aku Ibumu. Aku sudah menikah dengan Papamu!""Jangan pikirkan soal itu, hubungan kita hanya kita yang tahu. Kamu bisa bersikap seperti biasa saat di depan Papaku.""Bagaimana bisa?" gumam Bella."Aaaahhhh, Bell, datanglah ke kamarku setiap kali kamu ingin ... tolong jangan berikan tubuh ini pada Papaku. Berjanjilah Bell," racau Edgar.Bella terdiam, dalam hati merasa serba salah. Satu sisi dia merasa bersalah pada suaminya. Sisi lain dia sangat menikmati permainan Edgar, yang pastinya tidak akan bisa dilakukan oleh laki laki Tua Bangka yang menikahinya beberapa jam lalu."Aaahhhhhh! Oh sial! Ini nikmat sekali, sssttthh!" raungan Edgar terdengar memenuhi kamar tamu tempat mereka memadu kasih di malam pertama Bella dengan Barta.Bella menatap kosong ke atap langit langit kamar setelah tubuh Edgar ambruk di atas tubuhnya.Kedua tangan perlahan melingkar di tubuh kekar Edgar, menikmati kehangatan yang diberikan laki laki tampan itu.Walau ada rasa bersalah yang dirasakan dan ketakutan lebih mendominasi, tetapi tubuhnya bertolak belakang dengan pikirannya. Dia menikmati setiap sentuhan Edgar, dekapan hangat anak tirinya.Edgar tersenyum puas setelah menyalurkan hasrat kelelakiannya. "Aku mencintaimu, Bella," ucap Edgar."Turun, aku ingin keluar dari kamar ini! Aku takut Papamu bangun dan melihatku tidak ada di kamar utama.""Dia sedang tidur nyenyak, Sayang. Kemungkinan akan bangun besok siang," tawa Edgar.Mendengar ucapan Edgar, Bella terhenyak kaget. "Dari mana kamu tahu? Memangnya kamu melakukan apa pada Papamu?"Edgar tersenyum simpul. "Hanya memberinya sedikit obat tidur, tidak akan bahaya."Bella terdiam mencoba mengingat kejadian sebelum dia berada di kamar tamu dengan Edgar.Ternyata semua itu sudah direncanakan oleh Edgar, pantas saja saat ia masuk ke dalam kamar pengantin. Ia melihat Barta sudah tertidur nyenyak.Selesai melampiaskan nafsunya. Edgar turun dari atas tubuh Bella lalu mengatakan, "Kita akan menikmati malam indah ini sampai pagi.""Aku takut ada orang yang tahu kalau kita ada di sini.""Tidak ada orang di rumah ini kecuali aku dan Papaku. Pembantu di sini hanya datang di pagi hari dan pulang sebelum matahari terbenam. Semua anak buah Papaku berjaga di luar rumah. Lalu apa yang kamu takutkan?" Edgar meyakinkan Bella yang terlihat ketakutan.Bella menggelengkan kepalanya. "Apa yang kita lakukan ini tetap salah."Edgar tersenyum lebar lalu kembali naik ke atas tubuh Bella, "Tapi kamu menikmatinya kan Sayang? Bagaimana rasanya saat milikku masuk ke dalam milikmu? Nikmat bukan? Kamu tahu ukurannya? Jauh lebih besar dari punya Papaku. Dan dia tidak akan bisa memuaskanmu di atas ranjang. Jadi, datanglah setiap kamu menginginkannya," bisik Edgar."Bagaimana mungkin aku melayani ayah dan anak sekaligus seperti ini?"Edgar menghela napas panjang, ia tahu ketakutan yang dirasakan Bella. "Jangan takut, aku akan membuat Papaku tidak bisa memakai barangnya lagi."DEG!Bella menatap Edgar, "Memangnya bisa?""Tentu saja bisa. Aku sudah punya obatnya untuk membuat Papaku impoten dan tidak bisa melakukannya denganmu. Dan kamu akan menjadi milikku seutuhnya.""Kalau Papamu tahu dia bisa membunuhmu!""Aku tidak perduli!" kata Edgar yang sudah dibutakan oleh cinta. Ia tidak lagi memperdulikan nyawanya yang berada di ujung tanduk.Semua orang tahu siapa Barta--laki laki