Beranda / Romansa / Terjerat Hati Teman Kecil / Menikahlah dengan Cilla

Share

Menikahlah dengan Cilla

Penulis: QM
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-27 14:46:20

"Tian, pulanglah dulu sama Pakde Ali. Kamu belum mandi dari semalam," kata Arum menyarankan sang keponakan agar pulang.

Pasalnya, Bastian sejak kemarin sore belum ganti baju maupun mandi. Dia sangat khawatir dengan keadaan sang nenek sehingga tak peduli dirinya sendiri.

"Assalamualaikum," ucap gadis bermata bulat dengan baju kaos dipadu jaket berwarna merah muda itu.

WAALAIKUM SALAM

Jawab serempak semua orang yang berada di kamar rawat ini. Cilla datang membawa rantang bersama Maura sang ibu. Mereka membawakan makanan untuk semua orang yang ada di sini. Mengingat Eyang Adjeng belum sadar sedari kemarin sore.

Mereka akhirnya dengan terpaksa makan meskipun tak berselera. Bagaimanapun semua orang haruslah menjaga kesehatan salah satunya makan dengan benar, untuk menjaga wanita tua itu. Kini mereka berada di cafetaria rumah sakit. Akan tetapi Bastian tak mau ikut, sehingga Cilla menemani pemuda itu di kamar.

"Makan dulu, Tian." kata Cilla seraya memberikan piring berisi makanan pada Bastian.

"Kamu aja yang makan, aku gak lapar," tolak Bastian.

"Jangan kayak gitu, Tian. Eyang pasti sembuh. Percaya sama aku. Kamu juga ingin jagain Eyang, kan? Jadi kamu juga harus makan biar sehat," kata Cilla membujuk Bastian.

Mata sipit itu memandang gadis itu sesaat lantas terpaksa mengambil piring yang disodorkan padanya. Tian beralih duduk di sofa bersebelahan dengan Cilla.

"Aku takut, Kop!" ujar Tian lirih.

Cilla menoleh dan beralih memandang Tian dengan terenyuh. Siapa yang tak tahu? Bastian hanya memiliki sang nenek di dunia ini. Pastilah dia takut terjadi hal buruk pada wanita tua itu. Bastian menatap sang nenek yang masih saja memejamkan matanya.

"Tian, kita doakan saja. Eyang itu wanita kuat. Pasti segera siuman, jangan khawatirkan itu." kata Cilla lembut dengan menggenggam tangan pemuda itu.

Bastian memandang tangannya yang digenggam gadis dengan mata bulat itu. Sebuah kekuatan yang tak kasat mata mengalir seakan masuk lewat genggaman itu.

Jika kamu tau, aku sangat menyayangimu. Apakah kamu akan keberatan menggenggam tanganku? Sekali saja, kau melihatku seperti kamu melihat Randi. Aku juga seorang laki-laki. Wajahku juga tak buruk. Aku bisa menjadi... Ah. Bodoh! Dia sudah memiliki kekasih. Bastian, lupakanlah perasaan bodohmu itu!

"Hem, aku makan dulu," kata Bastian mengurai genggaman tangan Cilla.

Pemuda itu mulai menyendok nasi dan lauk yang ada di piringnya. Melihat Cilla hanya diam, pemuda itu bertanya.

"Kamu sudah makan?"

Cilla menggeleng. Gadis itu tersenyum ceria seperti biasa. Sangat langka melihat mereka berdamai seperti ini. Tian menyendok nasi dan lauknya, ia kemudian menyodorkan pada gadis itu.

"Buka mulutmu!" titah Bastian.

Cilla menggelengkan kepala. Namun, mata sipit itu seakan tajam menatapnya. Sehingga gadis itu terpaksa membuka mulutnya. Bastian menyuapi Cilla. Hal itu terjadi berkali-kali hingga satu piring makanan itu habis untuk mereka berdua. Setelahnya mereka mengobrol tentang sang nenek yang masih saja belum siuman. Bastian yang biasanya tak banyak bicara hal yang bersifat pribadi hari ini begitu berbeda. Mereka berdua tidak berdebat sama sekali. Cilla banyak mendengarkan cerita Bastian.

"Bas..." suara lirih terdengar.

Di tengah mereka mengobrol sang nenek siuman. Cilla segera memanggil petugas kesehatan. Sedangkan Bastian menghampiri sang nenek.

