Share

7. Penyelamat Hidup

Author: Merspenstory
last update Last Updated: 2023-07-14 07:57:16

Kikan tidak tahu harus bereaksi seperti apa usai mendengar semua cerita dari Terry. Ternyata hubungan mereka tidak ‘biasa saja’ seperti yang Kikan pikir.

Bagi Terry, Kikan adalah penyelamatnya. Sama seperti Kikan yang menganggap Manda adalah penyelamat hidupnya. Pantas saja wanita itu terlihat sangat gembira dan bahkan bersyukur saat mereka bertemu kembali.

“Aku mungkin nggak akan bisa hidup sampai sekarang kalau saja waktu itu kamu nggak menyelamatkan aku. Cuman kamu satu-satunya yang menganggapku sebagai manusia dan mau berteman sama aku.”

Kehidupan semasa Sekolah Menengas Atas adalah kehidupan yang paling berat untuk Terry. Memiliki ibu yang merupakan seorang wanita penghibur dan pemuas nafsu para lelaki merupakan suatu hal yang sangat membebani Terry. Tidak ada yang mau berteman dengannya dan bahkan mereka memperlakukan Terry seolah ia bukan manusia.

Tapi hal yang berbeda Kikan lakukan. Wanita itu justru menerima Terry tanpa menghakimi sama sekali. Sejak saat itulah Kikan adalah penyelamat bagi Terry.

“Padahal aku berniat mengakhiri hidupku hari itu. Tapi kamu memanggilku dan mengajakku untuk pulang bersama.”

Kikan tertegun saat kedua indra pendengarannya menangkap kalimat itu. Mengakhiri hidup? Tiba-tiba saja Kikan merasakan ada sesuatu yang menyengat di dalam dirinya.

“Jadi, Kikan, senang bisa bertemu kamu kembali,” kata Terry lagi. Senyuman di bibirnya kembali tersemat, membuat Kikan hampir ragu dengan apa yang baru saja Terry katakan soal masa lalunya yang terdengar kelam dulu.

Kikan akui jika Terry yang ia lihat sekarang sangat jauh berbeda dengan Terry yang ia dengar melalui penjabaran oleh sang pemilik nama itu sendiri. Terry terlihat bahagia dengan senyum yang berseri-seri. Kikan bersyukur sebab Terry bisa bangkit.

“Ya, aku juga senang bisa bertemu kamu lagi,” sahut Kikan ikut tersenyum. “Uhm, kalau begitu aku permisi dulu. Ada beberapa hal yang harus kulakukan sekarang.”

Kikan tidak punya banyak waktu untuk tetap di sini sembari mengobrol membahas masa lalu. Jika ia punya banyak waktu, maka yang harus Kikan lakukan adalah mencari pekerjaan dan bukannya bernostalgia dengan teman SMA nya itu.

Terry mengangguk tanpa melunturkan senyuman. Wanita itu ikut beranjak saat Kikan berdiri dari duduknya. Mengantarkan ‘wanita penyelamat hidupnya’ itu hingga ke pintu cafe.

“Kikan, boleh aku minta nomor kontak kamu?” tanya Terry saat keduanya berada di ambang pintu.

Sure ...,” sahut Kikan kemudian menyebutkan satu per satu angka yang merupakan nomor teleponnya.

Terry terlihat senang dengan senyum semringah yang lagi-lagi tersemat di bibirnya. Setelah mendapatkan nomor kontak Kikan, wanita itu lantas melambaikan tangan sebagai upaya mengantar kepergian wanita penyelamatnya itu.

Kikan membuka langkah dengan perasaan senang. Bertemu Terry nyatanya membuat Kikan merasa seperti menemukan kepingan ingatannya lagi. Setidaknya Kikan bisa mendengar cerita semasa ia SMA dulu melalui Terry.

Jika kamu perlu sesuatu, jangan ragu untuk meminta bantuanku. Sejemang Kikan tiba-tiba terpikirkan kalimat yang Terry lontarkan saat mereka di cafe tadi. Langkahnya tertahan lalu sedetik kemudian wanita berkulit putih susu itu memutar tubuhnya menghadap cafe milik Terry.