tidak berperasaan. Bahkan Edgar sering menjadi pelampiasan emosi lelaki tua itu.Bekas luka di tubuh Edgar menjadi saksi kekejaman Barta pada anak semata wayangnya sendiri.Bahkan banyak yang mengatakan kalau ibu dari Edgar meninggal karena disiksa oleh Barta dan Edgar tidak akan membiarkan Barta melakukan hal yang sama pada Bella.Bella adalah istri ke sembilan lelaki tua Bangka itu. Beberapa dari istri Barta menggugat cerai setelah menikah dengan Barta selama lima bulan saja.Namun, dari ke-sembilan istri Barta. Dia hanya memiliki satu orang anak, yaitu Edgar. Banyak kabar beredar kalau sebenarnya Barta mandul dan Edgar bukan anak kandungnya.Edgar memilih mempercayai itu.Barta adalah seorang lintah darat kejam yang selalu menyiksa orang orang tidak berdosa. Siapa yang sudi menjadi anak dari seorang Barta?Suara desahan dan lenguhan kembali terdengar di dalam kamar tamu."Ahh, Bell, kamu menikmatinya bukan?""Iya, aku sangat menikmatinya. Ini pertama kalinya untukku.""Aku beruntung karena belum terlambat, hampir saja kamu melewati malam pertama dengan Papaku." Edgar tersenyum puas."Eemmm! Edgar," racau Bella.Edgar menggerakkan tubuhnya dengan ritme cepat, membuat suara desahan Bella semakin kencang."Edgar, eemmhhh.""Nikmati Sayang, nikmati," ucap Edgar sambil melumat bulatan kecoklatan milik Bella. "Rasanya nikmat, aku ingin menikmati ini setiap malam."Bella tersenyum lebar. Tanpa sadar tubuhnya menggeliat liar seperti cacing kepanasan karena kenikmatan yang diberikan Edgar.Suara desahan Bella terdengar memenuhi ruang kamar. Kali ini Bella sudah mulai menunjukkan kalau dia juga sangat menikmati, tidak ada perasaan malu lagi seperti awal. Tidak memberontak dan tidak berteriak lagi.Teriakannya justru adalah teriakan manja menginginkan agar Edgar mempercepat gerakannya.TOK TOK TOK TOKSuara ketukan pintu menghentikan kegiatan Edgar sekaligus membuat Bella terkejut setengah mati."Bella apa kamu di dalam?" teriak Barta. "Kenapa kamu mengunci pintu kamar ini?"Bella panik saat mendengar suara seseorang menggedor pintu kamar. Dengan cepat Bella mendorong tubuh Edgar agar menjauh darinya."Cepat bersembunyi!" bisik Bella panik bukan main."Aku akan tetap di sini, kalau Papa tahu dan menceraikanmu. Aku akan menikahimu.""Kamu sudah gila Edgar! Semua itu tidak sesederhana pikiranmu. Kamu yang lebih mengenal Tuan Barta, dia bisa membunuhmu!""Aku rela mati asalkan berdua denganmu, Bel."Bukannya pergi Edgar justru duduk diam di atas tempat tidur sambil menatap Bella yang ketakutan. "Aku belum siap mati!" desis Bella lalu berjalan menuju kaca jendela kamar setelah selesai memakai pakaian.Dia melihat ke luar, posisi kamar tamu di rumah itu memang ada di lantai satu, tetapi untuk keluar dari jendela dia harus melompat karena bangunan rumah Barta tinggi.Bella memejamkan mata siap untuk melompat, tetapi Edgar menahannya. "Jangan lupakan malam ini, kalau kamu menginginkannya lagi, temui aku di sini." Edgar mencium lembut kening Bella.Bella melompa
