Share

7. Penyelamat Hidup

Kikan tidak tahu harus bereaksi seperti apa usai mendengar semua cerita dari Terry. Ternyata hubungan mereka tidak ‘biasa saja’ seperti yang Kikan pikir.

Bagi Terry, Kikan adalah penyelamatnya. Sama seperti Kikan yang menganggap Manda adalah penyelamat hidupnya. Pantas saja wanita itu terlihat sangat gembira dan bahkan bersyukur saat mereka bertemu kembali.

“Aku mungkin nggak akan bisa hidup sampai sekarang kalau saja waktu itu kamu nggak menyelamatkan aku. Cuman kamu satu-satunya yang menganggapku sebagai manusia dan mau berteman sama aku.”

Kehidupan semasa Sekolah Menengas Atas adalah kehidupan yang paling berat untuk Terry. Memiliki ibu yang merupakan seorang wanita penghibur dan pemuas nafsu para lelaki merupakan suatu hal yang sangat membebani Terry. Tidak ada yang mau berteman dengannya dan bahkan mereka memperlakukan Terry seolah ia bukan manusia.

Tapi hal yang berbeda Kikan lakukan. Wanita itu justru menerima Terry tanpa menghakimi sama sekali. Sejak saat itulah Kikan adalah penyelamat bagi Terry.

“Padahal aku berniat mengakhiri hidupku hari itu. Tapi kamu memanggilku dan mengajakku untuk pulang bersama.”

Kikan tertegun saat kedua indra pendengarannya menangkap kalimat itu. Mengakhiri hidup? Tiba-tiba saja Kikan merasakan ada sesuatu yang menyengat di dalam dirinya.

“Jadi, Kikan, senang bisa bertemu kamu kembali,” kata Terry lagi. Senyuman di bibirnya kembali tersemat, membuat Kikan hampir ragu dengan apa yang baru saja Terry katakan soal masa lalunya yang terdengar kelam dulu.

Kikan akui jika Terry yang ia lihat sekarang sangat jauh berbeda dengan Terry yang ia dengar melalui penjabaran oleh sang pemilik nama itu sendiri. Terry terlihat bahagia dengan senyum yang berseri-seri. Kikan bersyukur sebab Terry bisa bangkit.

“Ya, aku juga senang bisa bertemu kamu lagi,” sahut Kikan ikut tersenyum. “Uhm, kalau begitu aku permisi dulu. Ada beberapa hal yang harus kulakukan sekarang.”

Kikan tidak punya banyak waktu untuk tetap di sini sembari mengobrol membahas masa lalu. Jika ia punya banyak waktu, maka yang harus Kikan lakukan adalah mencari pekerjaan dan bukannya bernostalgia dengan teman SMA nya itu.

Terry mengangguk tanpa melunturkan senyuman. Wanita itu ikut beranjak saat Kikan berdiri dari duduknya. Mengantarkan ‘wanita penyelamat hidupnya’ itu hingga ke pintu cafe.

“Kikan, boleh aku minta nomor kontak kamu?” tanya Terry saat keduanya berada di ambang pintu.

Sure ...,” sahut Kikan kemudian menyebutkan satu per satu angka yang merupakan nomor teleponnya.

Terry terlihat senang dengan senyum semringah yang lagi-lagi tersemat di bibirnya. Setelah mendapatkan nomor kontak Kikan, wanita itu lantas melambaikan tangan sebagai upaya mengantar kepergian wanita penyelamatnya itu.

Kikan membuka langkah dengan perasaan senang. Bertemu Terry nyatanya membuat Kikan merasa seperti menemukan kepingan ingatannya lagi. Setidaknya Kikan bisa mendengar cerita semasa ia SMA dulu melalui Terry.

Jika kamu perlu sesuatu, jangan ragu untuk meminta bantuanku. Sejemang Kikan tiba-tiba terpikirkan kalimat yang Terry lontarkan saat mereka di cafe tadi. Langkahnya tertahan lalu sedetik kemudian wanita berkulit putih susu itu memutar tubuhnya menghadap cafe milik Terry.