Haruskah ia kembali ke sana lalu meminta Terry memberinya pekerjaan? Cukup lama Kikan berdiri di atas pijakan tanpa beranjak sedikit pun dari sana. Entahlah, Kikan hanya takut jika permintaan semacam itu sangat berlebihan untuk dikatakan pada seorang teman lama yang baru saja ia temui.

Setelah menimbang-nimbang dengan begitu cermat dan menyingkirkan ego di dalam dirinya. Akhirnya Kikan memutuskan untuk membuka langkah dan masuk kembali ke cafe. Tentu saja kedatangannya mendapat sambutan hangat dari Terry yang memang menganggap Kikan sebagai orang yang spesial dalam hidupnya.

“Kikan, ada apa?” Terry mendatangi Kikan yang berdiri tak jauh darinya.

Sebuah gumaman pelan berhasil tertangkap oleh telinga Terry. Wanita itu merasa kian penasaran sebab Kikan terlihat ragu.

“Kikan ...,” panggil Terry lagi, suaranya begitu lembut.

“Sebenarnya aku kembali ke sini karena aku mau minta tolong sama kamu.”

Terry mengangguk paham. “Uhm hmm. Katakan, kamu mau minta tolong apa?”

Kikan meluruskan bahunya dan meneguk salivanya dengan sedikit payah sebelum akhirnya mengutarakan maksudnya. “Sebenarnya, bisakah kamu mempekerjakan aku di sini? Aku benar-benar membutuhkan pekerjaan sekarang,” ucap Kikan pada akhirnya.

“Ya! Tentu saja aku bisa memperkerjakan kamu di sini.” Terry menjawab tanpa berpikir panjang. Bahkan jika seandainya Kikan ingin meminta uang darinya pun Terry tidak akan ragu untuk memberikan, apalagi hanya sebatas pekerjaan.

Rasanya seperti sebuah beban tiba-tiba terlepas dari dalam dirinya. Kikan merasa sangat lega saat Terry mau mempekerjakan dirinya di cafe miliknya.

“Oh Tuhan, terima kasih. Aku sangat berterima kasih karena kamu mau mempekerjakan aku di sini,” kata Kikan dengan mata berkaca-kaca.

“Ayolah, ini bukan hal besar dibanding dengan apa yang kamu lakukan dulu. Tapi Kikan, apa kamu baik-baik saja bekerja di cafe? Aku hanya bisa menawari kamu posisi sebagai waitress.”

“Apapun itu, aku sama sekali nggak masalah selama itu adalah sebuah pekerjaan. Sekalipun kamu hanya mempekerjakan aku untuk bersih-bersih, aku juga akan menerimanya dengan senang hati.”

Memangnya Kikan bisa apa? Situasinya sekarang sangat tidak memungkinkan untuk Kikan pilih-pilih pekerjaan. Ditambah Kikan tidak tahu kapan dia akan diusir dari apartemen yang ia pinjam dari mantan bos nya dulu. Kikan benar-benar harus mempersiapkan diri kapanpun.

“Sebenarnya aku bisa bantu mencarikan kamu pekerjaan yang lebih dari ini. Nanti aku coba bicara sama suamiku, mungkin dia bisa mempekerjakan kamu di perusahaan miliknya.”

Kikan menggelengkan kepalanya dengan mantap. Sungguh ia tidak mengharapkan hal semacam itu dari Terry. Bisa menerima dirinya bekerja di sini saja sudah lebih dari cukup. Kikan tidak ingin melunjak.

“Kamu nggak perlu melakukan itu, Ter. Untuk sekarang menjadi waitress sudah lebih dari cukup bagiku. Jadi, apa aku boleh bekerja mulai hari ini?” tanya Kikan sedikit menggebu.

Terry tersenyum tipis. “Kamu bisa datang mulai besok, Kikan. Sekarang sudah sore, sebaiknya kamu istirahat malam ini dan datang pukul tujuh besok pagi.”

“Pukul tujuh pagi?”

“Ya, pukul tujuh pagi. Cafe-ku dibuka mulai pukul delapan jadi kamu harus tiba setidaknya satu jam sebelum itu.”

“Oke, aku pastikan untuk datang tepat waktu besok dan membawa surat lamaranku sekalian. Sekali lagi terima kasih karena sudah mau menerimaku.”

