Share

Rahasia Hati

last update Last Updated: 2024-07-29 21:05:24

Plak! 

“Pak, sadar Pak!” Pak Agus menepuk pipi Rega. Ia berusaha menahan Rega yang sedang memonyongkan bibir kepadanya. 

Rega terkejut saat menyadari bahwa yang ada di hadapannya bukanlah Vania. Ia berteriak dan melepaskan pelukannya. 

Bulu kuduknya meremang saat menyadari bahwa bibirnya hampir saja ternoda oleh bibir tebal HRD perusahaannya. Jijik!

“Kenapa Pak Agus masuk ke ruanganku?” tanya Rega dengan kesal. 

Lelaki bernama Agus itu berdehem sambil merapikan kembali pakaiannya yang sedikit kusut karena pelukan Rega. Ia melirik pimpinannya dengan perasaan tak nyaman. 

“Saya cuma mau kasih tahu Bapak kalau hari sudah malam,” tuturnya, “dan semua karyawan sudah pulang.” 

Rega melambaikan tangannya dengan kesal. “Ya udah, kamu pulang sana.” 

Agus keluar dari ruangan Rega sambil bersungut-sungut. Ia benar-benar terkejut dan mulai berpikir, mungkin saja Rega mempunyai penyimpangan sexual karena sampai sejauh ini ia tidak pernah terlihat dekat dengan seorang wanita pun. Memikirkan hal ini, membuat lelaki itu merinding dan memutuskan untuk segera pulang.

Rega langsung menyambar tisu di depannya. Ia menggosok bibirnya kuat-kuat. Sungguh, memikirkan jika bibirnya menyentuh bibir tebal HRD nya, membuatnya merasa sangat jijik. 

Bagaimana bisa ia tertidur dan bahkan bermimpi bercinta dengan sekretaris barunya. Ini sangat tidak masuk di akal. Pikirannya hari ini benar-benar kacau hanya gara-gara seorang Vania Larasati. 

***

Vania turun dari taksi online yang dipesannya. Tidak biasanya, ia melihat lampu di rumahnya sudah menyala malam ini. Ia bisa menebak jika Martin suaminya berada di dalam, saat ini. 

Ia menghela napas panjang. Sungguh hari ini terasa sangat melelahkan baginya. Seandainya saja Martin mengajaknya bertengkar lagi seperti malam-malam sebelumnya, ia yakin tak akan sanggup untuk menghadapinya. 

Saat ini yang dibutuhkannya hanya makan dan istirahat yang cukup. Ia bahkan tidak tahu cobaan apalagi yang harus ditanggungnya sebagai seorang sekretaris CEO di Adiguna Regantara Group itu. 

Dibukanya pintu rumah itu dengan perasaan tertekan. Seandainya Martin hendak berulah malam ini, ia tidak akan peduli. 

Namun semua yang ada di dalam pikirannya sama sekali salah. Martin justru menyambut kedatangannya dengan senyuman lebar, seolah tak pernah terjadi sesuatu sebelumnya di antara mereka. 

“Kamu sudah pulang, Nia?” Sambutnya saat Vania masuk ke dalam rumah. “Sini temani aku makan dulu. Aku sudah bungkusin nasi padang buat kamu.” 

“Tumben!” Sungguh Vania ingin sekali mengatakan kata itu. Tapi ia mengunci rapat mulutnya, karena ia sudah bertekad tidak akan terpancing ataupun meladeni jika suaminya berulah. 

“Mas tadi lewat warung nasi padang. Jadi inget kalau kamu suka banget sama nasi rendang sambal ijonya,” tutur Martin dengan manisnya. 

Vania menarik sudut bibirnya, memaksakan seulas senyuman untuk suaminya. Tentu saja setelah tiga tahun pernikahan mereka, ia tidak mungkin lagi berpikiran naif dan menganggap Martin melakukan semua ini dengan tulus. Ia tahu bahwa nasi itu juga dibeli dengan uang penjualan motornya. 

“Enak?” tanya Martin saat melihat Vania makan dengan lahapnya. 

Vania menganggukkan kepalanya. Tentu saja ia akan makan dengan lahap, tak peduli jika makanan itu diracun sekalipun. Ia sudah sangat lapar setelah seharian bekerja tadi. 

