***Satu minggu berlalu, dokter sudah mengijinkan Jenson dan Johan pulang karena kondisi mereka mulai stabil.River pun meminta lebih banyak bodyguard bersiaga di sekitar rumah sakit, sekaligus mengawal mobil mereka selama perjalanan ke mansion Devante.Namun, sebelum keluarga Herakles meninggalkan rumah sakit, seorang pengawal tiba-tiba menyelinap pergi usai menerima telepon rahasia. Dia berjalan waspada, lalu masuk ke mobil hitam yang terparkir beberapa meter dari rumah sakit.“Master,” tuturnya memberi salam.Ya, rupanya orang yang dia temui adalah Ludwig.Alih-alih beramah-tamah, Ludwig malah mendecak, “sudah aku bilang, aku ingin menemui Ergy sekali lagi!”“Mo-mohon maaf, Master. Mereka menjaga tempat ini sangat ketat. Minggu lalu saat Anda datang, saya harus membuat beberapa orang pingsan. Beruntung saya tidak ketahuan atau—”“Ugh!”Seketika ucapan pengawal itu tersendat saat Ludwig tiba-tiba mencekik lehernya.Dia memicing tajam seraya mendengus marah. “Brengsek! Beraninya kau
“Pesta keluarga Herald. Presdir Herald mengundang keluarga Herakles untuk hadir di pesta ulang tahunnya. Beliau juga memintamu datang, Jenny,” tutur River yang lantas memicu kerutan di kening putrinya. “Aku? Apa Daddy yakin? Aku bahkan tidak mengenal siapa Presdir Herald,” sahut Jennifer mengendikkan bahunya. “Jenny, beliau adalah pemilik Herald’s Gallery yang terkenal. Nenekmu juga mengenal beliau dengan baik.” Jennifer menyipitkan pandangan, lalu menyambar, “Nenek?” “Ya, Presdir Herald sahabat baik nenekmu. Saat itu beliau melihat pertunjukanmu di kompetisi balet dan terpukau karena kau menjadi pemenangnya. Selain itu, cucu laki-laki beliau juga pulang dari luar negeri. Beliau ingin—” “Tunggu, apa maksud Daddy? Semua itu tidak ada hubungannya denganku ‘kan?!” Jennifer menyambar sebelum ucapan River tuntas. Gadis itu sadar kalau pembicaraan ini akan mengarah ke hal yang tak diinginkannya. Dia pun menoleh pada Adeline dengan ekspresi bertanya-tanya. Jelas sekali dia ingin minta b
Johan tersentak saat melihat River datang. Dia buru-buru menolak panggilan Ludwig dan mematikan ponselnya. River memasukan kedua tangannya ke saku celana dan lantas bertanya, “Daddy boleh masuk?” Johan pun mengangguk samar, hingga membuat River masuk dan duduk di sampingnya. “Kenapa kau mematikan teleponnya?” kata River sembari menaikkan kedua alisnya. Alih-alih menjawab, Johan malah balik bertanya, “ada perlu apa?” “Tidak ada. Daddy hanya ingin mengobrol denganmu. Daddy kehilanganmu bertahun-tahun, dan Daddy tidak tahu apapun tentangmu. Daddy ingin tahu seperti apa hidupmu selama ini,” tutur River disertai senyum tipis. “Tidak ada yang menarik dalam hidupku dan itu tidak pantas dibicarakan,” sahut Johan dingin. Ya, semua penyiksaan Ludwig memang bukan topik obrolan yang baik. “Baiklah, Daddy tidak akan memaksa jika kau tidak mau membicarakannya. Tapi Daddy benar-benar minta maaf, Johan.” “Kenapa selalu minta maaf?” Johan menyambar ketus. Entah kenapa saat bicara
Jennifer berpaling dan langsung membelalak. “Ester? Kenapa kau ada di sini?” Ya, rupanya orang yang tadi memanggilnya adalah teman sekolahnya. “Menurutmu apa lagi? Tentu saja aku mau belan … ah?!” Ester tiba-tiba memangkas katanya saat melihat wajah Johan. Gadis itu melotot pada Jennifer, lalu kembali melirik Johan dengan canggung. “Ka-kak Jenson?” tuturnya sembari menyelipkan anakan rambutnya ke balik telinga. Dia menyikut lengan Jennifer yang berdiri di sebelahnya sambil berbisik, “hei, kenapa kau tidak bilang kalau Kak Jenson sudah pulang?!” “Kau salah paham dia bukan Jenson!” sahut Jennifer menyatukan alisnya. “Jangan menipuku. Jelas-jelas Kak—” “Maaf, apa kalian menunggu lama?” Jenson yang baru datang langsung membuat Ester tercengang. Gadis itu mengerjap beberapa kali, bergantian menatap Jenson dan Johan dengan bingung. “Tu-tunggu, kenapa Kak Jenson ada dua?!” ujarnya menodong penjelasan. Jennifer menahan tawa dan itu kian membuat Ester pusing. “Hei, J