Suara kekehan pelan yang kemudian berubah menjadi cekikikan terlontar dari mulut Terry saat mendengar ucapan Kikan barusan. “Ya ampun Kikan, kamu nggak perlu melakukan itu. Simpan saja waktu berharga kamu untuk melakukan hal lain daripada menyiapkan surat lamaran atau semacamnya. Kamu bukan hanya sekedar temanku, Kikan. Jadi bersiap-siap saja untuk mendapat perlakuan khusus dariku ya.”

Terry berhasil membuat Kikan tercengang dengan semua ucapannya tadi. Perlakuan khusus? Oh tidak tidak tidak.

“Terry, kusarankan kamu untuk nggak melakukan hal itu. Karena kalau kamu melakukannya, aku yakin aku akan dibenci pada hari pertamaku bekerja nanti,” sahut Kikan tertawa diikuti oleh Terry yang juga melakukan hal serupa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   43. Hari yang Baru, Cinta yang Sama

    Kikan berdiri di dapur, masih mengenakan piyamanya, sibuk menyiapkan sarapan. Aroma kopi yang baru diseduh bercampur dengan wangi roti panggang memenuhi ruangan. Ia tersenyum puas melihat meja yang kini sudah tertata rapi—segelas kopi untuk Dewandra, segelas susu untuk Rosetta, dan piring berisi omelet serta roti panggang.Langkah kaki terdengar mendekat, dan tak lama kemudian, sepasang lengan melingkari pinggangnya dari belakang.“Rajin sekali,” bisik Dewandra di dekat telinganya, suaranya masih berat karena baru bangun tidur.Kikan tersenyum kecil, meski pipinya merona. “Kalau bukan aku, siapa lagi yang mau menyiapkan sarapan buat suami sendiri?” godanya.Dewandra tertawa pelan, mengecup pipi Kikan sekilas sebelum akhirnya melepaskan pelukan dan mengambil secangkir kopi.Kikan melirik sekilas ke arahnya dan tersenyum. “Ayo sarapan sebelum Rosetta bangun,” ajaknya.Mereka duduk berdua menikmati sarapan dalam suasana tenang dan intim. Sekali-sekali, Dewandra mencuri pandang ke arah Kik

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   42. Malam Pertama Setelah Sekian Lama

    Setelah resepsi yang penuh kebahagiaan dan tawa, Dewandra membawa Kikan ke rumah mereka—rumah yang kini benar-benar menjadi milik mereka berdua, tanpa bayang-bayang masa lalu yang menyakitkan.Begitu memasuki kamar, Kikan terdiam. Kamar itu telah dihias dengan sangat indah—kelopak mawar putih tersebar di atas ranjang, lilin-lilin kecil menyala lembut di sudut ruangan, menciptakan suasana yang begitu hangat dan romantis.Dewandra berdiri di belakangnya, memerhatikan ekspresi Kikan yang terlihat gugup, namun matanya bersinar lembut.“Kamu suka?” tanyanya pelan.Kikan berbalik, menatap pria yang kini sah menjadi suaminya kembali. Ia mengangguk. “Sangat indah,” sahutnya tersenyum.Dewandra tersenyum tipis, lalu mendekat. “Aku ingin malam ini menjadi malam yang spesial untuk kita.”Kikan menahan napas ketika Dewandra mengangkat tangannya, kemudian menyentuh pipinya dengan kelembutan yang begitu menenangkan. “Aku masih tidak percaya kalau akhirnya kita sampai di titik ini,” bisiknya.Dewandr