BUM!Suara ledakan terdengar dari halaman rumah besar dan mewah milik Barta. Membuat Barta menghentikan kegiatannya yang baru saja ingin menikmati malam pertama.Tidak lama setelah suara ledakan itu, terdengar suara ketukan pintu dari luar. Barta langsung memakai handuk piyama untuk menutupi tubuhnya yang hanya menggunakan boxer."Tunggu di dalam kamar, jangan keluar!" titah Barta pada Bella."Baik Tuan." Bella menutupi tubuhnya yang nyaris ditelanjangi oleh Barta, menggunakan selimut putih.Malam ini dia selamat, tetapi sejujurnya dia juga penasaran dengan suara ledakan itu. Apa mungkin yang membuat ledakan adalah Edgar?Bella turun dari atas tempat tidur lalu melihat keluar jendela, tidak ada siapapun di sana. Kemungkinan suara ledakan berasal dari luar rumah Barta.Bella menghela nafas lega sekaligus masih mengkhawatirkan Edgar, takut Barta mengetahui kalau Edgar berusaha mencegah malam pertama itu terjadi.***Barta beserta anak buahnya mengecek ledakan yang terjadi di luar pagar
Bella ingin menolak permintaan Edgar tetapi tubuhnya berkata lain. Dia sangat menikmati setiap sentuhan lelaki tampan itu, bahkan kini tangan nakal Edgar sudah menyesap memainkan bagian inti tubuhnya.Edgar mulai memainkan jarinya di sana, membuat tubuh Bella menggeliat liar merasakan sensasi yang memabukkan."Edgar. Ugh," racau Bella sambil memejamkan kedua matanya rapat.Edgar tersenyum lebar, lalu mulai mengarahkan pusakanya agar bisa masuk dengan sempurna ke liang kenikmatan Bella."Boleh ya, aku memulainya?" bisik Edgar tepat di telinga Bella."Iya, lakukanlah," angguk Bella memasrahkan dirinya dinikmati oleh Edgar. Suara desahan Edgar terdengar memenuhi ruang kamar mandi saat pusakannya berhasil tenggelam dengan sempurna. Ia memacu tubuhnya dengan ritme cepat, sadar akan waktu yang kurang tepat, karena sebentar lagi mereka akan berangkat kuliah.Kecepatan pacuan Edgar sama seperti kendaraan bermotor yang melaju kencang 120km perjam.Aakhhh! Raungan Edgar memenuhi ruang kamar ma
Wajah Bella panik saat ia tahu Edgar akan membawanya ke hotel, bukan ke kampus. Edgar sudah dibutakan oleh cintanya pada Bella. "Edgar apa kamu sudah gila? Aku ingin kuliah! Antar aku ke kampus sekarang! Ini sudah terlambat!" Bella menggerakkan lengan Edgar yang tengah fokus menyetir."Hanya sebentar Sayang, aku sudah tidak bisa menahannya lagi. Kamu tidak tahu bagaimana rasanya. Sangat tersiksa, dia sudah diujung!""Kenapa aku harus berada di posisi seperti ini?" isak Bella lirih.Bella melepas genggaman tangannya, lalu menyilang kedua tangan ke atas dada. Memilih untuk diam seribu bahasa, karena percuma saja melawan lelaki itu."Please, Bell." Edgar menyeringai menatap wanita pujaannya. "Hanya sebentar, kita bisa melanjutkan kuliah di jam kedua pelajaran nanti. Yang kita lakukan tadi sangat tanggung, aku belum mencapai klimaks.""Memangnya kamu pikir aku bisa menolak? Toh kamu yang menyetir mobil ini!" dengkus Bella kesal.Edgar mengalihkan pandangan dari jalanan, menatap Bella yan
Harga mobil yang meledak pada malam itu memang tidak seberapa, tetapi bagi Barta Wijaya, mengusik ketenangannya sama saja sudah mengajak perang. Saat ini di tengah perjalanan menuju markas musuhnya--para preman yang sering kali berbuat ulah. Barta sudah bersiap untuk memberi pelajaran pada mereka semua. "Mengusik ketenanganku, sama saja mencari mati!" desis Barta seraya memasukan peluru ke dalam Glock kesayangannya.Anak buah Barta menyadari kemarahan Tuan mereka. Tak ada ampun bagi orang yang sudah berani berurusan dengan rentenir kejam itu. Semua orang yang terjun ke dunia hitam tahu siapa Barta Wijaya, tetapi masih saja ada yang berani mengusiknya. "Jam berapa kejadian ledakan semalam?" tanya Barta pada anak buahnya. "Kemungkinan jam dua belas malam, Tuan." Anak buahnya menjawab sambil menundukkan tubuh.Barta berfikir sejenak lalu kembali mengatakan, "Apa kalian sudah mengecek semua CCTV di rumahku?"Pertanyaan itu sontak membuat anak buah Barta yang duduk di kursi depan salin