"Eyang, Bastian di sini." kata pemuda itu.

"Bastian, menikahlah dengan Cilla. Eyang mau kalian menikah, sebelum eyang pergi," kata Adjeng dengan suara lirih lemah.

Tak lama dokter berserta suster datang. Bastian terdiam memahami kalimat sang nenek. Menikahi Cilla? Yang benar saja. Cilla saja memiliki kekasih. Bastian benar-benar tak bisa berpikir lagi. Dia senang sang nenek siuman. Akan tetapi, ia juga merasa bingung dengan kalimat permintaan wanita tua itu.

***

Cilla pagi itu berangkat ke kota. Ia memang tinggal di sebuah desa yang sedikit jauh dari kota di kabupatennya. Sekitar lima belas menit ia menempuh perjalanan menggunakan motor matic miliknya. Gadis itu berhenti di sebuah klinik untuk menemui seseorang. Gadis itu sesaat berhenti di pintu. Ia mendengar sesuatu yang membuat hatinya sesak.

"Aku gak mau, Pa. Apa kata keluarga besar kita kalau anak kita seorang dokter dapat anak montir? Mana orang desa lagi," kata wanita dengan bibir berona merah itu.

"Kalau papa sih yang penting Randi seneng, Ma. Cuman, ya pasti saudara kamu yang heboh kalau beneran Randi sama Adilla."

Mendengar namanya disebut Cilla seakan merasakan sesak yang tak mampu diucapkan. Hanya dengan bernafas saja ia sangat kesulitan. Klinik ini adalah klinik kecantikan. Ia sudah menemui karyawan yang sudah akrab dengannya. Sehingga ia dipersilahkan ke atas, di mana tempat pemilik klinik ini tak lain orangtua Randi yang sedang menunggunya. Menguatkan hati dan tekadnya untuk menyelesaikan semuanya membuat Cilla mengetuk pintu yang tidak tertutup rapat itu.

Tok tok tok.

"Masuk," suara lembut mempersilakan Cilla.

Sesaat gadis itu masuk di ruang yang di sana ada Bisma, ayah Randi dan Irina yang berdiri menyambutnya.

"Eh, Adilla. Sini, Sayang. Duduklah!" titah Irina mempersilakan.

Ini bukan pertemuan pertama mereka. Irina dan Cilla Adilla sudah berkali-kali bertemu. Bahkan gadis itu pernah mengambil kerja secara parttime di klinik ini sebagai tenaga customer servis. Cilla tersenyum ramah. Sebenarnya ia sangat menahan sesuatu yang amat menekan matanya di sana. Mendung yang semakin menghitam ini nampak menyulitkan penglihatannya.

"Terimakasih  Tante," ucap Cilla lantas duduk.

"Sebelumnya saya minta maaf Dilla, kemarin Randi meminta kita untuk melamar kamu. Tapi, tante itu pingin Randi dapat kerja dulu setelah nanti selesai koas. Dokter kan harus menempuh koas dulu ya, setelahnya juga Randi akan kuliah  lagi mengambil spesialis."

"Saya mengerti, Tante. Saya ke sini untuk itu. Orangtua saya khawatir dengan hubungan saya dan Randi. Oleh sebab itu, saya akan memutuskan hubungan kami berdua lebih dulu. Sampai Randi selesai pendidikannya. Saya, minta maaf Tante. Selama mengenal Tante, saya banyak salah. Saya pamit, dulu."

Cilla sudah tak mampu lagi berada di sini lebih lama. Rasanya sesuatu benda menekan dadanya hingga ia kesulitan bernafas. Cilla berdiri dan berpamitan. Irina dan Bisma hanya mengangguk dan mempersilahkan gadis itu pergi.

"Apa Adilla mendengar obrolan kita tadi, Ma?" tanya Bisma setelah Cilla berlalu.

"Dengar juga lebih bagus, Pa! Yah, syukurlah dia sadar diri. Kita gak usah susah-susah memisahkan Randi sama dia. Casse closed!" ujar wanita dengan baju formalnya itu.

Sedang Cilla, membawa motor dengan air mata berderai. Ternyata selama ini dirinya tidak diterima oleh orang tua Randi. Betapa ia merasa rendah saat ini. Kalimat yang ia dengar tanpa sengaja tadi terus mengiang di telinganya.

