***“Argh!” Pria dengan codet di sekitar mulutnya mengerang saat meregangkan tubuhnya pagi itu. “Sialan, aku tidak bisa tidur nyenyak semalaman!”Rekannya bergenggot tebal yang sedang menikmati kopi pun menyambar, “kau pikir aku bisa tidur? Bocah sialan itu terus menangis dan berteriak.”Pria codet tadi mendekat dan merebut kopinya.“Hei, itu kopiku!” sentak lelaki jenggot tebal tersebut.“Aish, aku hanya memintanya sedikit,” sahut rekannya menyeruput kopi hitam itu. “Omong-omong, kenapa sekarang bocah itu hanya diam? Bukankah tadi malam dia hampir membuat telinga kita berdarah karena berisik?”“Kau khawatir padanya? Coba periksa, lihat apa dia masih hidup atau tidak?!” decak si jenggot tebal kembali menyambar kopinya.Pria bercodet itu mengernyit saat melihat ruangan tempat mereka mengurung anak lelaki malang itu.‘Aish, sialan! Dia tidak mungkin mati ‘kan?’ batinnya yang lantas beranjak ke ruangan tersebut.Namun, begitu membuka kuncinya, manik si pria bercodet seketika membesar.“A
“Maaf, Anda tidak apa-apa, Nyonya?” tanya Dieter yang berhasil menahan tubuh Adeline sebelum ambruk.Wanita itu seketika menegakkan badannya kembali, seraya berkata, “ya, tidak apa-apa. Terima kasih.”“Apa ada masalah, Nyonya?” Dieter bertanya lagi saat melirik pria bercodet di hadapan Adeline.Asisten River itu menatapnya tajam, hingga pria tadi bergidik takut.“Bukan apa-apa.” Pria bercodet itu malah menyahut.Dia buru-buru menyerahkan data anak bernama Ergy, lalu pergi dari sana.Sungguh, tingkahnya itu malah membuat Adeline curiga. Dirinya mengamati pria tersebut menjauh sembari membatin, ‘kenapa dia tiba-tiba pergi begitu saja? Apa dia seperti itu karena takut pada Dieter?’Meski baginya aneh, tapi Adeline tak ada waktu untuk mengurusnya karena Jennifer sudah menunggu. Dia pun segera menyelesaikan administrasi perawatan putrinya dan pulang ke mansion Devante setelah River datang.Sedangkan Ergy-anak lelaki malang yang digigit ular itu masih tak sadarkan diri sampai malam hari. Do
‘Pengkhianat?!’Alis Siegran menyatu saat membaca tulisan tersebut di amlop anonim. Ekspresinya pun berubah gelap saat mendapati logo Hera Group ada di sana juga.‘Apa maksudnya ini?’ batin pria itu bingung dalam hati. ‘Tidak mungkin. Apa ini sebuah ancaman? Tapi siapa yang melakukannya? Kenapa mereka mengirim ini padaku?’“Ada apa, Siegran?” Amber pun bertanya karena sang suami tampak syok.Namun, alih-alih memberitahu istrinya, Siegran justru menyembunyikan kertas ancaman tadi dan merematnya di balik punggung.“Apa itu? Amber terus menyidik. “Katakan padaku, apa itu?!”“Ti-tidak penting, ini hanya orang iseng yang mengisi amplop kosong,” sahut Siegran berdalih.“Kalau begitu tidak masalah aku melihatnya ‘kan?!” sambar sang istri tegas, tapi Siegran masih enggan menunjukannya.Amber menghela napas panjang sembari membujuk. “Sayang, kita baru saja mengucapkan janji bahwa akan menghadapi apapun bersama. Belum ada satu hari, tapi kau mau menyembunyikan sesuatu dariku?”Siegran pun menge
WARNING: Chapter ini mengandung konten sensitive.‘Kenapa banyak anak-anak pergi ke tempat itu? Apa di sana ada makanan?’ batin Ergy memandangi taman kanak-kanak Rosenberg dengan heran.Ya, dia yang duduk di kursi sebelah pengemudi itu, seperti anak bodoh yang tidak tahu apapun. Tak heran yang ada di pikirannya hanya makanan dan tempat tidur nyaman, karena dia sering kelaparan dan tubuhnya sakit usai dipukuli.“Apa yang kau lihat?!” tukas pria gahar di sampingnya.Ergy tersentak dan seketika berpaling. “Ti-tidak, Master.”“Jangan bermimpi. Kau tidak akan bisa seperti mereka. Mereka itu anak-anak pilihan yang mendapat kasih sayang orang tuanya. Sedangkan kau, hanya anak sialan yang dibuang keluargamu!” sambar sang Master.Ucapan kejam itu seperti panah yang tenggelam dalam jantung Ergy. Menyakitkan, tapi tidak bisa dilawan. Ergy hanya menunduk dengan wajahnya yang suram. Bahkan dia tak berani menatap wajah sang master yang selalu ditutupi topeng.“Malam ini kau harus mematahkan leher a