Seorang asisten rumah tangga masuk ke dalam kamar yang menjadi saksi bisu penyatuan peluh antara Edgar dan Bella. Wanita paruh baya itu melihat ada bercak darah di atas seprai putih. "Kok ada darah? Darah siapa ini?" gumamnya. Tak ingin berpikir macam macam, ia pun menggulung seprai tersebut lalu memasukkan seprai ke dalam keranjang yang biasa digunakan untuk menampung pakaian kotor.Sepanjang jalan menuju ruang khusus mencuci pakaian. Pikiran wanita paruh baya itu melayang jauh, masih mengingat jelas kalau bercak darah di seprai tadi seperti sisa pergumulan pasangan yang melewati malam panas. Namun seingatnya, yang menikah semalam adalah Tuan Barta dengan wanita cantik bernama Bella, tetapi di dalam kamar pengantin justru tidak ada bercak darah apapun. Ranjangnya juga terlihat sangat bersih. "Bik, ngapain ngelamun begitu?" Suara berat seorang laki laki mengangetkan wanita yang biasa dipanggil dengan sebutan Bik Inah."Anu, itu ... apa ya ... ngga tahu. Udah, ah. Bibi lagi banyak
"Pegang anak kurang ajar ini! Aku ingin memberinya pelajaran!" titah Barta pada anak buahnya.Dua orang anak buah Barta mendekati Edgar.Melihat itu Edgar melangkah mundur menjauh dari anak buah ayahnya tersebut."Menjauh dariku! Sialan!" bentak Edgar."Maaf Tuan Muda, kami hanya menjalankan perintah."Edgar menatap ayahnya lalu berkata, "Pa, aku tidak melakukan itu. Aku bisa menjelaskan semuanya." Ia melangkah mundur menghindari anak buah ayahnya.Barta tersenyum sinis, bukannya menghentikan anak buahnya dia justru kembali mengatakan, "Lumpuhkan dia! Cepat!""Baik Tuan.""Menjauh dariku! Jangan mendekat! Bangsat kalian semua!" bentak Edgar mencoba melawan. "Maaf Tuan Muda. Tolong jangan melawan, atau kami tidak akan segan segan untuk menyakiti Anda." Dua orang anak buah Barta memegang lengan Edgar, mencengkram kuat.Edgar masih berusaha memberontak. Namun, pada akhirnya Edgar berhasil dilumpuhkan oleh dua orang anak buah bertubuh lebih besar dari lelaki tampan itu. Saat ini, Edgar
Saat ini, Edgar tengah berada di dalam ruangan pengap tanpa adanya ventilasi udara. Ruang bawah tanah yang biasa menjadi tempat sang ayah memberinya hukuman saat dia melakukan kesalahan. Ruangan yang minim pencahayaan itu menjadi saksi bisu kesedihan Edgar dan kekejaman Barta pada dirinya.Edgar tengah duduk di atas lantai dingin sambil menyandarkan kepalanya ke dinding.Kilasan kenangan tentang ibunya melintas di dalam ingatan saat dia memejamkan kedua mata.Tepat lima tahun yang lalu, saat ibundanya masih hidup. Ibunya selalu membela Edgar dan meminta Barta untuk mengampuninya. Namun sekarang, siapa yang akan menolongnya? Siapa yang akan mendengar ceritanya? Deg!Edgar membuka mata lebar saat ia mengingat, Bella .... "Jam berapa sekarang? Apa dia sudah pulang kuliah?" Edgar berjalan cepat menuju pintu yang tertutup rapat. "Buka pintunya! Buka! Tolong buka pintu ini! Atau aku akan membakar rumah ini! Buka!"Suara teriakan menggema Edgar tak ditanggapi oleh tiga anak buah Barta, y