“Nia, kamu tahu kan, Mas sayang sama kamu. Selama ini Mas selalu berusaha mewujudkan impian kita, membuka sebuah usaha,” cicitnya. 

Vania menganggukkan kepalanya. Sungguh ia sudah sangat hafal di luar kepala dengan semua ucapan yang bakal keluar dari bibir lelaki itu. Namun lagi-lagi ia sedang tak ingin berdebat. 

“Mas pinjam motor kamu buat modal bisnis rental game online. Kali ini Mas joinan sama teman Mas. Mas yakin kali ini modal kita nggak cuman balik, tapi bakalan dapat cuan besar dalam beberapa bulan.” 

“Mas bisa beliin kamu perhiasan, atau … atau …. Kita bangun rumah ini jadi lebih megah lagi,” lanjutnya, “kita bikin istana buat kita tinggali berdua.”

Sekali lagi Vania menganggukkan kepalanya. Ia tidak sanggup berharap bahwa Martin akan menepati janjinya. Vania sudah kebal dan bosan mendengar semua ucapan dan janji-janjinya. 

“Kamu masih marah sama Mas?”

Martin melihat Vania menggelengkan kepalanya. Tak ada satupun kalimat yang keluar dari bibirnya. Ia bisa merasakan dengan jelas bahwa istrinya benar-benar marah padanya. 

“Kalau nggak marah, kenapa kamu nggak mau ngomong sama aku? Kamu udah nggak mau menghargai aku lagi?” 

Vania meringkas bungkusan nasi padang ke dalam kantong kresek dan mengikatnya. Ia berdiri dan melangkah menuju wastafel.

“Aku capek, Mas. Aku mau mandi dulu,” sahut Vania. 

Vania merasa lebih baik menjauh jika tidak ingin pertengkaran di antara mereka kembali meledak. Semua kejadian di kantornya tadi sudah cukup menguras perasaan dan energinya.

“Nia … Nia, dengarkan aku.” Martin meraih tangan istrinya, menahannya agar Vania tidak beralih dari hadapannya. “Aku melakukan semua ini demi keluarga kita. Kamu nggak suka kan, kalau suami kamu ini dipandang sebelah mata oleh tetangga-tetangga kita hanya karena pengangguran.”

Vania menghela napas. “Iya, Mas. Aku mandi dulu, ya.”

Martin melepaskan tangan Vania. Ia mendecak kesal karena perempuan itu tidak terprovokasi dengan ucapannya. Sikap yang diperlihatkan Vania terlalu datar, bahkan Martin tidak dapat melihat emosi di wajahnya. 

Martin tidak bisa membaca apakah Vania masih mempercayainya atau tidak. Biasanya Martin selalu dapat mengontrol suasana hati Vania dan memanfaatkannya. Seandainya saja Vania marah, ia akan pergi dari rumah itu seperti biasanya. Tapi kali ini ia sama sekali tak bisa memahaminya. 

Tapi satu hal yang diyakini oleh Martin, Vania sama sekali belum mengetahui rahasianya. Seandainya saja ia tahu, pasti dia tidak akan bisa melakukan aksi tutup mulut seperti yang tadi dilakukannya. Vania pasti akan marah, nangis bahkan mungkin akan teriak-teriak sampai seisi kampung mendengarkan semua kesalahan yang dilakukannya. 

“Mas,” panggil Vania setengah berteriak. 

Suara keras itu bahkan membuat Martin terkejut dan hampir melompat. Wajahnya memucat ketakutan, seperti seorang maling yang ketahuan mencuri.

Martin menoleh ke asal suara. Ia tak melihat istrinya dari sana. 

“Mas,” panggil Vania sekali lagi.

Saat itu barulah Martin tersadar bahwa suara itu berasal dari dalam kamar mandi. Tapi … untuk apa Vania memanggilnya. Apa mungkin istrinya benar-benar sudah memaafkannya dan sedang memberinya lampu hijau padanya. 

“Nia, Mas mu datang,” sahutnya dengan wajah sumringah.