“Sayang?” Manik Adeline membesar saat melihat anak perempuannya masuk.Bahkan wanita itu mendorong River yang hendak menindihnya, lalu buru-buru bangun dan merapikan rambutnya yang setengah basah.Sedangkan River yang hampir terguling dari ranjang, malah duduk sambil menahan senyum saat melihat Adeline yang panik.Istrinya itu melotot padanya seolah berkata, ‘jangan tertawa!’Adeline pun berpaling ke arah putri kecilnya yang kini menghampiri mereka.“Ada apa, Jenny? Kenapa kau belum tidur?” tanya Adeline yang kini menekuk lutut untuk berjongkok setinggi Jennifer.“Tada!” Anak perempuan itu menyeru sambil memamerkan buku gambarnya.Adeline tersenyum melihat antusias Jennifer. Itu adalah buku gambar yang tadi siang sudah ditunjukan Jennifer padanya.‘Ah … ternyata sekarang dia ingin menunjukannya pada River?’ batin Adeline membelai kepala putrinya bangga.“Lihatlah, Daddy! Apa gambarku bagus?” ujar Jennifer penuh semangat.“Woah! Amazing, Jenny! Apa ini Daddy?” sahut River menunjuk gamb
“Jangan pukul Jenson!” Jennifer memekik dan berniat menghampiri kakaknya yang ambruk ke meja makan.Namun, anak lelaki gempal yang menyerang Jenson malah menghalanginya.“Pergi, ini wilayah anak laki-laki!” tukasnya memicing.Dia hendak mendorong Jennifer, tapi Jenson menahannya dari belakang seraya berkata tajam. “Jangan sentuh adikku!”Belum sempat anak gempal tadi menyahut, Jenson lebih dulu membekuk tangannya ke belakang dan mendorongnya hingga ambruk ke meja makan. Itu membuat semua anak-anak menjerit.“Jika kau berani menyentuh satu rambut Jenny, tanganmu akan patah!” Jenson mengancam seperti pria dewasa. “Cepat minta maaf pada adikku!”Ya, dia memang jago taekwondo. River telah mendatangkan guru taekwondo ke mansion Devante khusus untuk Jenson. Dulu karena putranya lahir premtur, kondisi tubuhnya agak lemah. Sebab itu River sengaja melatih anaknya olahraga dan bela diri untuk memperkuat fisiknya. Begitu pun Jennifer. Kadang dia ikut latihan bersama Jenson, tapi tidak menekuniny
“Mommy ….” Jennifer memanggil Adeline. Dia ikut bingung saat melihat mommy-nya panik.Adeline pun menggandeng tangan Jennifer sambil berkata, “Jenny, tetaplah di dekat Mommy.”Dia memindai sekitar, bahkan mengitari mobil dan kembali ke kedai ice cream.Dengan ekspresi buncah, Adeline bertanya pada pemilik kedai, “maaf, Bibi. Apa Anda melihat anak lelaki kecil? Tingginya sekitar anak perempuan saya ini.”“Ah … maaf, Nyonya. Saya tidak melihatnya. Hanya Anda dan anak ini saja yang datang ke sini,” sahut Bibi itu yang seketika meningkatkan cemas Adeline.Wanita itu menyugar belahan rambutnya frustasi. ‘Astaga, di mana Jenson? Dia bilang hanya ingin menunggu di mobil, tapi … ah, benar!’Adeline ingat bahwa putranya itu memakai jam tangan pintar yang ada pelacaknya. Dia segera membuka aplikasi pelacak di ponselnya untuk mencari Jenson. Maniknya membola saat aplikasi itu menunjukan bahwa jam tangan Jenson ada di sekitarnya.‘Tidak mungkin. Jam itu ada di sekitar sini ….’ Adeline membatin sa
“Apa yang kau lakukan? Ayo cepat bawa Tuan Muda Jenson!” Anak buah River yang berperawakan jangkung menyeru, saat rekannya hanya bengong.“Heuh? Ah, iya ….”Mereka pun mengangkat anak lelaki itu dan membawanya ke mobil.Namun, bukannya langsung melajukan mobilnya, antek River yang berambut cepak malah mengernyit bingung saat melirik anak kecil itu di kursi belakang.“Aish, ada apa lagi? Ayo cepat kita pergi!” tukas rekannya tak sabar.“Tunggu, kenapa aku merasa aneh, ya?”“Apa maksudmu?!” sahut rekannya lagi.Si rambut cepak menoleh penuh ke belakang dan memperhatikan anak lelaki yang pingsan.“Ada yang berbeda dengan Tuan Muda Jenson. Lihatlah, tubuhnya lebih kurus dari sebelumnya. Ah, tidak. Dia memang terlalu kurus dan badannya penuh lebam bekas pukulan. Apa benar dia Tuan Muda Jenson?” ujarnya ragu-ragu.Tentu saja berbeda sebab anak itu Ergy, bukan Jenson! Ya, Ergy yang malam ini dihukum masternya karena tidak berhasil berburu kelinci, malah tidak diberi makan. Ergy yang kelapa