...anak kita seorang dokter dapat anak montir.

Kalimat itu seakan berteriak di telinganya. Sebuah kalimat yang merendahkan dirinya.

"Apakah ini jawabannya, Ya Allah?" tanya Cilla dengan mengendarai motor.

Gadis itu terus menangis dengan helem di tutup. Setelah berkendara semakin jauh dari tempat awal, Cilla masih saja menangis. Tak di sangka saat ia hendak mendahului mobil yang berjalan perlahan di depannya, dari arah berlawanan ada truk besar yang berjalan ke arahnya.

Bagaimana nasib Cilla selanjutnya?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Jangan sampai Cilla ketabrak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Terjerat Hati Teman Kecil   Petang akan Datang Kembali (Ending)

    Di bahu jalan, mobil Bastian yang kosong menjadi tempat Danilo dan Vika berbicara. Mereka datang bersamaan. Vika mencari bapaknya untuk melakukan upaya penyelamatan. Sang ibu, Arum sudah lebih dulu pergi. Namun, Vika justru datang sendiri sebab Ali dari kota segera ke Polsek untuk melapor dan akan membawa polisi datang.“Jadi ibu udah ke dalam Dek?” tanya Danilo.“Iya, Mas. Tadi aku coba telpon mas Bastian. Tapi gak diangkat. Gak taunya udah ke sini.” kata Vika dengan tangan terus bergerak gelisah.Tentu Vika merasakan kekhawatiran yang begitu hebat. Sang ibu sedang menolong Cilla dan ibunya di sana. Sedang dirinya hanya bisa menunggu atas perintah ibunya. “Kamu gak usah khawatir, bentar lagi bapak datang.”Tak lama berselang, mobil polisi beserta Ali datang. Mereka segera menghampiri Vika. Kemudian bersama-sama menuju tempat yang sudah diinformasikan Arum sebelumnya.Sebelumnya, Arum sampai di lokasi Cilla disekap. Dia menghubungi Elka sebelumnya. Mengapa Arum bisa mendapatkan titik

  • Terjerat Hati Teman Kecil   Murka

    Pov Bastian“Aku menyukaimu saat pertama kali kita berciuman gak sengaja. Itu first kiss yang sangat membekas, Tian. Sampai membuatku ragu untuk melanjutkan hubunganku saat itu. Dari situlah, pada akhirnya aku bisa menerima lamaran kamu.”“Jadi, kalau tidak ada acara ciuman waktu itu. Kamu gak akan terima lamaranku?”Wanita yang sejak kecil menempati ruang di hatiku itu menggelengkan kepala. Wanita itu merubah posisinya untuk menatap diriku yang tak lepas memperhatikan ekspresinya. Kami sedang berbicara sebelum tidur. Biasanya orang menyebutnya pillow talk.“Bisa iya, bisa tidak.” jawabnya sambil tersenyum.“Terus, misal eyang saat itu gak dateng di warung bakso, jawaban kamu menolak aku gitu?” balasku bertanya lagi.“Hemm, tidak juga. Sebenarnya aku mengajak kamu untuk berpacaran terlebih dahulu. Tapi….” Jawaban menggantung wanita bermata bulat itu membuatku penasaran.“Justru, Eyang menyuruh kita menikah.” sambungnya.“Terus nyesel yah?” sahutku.“Justru bikin aku seneng karena kit

  • Terjerat Hati Teman Kecil   Siapa yang Bermain?

    “Apa yang Mbak bilang tadi?”Wanita cantik dengan wajah yang tampak muram terlonjak saat mendengar pengakuan sang kakak. Hasti, adik Elka datang setelah acara tiga hari sang ibu, Ratri. Wanita itu menatap sang kakak dengan tatapan tajam.“Iya, ibu marah karena aku masih memiliki perasaan sama Bastian.” kata Elka mengaku pada sang adik. Wanita itu duduk menatap ke arah jendela. “Astaga, Mbak. Kamu itu udah punya suami yang tampan, punya segalanya. Pikiranmu kemana Mbak, ha?” “Semuanya karena Cilla,” imbuh Elka.Tanpa mereka sadari, pertengkaran ini didengarkan dengan seksama oleh seseorang. “Jadi ibumu meninggal karena bertengkar sama kamu, Elka?” tanya seorang pria yang tiba-tiba datang dari pintu utama. Suami Elka dengan wajah muram berjalan mendekat pada posisi mereka. Aura kesedihan yang sudah ada sedari tadi kini seakan bertambah tebal. “Selesaikan masalah kalian, aku tunggu di luar.” kata Hasti hendak melangkahkan kakinya keluar dari rumah. Namun, kakinya berhenti mendenga