“A-apa yang Kakek bicarakan?” Lionel berkata panik. Presdir Herald tertawa dan lantas menyambar, “memangnya kenapa? Kalian sangat serasi, hubungan keluarga Herald dan Herakles juga baik. Jadi tidak masalah jika kalian menikah. Benar ‘kan, Tuan River?”Alih-alih menjawab, River hanya menanggapi dengan senyum tipis. Itu membuat situasi agak canggung.Lionel pun tersenyum kikuk pada Jennifer, lalu berujar, “maaf, Jenny. Kakek memang suka bercanda. Kau tidak marah ‘kan?”Jennifer menaikkan sebelah alisnya dan menjawab dengan canggung. “A-aku mengerti.”“Tapi yang Kakek bilang memang benar. Ternyata kau sangat cantik, Jenny,” tutur Lionel menatapnya lekat.Belum sempat mendapat balasan, tiba-tiba saja Johan menyambar tangan Lionel hingga pemuda itu melepaskan Jennifer.“Ya, dia perempuan. Tentu saja cantik!” decak Johan menjabat tangan Lionel. “Aku Johan, Kakaknya Jennifer!”Tanpa sadar, Johan bertindak impulsif hingga membuat semua orang heran. Johan sendiri juga tidak tahu kenapa. Tapi
Manik River berubah selebar cakram saat menoleh ke atas. Ekspresinya berangsur berang saat melihat Ludwig di sana.“Kakak ipar?!” decaknya.Dia sengaja menyapa dengan sebutan itu karena Ludwig sangat membencinya.Ludwig menyeringai, dia melangkah dengan menyeret kakinya yang pincang seraya mendengus, “lama tidak bertemu, rupanya kau semakin brengsek!”‘Sialan! Bagaimana dia bisa masuk ke sini?! Bukankah harusnya dia masih di penjara?!’ batin River mengedutkan alisnya.“Mengapa? Kau merindukanku?!” Ludwig mendecak. “Lihat? Karena kau kakiku jadi seperti ini. Bukankah kau harus bertanggung jawab?!”River menatap tajam sembari mendengus, “kau akan menyesal karena datang ke tempat yang salah!”“Benarkah?” sahut Ludwig tersenyum miring.Baru saja pria itu berkata, tiba-tiba peluru melesat dari belakang River. Beruntung dirinya sejak tadi waspada, hingga dia berhasil menunduk tepat waktu hingga anak timah itu menghancurkan guci di lantai atas.River segera berpaling, netranya sontak membela
*** “Bersulang!” Jennifer menyeru saat menumbukkan kaleng birnya dengan milik Johan. Dia lantas meneguk minuman segar itu dengan kening mengernyit. “Jangan minum banyak-banyak,” tutur Johan memberi peringatan. Jennifer melirik kakaknya tersebut, lalu menjawab, “aish, Kakak sama cerewetnya dengan Daddy. Ini kan hanya bir, tidak akan membuatku mabuk!” Johan pun tersenyum tipis dan menenggak birnya lagi. “Wah, ternyata dari sini kita bisa melihat menara Alteric, ya?” tutur Jennifer menatap bangunan tertinggi di daerah La Daga, yang menyala dari balkon apartemen Johan. “Menara Alteric lebih cantik saat malam. Benar ‘kan, Kak Johan?” Johan yang sejak tadi menatap Jennifer lekat pun menjawab, “ya, sangat cantik.” “Pasti Kakak sering membawa pacar Kakak ke sini, ya? Apartemen Kakak sangat cocok untuk kencan,” tukas Jennifer masih terpaku pada menara Alteric. Tapi dengan wajah serius, Johan malah menjawab, “tidak, aku tidak punya pacar. Aku tidak pernah membawa perempuan ke sini sebe
“Argh!” Erangan lolos dari mulut Ludwig ketika peluru tenggelam di lengan kirinya.Seketika itu pistol yang dipegangnya pun jatuh.“Argh, brengsek!” umpatnya meraung karena kedua lengannya kebak peluru. “Siapa bajingan yang berani ….”Ludwig meredam ucapannya saat menoleh ke arah orang yang menembaknya. Maniknya membesar begitu melihat Johan di sana.“E-ergy?! Kenapa kau ada di sini, hah?! Sudah aku bilang kau harus … ugh!”Ucapan Ludwig terpotong saat Johan melesatkan pelurunya ke paha kanan Ludwig. Pria itu sontak ambruk dengan sebelah kakinya.River yang sudah lemas, kini tercengang karena putranya tiba-tiba datang.“Jo-johan? Bagaimana kau bisa ke sini?” gumamnya lemah.Johan melangkah masuk. Dia hanya melirik River tajam, lalu membuang pandangan ke arah Ludwig.“Argh, sialan!” Ludwig mengumpat dan berusaha meraih pistol yang tadi dijatuhkannya.Namun, belum sempat menyentuhnya, Johan malah menginjak tangannya.“Bajingan sialan! Singkirkan kakimu sebelum aku membantainya!” dengus