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   41. Hari Bahagia

    Setelah malam yang penuh kehangatan itu, hubungan antara Kikan dan Dewandra semakin erat. Kikan masih sering terbangun dengan perasaan tidak percaya bahwa ia benar-benar telah menerima lamaran pria itu lagi. Ada kegugupan, ada ketakutan, tetapi yang paling mendominasi adalah perasaan bahagia yang perlahan-lahan memenuhi hatinya.Di rumah, Rosetta menjadi orang yang paling gembira mendengar kabar itu.“Jadi Tante Kikan bakal jadi Mama beneran lagi?” seru Rosetta dengan mata berbinar.Kikan tertawa sambil mengusap kepala gadis kecil itu. “Mama dari dulu tetap mamamu, Tata.”“Tapi kali ini aku bisa bilang ke semua orang! Mama dan Papa bakal menikah lagi! Aku bakal punya keluarga lengkap!” Rosetta melompat-lompat kegirangan, membuat Dewandra dan Kikan tak bisa menahan tawa.“Kita harus buat pesta, Pa!” lanjut Rosetta dengan penuh semangat.Dewandra mengangkat alis. “Pesta?”“Iya! Aku mau jadi flower girl!”Kikan dan Dewandra saling berpandangan sebelum akhirnya tersenyum.“Baiklah,” kata D

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   41. Dinner

    Waktu berlalu dengan cepat sejak Rosetta mengetahui kebenaran tentang Kikan. Hubungan mereka semakin erat, dan tanpa Kikan sadari, hari-harinya kini selalu diwarnai dengan canda tawa bocah kecil itu. Namun, di sisi lain, ada sesuatu yang lain—sesuatu yang perlahan mulai berubah dalam dirinya terhadap Dewandra.Pria itu tidak lagi mendesaknya untuk segera memberi jawaban tentang rujuk, tapi Kikan tahu Dewandra masih menyimpan harapan. Dan kini, setelah berminggu-minggu, ia mengajak Kikan makan malam di luar. Bukan sekadar makan malam biasa, tapi sesuatu yang dirancang dengan sangat sempurna.Kikan berdiri di depan cermin menatap pantulan dirinya dengan ragu. Gaun berwarna merah marun yang membalut tubuhnya terlihat begitu anggun, sederhana namun tetap elegan. Ia bahkan merasa sedikit gugup, sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan.Saat ia membuka pintu apartemen, Dewandra sudah menunggunya di depan sana. Pria itu mengenakan setelan jas berwarna hitam, tampak lebih berkarisma dari biasa

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   40. Aku Punya Mama

    Beberapa hari kemudianBeberapa hari kemudianBeberapa hari kemudian, Kikan dan Dewandra akhirnya sepakat. Sudah terlalu lama mereka menyembunyikan kebenaran ini, dan Rosetta berhak tahu siapa ibunya sebenarnya.Siang itu, mereka duduk di ruang tamu menunggu Rosetta yang masih asyik bermain dengan bonekanya di lantai. Kikan menggigit bibirnya dengan gugup, sementara Dewandra meremas tangannya sendiri, mencoba menyusun kata-kata yang tepat.“Apa menurutmu dia akan marah?” bisik Kikan pelan.Dewandra menoleh padanya, lalu tersenyum kecil. “Aku rasa tidak. Tapi dia mungkin akan terkejut.”Kikan menghela napas, lalu menatap Rosetta yang masih belum sadar akan percakapan serius yang menunggunya.“Tata,” panggil Dewandra lembut.Bocah itu menoleh cepat. “Iya, Papa?”“Kemari sebentar, Sayang. Papa dan Tante Kikan punya sesuatu yang penting untuk dibicarakan,” ujar Dewandra sambil menepuk sofa di sampingnya.Rosetta berdiri dan berjalan mendekat. Wajahnya penuh rasa ingin tahu. “Apa itu?” tanya

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   39. Piknik

    Akhir pekan pun tiba. Sejak pagi, Rosetta sudah bersemangat berlarian ke sana kemari di dalam rumah untuk memastikan semua yang dibutuhkan telah siap. Ia mengenakan gaun berwarna kuning dengan topi kecil yang menghiasi kepalanya.“Tante Kikan, Papa, ayo cepat! Tata sudah nggak sabar!” seru Rosetta, lalu menarik tangan Kikan dan Dewandra bersamaan.Kikan terkekeh melihat antusiasme bocah itu, sementara Dewandra hanya menggelengkan kepala pelan. “Iya, iya, kita berangkat sekarang,” ucapnya sebelum meraih keranjang piknik yang sudah dipersiapkan.Mereka pergi ke taman besar di pinggiran kota. Cuaca sangat cerah, angin berembus sepoi-sepoi, dan suara anak-anak lain yang bermain terdengar di kejauhan. Kikan menggelar tikar piknik di bawah pohon rindang, sementara Dewandra membantu Rosetta melepas sepatunya agar bisa berlari di atas rumput.“Tata mau main dulu!” Rosetta berseru sebelum berlari ke taman bermain.“Jangan jauh-jauh, ya!” Pesan Dewandra yang hanya dibalas anggukan cepat oleh put