Martin merasa sangat percaya diri, tentu saja Vania akan sangat merindukannya. Ia sudah begitu lama tidak memberikan nafkah bukan saja lahir, tetapi juga nafkah batin. Ia pasti sudah cukup tersiksa menjalani tahun-tahun pernikahan tanpa sentuhan seorang pria.

Seandainya saja Vania tahu, Martin enggan untuk menyentuhnya. Tapi demi kelancaran perekonomiannya, kali ini dia harus mengalah.

“Mas, bisa tolong aku …,” pinta Vania. Perempuan cantik itu melongokkan kepalanya dari dalam bilik kamar mandi. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Hasrat Tuan CEO   Akhir Dan Awal Yang Baru

    “Alisha!” teriak Regantara. Lelaki itu segera menarik bedcover untuk menutup bagian tubuhnya yang terekspos. “Maaf Kak,” ucap Alisha yang langsung menutup pintu kamar itu kembali. Mood mereka langsung menghilang karena peristiwa itu. …. Suasana di meja makan pagi itu sepi, tidak seperti biasanya. Alisha tidak lagi berceloteh. Gadis itu bahkan menghabiskan sarapannya jauh lebih cepat dari biasanya. “Aku hampir terlambat,” sahutnya ketika Vania mencoba mengajaknya bicara. Dan benar, selang beberapa saat kemudian ia berlari keluar. Ia menyalakan motor maticnya dan berangkat ke sekolahnya. Kaki Vania menyenggol kaki suaminya sebagai kode. Ia merasa perubahan sikap Alisha masih ada hubungannya dengan peristiwa semalam. Sungguh situasi yang sangat canggung. Mereka tak bisa sepenuhnya mempersalahkan Alisha yang langsung membuka pintu kamar mereka. Bagaimanapun mereka juga bersalah karena lebih mementingkan hasratnya dan melalaikan kewajibannya menutup pintu. “Papa suda

  • Terjerat Hasrat Tuan CEO   Kembali Pulang

    “Apa yang mau Papa lakukan jika bertemu kembali dengan mama?” tanya Regantara, “aku tidak akan pernah ijinkan Papa bertemu mama jika Papa hanya ingin menyakiti hati mama lagi.”“Papa sudah dengar semuanya,” ucap lelaki tua itu. Raut wajah sendunya memperlihatkan dengan jelas penyesalannya. “Kenapa kamu tidak memberitahu papa? Seharusnya semua ini tidak perlu terjadi.” “Seandainya pun aku memberitahu Papa, apa mungkin Papa akan percaya?” Sahut Regantara dengan perasaan getir, “saat itu Papa sibuk dengan selingkuhan Papa yang menuntut tinggal di rumah ini. Aku masih ingat ketika perempuan jalang itu masuk ke rumah ini bersama dua anaknya. Aku masih ingat bagaimana dia memperlakukan mama di belakang Papa.” Vania meremas lengan suaminya. Ia tidak suka melihat suaminya menciptakan perasaan bersalah pada pemilik tubuh renta di hadapan mereka. Seharusnya ia dapat hidup dengan damai di usia senjanya. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Hutomo menghela napas dengan berat. Sepasang matanya

  • Terjerat Hasrat Tuan CEO   Kangen

    “Nggak ada apa-apa. Pasti cuma mati lampu biasa. Sebentar lagi juga pasti nyala,” bisik Regantara menenangkan istrinya. Ia mengangkat tubuh mungil itu dan membawanya ke dalam kamar mereka. Untung saja cahaya bulan dari jendela besar apartemennya cukup berguna malam itu. “Sepertinya kita memang harus melanjutkan misi kita malam ini,” goda Regantara disambut cubitan ringan di pinggangnya. Lelaki itu merebahkan tubuhnya di samping Vania. “Sayang, pernikahan seperti apa yang sebenarnya kamu impikan?” tanya Regantara, “apakah itu tentang mengundang banyak orang, memakai gaun putih dengan dekorasi yang penuh bunga?” “Aku tidak mau. Bagaimana kalau pernikahan itu gagal? Aku nggak mau merasakan kecewa untuk yang kedua kalinya,” sahut Vania, “jujur aku tak akan sanggup jika kegagalan yang sama kembali terulang. Mungkin aku bisa terlihat setegar ini, tapi sebenarnya hatiku —”Regantara menghentikan ucapan istrinya dengan sebuah kecupan. Ia memagut dengan penuh hasrat, menikmatinya, seakan h