  • Terjerat Hati Teman Kecil   Lunglai

    “Bude, gimana kabarnya?” tanya Vika sesaat datang. Gadis itu segera datang sesaat mendapatkan kabar. Maura mempersilahkan anak kandung mantan suaminya itu untuk duduk.“Alhamdulillah, sehat Vika. Kamu gimana, Nak?” Maura memang sudah terbiasa dengan Vika. Sejak permasalahan yang datang terus membuka tabir keburukan sang mantan suami, wanita itu tidak sekalipun marah pada Vika. Mereka mengobrol alakadarnya sambil menunggu Danilo mengeluarkan mobil dari garasi. Setelahnya mereka bersama menuju rumah Elka untuk melayat.*Cilla menumpu motor dengan posisi berdiri. Dia melempar helmnya secara reflek. Teriakan dan bunyi helm yang jatuh membuat Bastian segera berbalik badan dan membantu sang istri.“Maaf, Sayang.” ucap Bastian sambil menarik standar motor menggunakan kakinya.“Iya aku gak apa-apa kok, motor kamu gak apa-apa juga. Gak jatuh!” ujar Cilla kesal dengan memungut helmnya di bawah .Bastian lupa menarik standar motor. Sehingga, motor nyaris jatuh. Pria itu tampak diam dengan waj

  • Terjerat Hati Teman Kecil   Oleng

    Pagi itu, Bastian baru pulang dari sawah. Pria itu menggunakan kaos rumahan dipadu bawahan celana selutut berbahan kaos. Cilla melihat sang suaminya menaruh kunci motor di meja makan.“Masak apa Bunda?” tanya Bastian.Cilla mengangkat sebelah alisnya, sedang Bastian tersenyum tipis berakhir bibirnya tersenyum lebar gagal menahannya.“Bunda apa sih? Aneh banget!” ketus Cilla.Wanita itu sudah cantik dengan baju dress selutut khas dirinya. Corak warna kecoklatan dengan bahu telanjang. Dia akan menggunakan kardigan saat keluar rumah.“Katanya gak mau dipanggil…”“Oh jadi ganti panggilan gitu?”Cilla memasukkan masakannya di piring setelahnya menatap malas sang suami yang berdiri di dekat meja dapur.“Yah, kan nanti anak kita lahir panggil kamu Bunda gitu kan?” kata pria itu menarik tisu dan membersihkan tangannya yang basah.“Dih!” dengus Cilla, wanita itu menatap tajam saat Bastian mencomot tempe tepung yang ada di piring. “Kenapa? Gak mau? Makanya, sih gak usah protes. Panggilan Kopi

  • Terjerat Hati Teman Kecil   Sadar Diri

    “Mas, es penangkal badai kemarahan istri ada ya?” tanya Bastian menyindir Cilla yang sedari tadi tidak menjawab pertanyaan darinya.Wanita itu selalu berkata terserah saat ditanya hendak pesan apa. Di sebuah kafe yang terletak di jantung kota, Bastian membawa sang istri.“Hehehe, untuk minuman best seller di tempat kami ini Pak, blue ocean karnival. Ada selasih dan rasanya segar asam manis, apakah mau mencobanya?” saran sang pelayan berwajah Jawa khas itu.Bastian tampak memperhatikan gambar menu yang ditunjuk oleh pelayan. Dari ekor matanya melirik sang istri yang mengambil ponsel di tasnya.“Boleh, sama ramen level dua saja ya. Kalau panas gini biar sekalian terbakar,” ucap Bastian.Sang pelayan menulis pesanannya dengan tersenyum. “Ohya masing-masing dua ya, sama tambah ini coba wafel coklat. Biar manis sedikit gak pahit seperti suasana saat ini,” lanjut Bastian.“Baik, Pak. Apakah ada pesanan yang lain?” kata sang pelayan.“Sudah cukup, terimakasih.” tukas pria itu. Mata sipit Ba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status