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   38. Mencoba Memulai

    Beberapa hari kemudian, meski perasaan canggung masih menyelimuti, Kikan tetap datang ke kediaman Dewandra untuk menjalankan pekerjaannya sebagai pengasuh Rosetta. Ia tetap bersikap profesional, menjaga jarak yang seharusnya antara dirinya dan sang anak.Namun, perhatiannya semakin bertambah setiap harinya. Ada momen-momen di mana ia tertegun, menatap Rosetta lebih lama dari biasanya, dan tak jarang ia menangis terharu ketika bocah itu menunjukkan kasih sayang kepadanya tanpa tahu bahwa ia sebenarnya adalah ibu kandungnya.“Tante Kikan, lihat! Aku menggambar keluarga kita!” seru Rosetta dengan antusias, memperlihatkan gambar tiga sosok—seorang pria, seorang wanita, dan seorang anak kecil yang berpegangan tangan.Kikan menelan ludah. Dadanya sesak saat melihat dirinya tergambar di sana, berdiri di samping Dewandra dan Rosetta. Ia tersenyum, berusaha menahan air matanya. “Gambar Tata sangat bagus. Tante suka,” ucapnya lembut, lalu mengusap kepala bocah itu dengan penuh kasih.Baik Kikan

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   37. Ingatan yang Kembali

    “Kikan! Syukurlah kamu sadar!” Dewandra sampai berdiri dari duduk saat mendapati Kikan sudah siuman. Pria itu tampak bersyukur dan langsung memanggil dokter untuk memeriksa keadaan mantan istrinya itu. Kikan berusaha duduk sambil merasakan nyeri di kepalanya. Potongan demi potongan ingatan mulai membayangi dan Kikan hampir menjerit karena kepalanya semakin sakit. “Tante Kikan!” Kikan sontak menoleh ke samping saat mendengar suara Rosetta menggema. Bocah kecil itu langsung berlari dan memeluk Kikan sambil menangis. Sementara di belakangnya—Handi—ayah Dewandra, datang menyusul dan langsung menyapa Kikan dengan ramah. Tak lama setelah itu, Dewandra kembali bersama seorang dokter dan Kikan langsung mendapat pemeriksaan. “Aku … mendapatkan ingatan saat kita menikah dulu,” ucap Kikan sambil memandangi Dewandra setelah dokter selesai memeriksa dan pergi dari ruangan. Dewandra tidak bisa menutupi rasa terkejutnya mendengar pengakuan dari Kikan. Dewandra tidak tahu harus mengatakan apa.

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   36. Rahasia yang Terbongkar

    Sekembalinya dari supermarket, Kikan langsung menyimpan stok belanjaan dan menyusunnya dengan rapi. Sebelum bergulat dengan peralatan memasak untuk makan siang, Kikan berniat membersihkan beberapa sudut ruangan di dalam rumah ini. Ruangan pertama yang Kikan datangi adalah kamar Rosetta. Kikan mengembangkan senyuman saat mengamati seluruh ruangan bocah kecil itu. Beberapa boneka dan buku tampak berhamburan di lantai.Kikan melangkah maju dan mulai membersihkan ruangan tersebut. Entah mengapa perasaannya begitu senang seolah sedang membersihkan kamar putrinya sendiri."Apa ini?" Kikan meraih selembar kertas yang terselip di antara buku-buku. Ternyata sebuah tulisan berisi tentang dirinya. Kikan membaca tulisan tersebut dengan mata berkaca-kaca. Sebuah tulisan yang tidak terlalu rapi yang ditulis sendiri oleh Rosetta. Di dalam tulisannya, Rosetta menyebutkan betapa dia sangat bahagia telah mengenal Kikan."Ya Tuhan, bocah ini sangat manis. Tante juga menyukaimu, Tata," gumamnya sambil

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status