  • Terjerat Hasrat Tuan CEO   Kekacauan

    Vania meletakkan beberapa foto yang didapatnya dari seorang pemegang saham. Ia tak bisa menyangkal kalau hatinya terasa sakit saat melihat lembaran foto yang memperlihatkan bahwa suaminya sedang tidur bersama gadis lain. Namun ia dituntut profesional, apalagi saat ini ia sedang melakukan tugasnya, sebagai seorang sekretaris. Ia tidak seharusnya melibatkan perasaannya. Regantara menatap foto-foto di depannya. Foto yang memperlihatkan betapa intimnya hubungannya dengan Alisha. Sesaat ia menghela napas sambil melirik tajam pada istrinya, mencari sirat kecemburuan di wajahnya nan ayu. “Tentang peristiwa ini, aku berhak untuk diam karena ini terlalu privacy dan aku tidak ingin melukai siapapun dengan pernyataanku,” ucap Regantara, “tapi aku bisa menjamin, nilai saham kita akan melesat naik di minggu berikutnya. Aku sudah menindaklanjuti pemberitaan itu dan orang-orang yang berniat buruk padaku juga sudah diamankan oleh para penegak hukum.” Kegaduhan kembali terdengar di dalam ruangan it

  • Terjerat Hasrat Tuan CEO   Kenyataan Pahit

    Tangan perempuan itu mendarat di pipi Alisha. Lebam di kulitnya yang pucat, memperlihatkan betapa keras tamparan sang ibu. “Ma!” protes gadis itu, “dia itu kakak kandungku. Apa yang harus aku lakukan kalau aku hamil? Nikahin dia? Aku nggak gila!” “Dia bukan kakak kamu. Dia bukan anak mama. Dia anak suami pertama mama. Puas kamu!” Alisha ternganga mendengar jawaban ibunya. Ia tidak menyangka bahwa perempuan yang telah melahirkannya itu hatinya telah tertutup oleh ketamakannya. Ia bahkan tidak menyangkal telah berkontribusi dalam menciptakan kegaduhan itu. “Biarpun dia bukan anak mama, tapi bukan berarti mama bisa mengijinkan dia merusak masa depanku!” Protes Alisha lagi, “seharusnya mama ngelindungi Alisha, bukan malah sebaliknya, mama mendorongku ke dalam jurang yang tak berujung.”“Alisha!” Gadis itu menjauh dari ibunya. Entah kenapa ia merasa jijik dan benci pada ibunya. “Alisha! Semua ini buat kamu. Kejadian semalam adalah cara kami memberikan kartu as buat kamu untuk memeras

  • Terjerat Hasrat Tuan CEO   Terbongkar

    “Syukurlah, akhirnya kamu pulang juga,” ucap Vania yang semalaman tidak bisa tidur karena menunggu suaminya pulang. Ia menatap lelaki itu dengan heran. Dari mimik wajahnya, ia bisa menebak sesuatu telah terjadi. “Kamu nggak papa kan, sayang?” tanyanya menyelidik.Regantara mengendurkan ikatan pada dasinya. Wajah dan rambutnya terlihat masih berantakan. Hal itulah yang membuat firasat Vania semakin kuat bahwa telah terjadi sesuatu semalam tadi. Vania menghampirinya, menangkup pipi suaminya dengan kedua tangannya untuk mensejajarkan pandangannya. “Hei, sayang. Apa yang terjadi? Kamu nggak papa kan?”“Dia menjebakku,” ucapnya lirih, “sepertinya aku terlalu naif, karena mengharapkan mereka berubah. Mereka tidak akan berubah. Serigala tidak akan berubah menjadi domba.” Vania melepaskan tangannya. Ia berusaha memahami kata-kata yang keluar dari bibir suaminya. Namun kalimat yang keluar, terlalu rumit untuk dipahaminya. “Siapa? Maksudmu …. Papa kamu? Ibu tiri kamu, atau saudara tirimu?”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status