Haruskah ia kembali ke sana lalu meminta Terry memberinya pekerjaan? Cukup lama Kikan berdiri di atas pijakan tanpa beranjak sedikit pun dari sana. Entahlah, Kikan hanya takut jika permintaan semacam itu sangat berlebihan untuk dikatakan pada seorang teman lama yang baru saja ia temui.

Setelah menimbang-nimbang dengan begitu cermat dan menyingkirkan ego di dalam dirinya. Akhirnya Kikan memutuskan untuk membuka langkah dan masuk kembali ke cafe. Tentu saja kedatangannya mendapat sambutan hangat dari Terry yang memang menganggap Kikan sebagai orang yang spesial dalam hidupnya.

“Kikan, ada apa?” Terry mendatangi Kikan yang berdiri tak jauh darinya.

Sebuah gumaman pelan berhasil tertangkap oleh telinga Terry. Wanita itu merasa kian penasaran sebab Kikan terlihat ragu.

“Kikan ...,” panggil Terry lagi, suaranya begitu lembut.

“Sebenarnya aku kembali ke sini karena aku mau minta tolong sama kamu.”

Terry mengangguk paham. “Uhm hmm. Katakan, kamu mau minta tolong apa?”

Kikan meluruskan bahunya dan meneguk salivanya dengan sedikit payah sebelum akhirnya mengutarakan maksudnya. “Sebenarnya, bisakah kamu mempekerjakan aku di sini? Aku benar-benar membutuhkan pekerjaan sekarang,” ucap Kikan pada akhirnya.

“Ya! Tentu saja aku bisa memperkerjakan kamu di sini.” Terry menjawab tanpa berpikir panjang. Bahkan jika seandainya Kikan ingin meminta uang darinya pun Terry tidak akan ragu untuk memberikan, apalagi hanya sebatas pekerjaan.

Rasanya seperti sebuah beban tiba-tiba terlepas dari dalam dirinya. Kikan merasa sangat lega saat Terry mau mempekerjakan dirinya di cafe miliknya.

“Oh Tuhan, terima kasih. Aku sangat berterima kasih karena kamu mau mempekerjakan aku di sini,” kata Kikan dengan mata berkaca-kaca.

“Ayolah, ini bukan hal besar dibanding dengan apa yang kamu lakukan dulu. Tapi Kikan, apa kamu baik-baik saja bekerja di cafe? Aku hanya bisa menawari kamu posisi sebagai waitress.”

“Apapun itu, aku sama sekali nggak masalah selama itu adalah sebuah pekerjaan. Sekalipun kamu hanya mempekerjakan aku untuk bersih-bersih, aku juga akan menerimanya dengan senang hati.”

Memangnya Kikan bisa apa? Situasinya sekarang sangat tidak memungkinkan untuk Kikan pilih-pilih pekerjaan. Ditambah Kikan tidak tahu kapan dia akan diusir dari apartemen yang ia pinjam dari mantan bos nya dulu. Kikan benar-benar harus mempersiapkan diri kapanpun.

“Sebenarnya aku bisa bantu mencarikan kamu pekerjaan yang lebih dari ini. Nanti aku coba bicara sama suamiku, mungkin dia bisa mempekerjakan kamu di perusahaan miliknya.”

Kikan menggelengkan kepalanya dengan mantap. Sungguh ia tidak mengharapkan hal semacam itu dari Terry. Bisa menerima dirinya bekerja di sini saja sudah lebih dari cukup. Kikan tidak ingin melunjak.

“Kamu nggak perlu melakukan itu, Ter. Untuk sekarang menjadi waitress sudah lebih dari cukup bagiku. Jadi, apa aku boleh bekerja mulai hari ini?” tanya Kikan sedikit menggebu.

Terry tersenyum tipis. “Kamu bisa datang mulai besok, Kikan. Sekarang sudah sore, sebaiknya kamu istirahat malam ini dan datang pukul tujuh besok pagi.”

“Pukul tujuh pagi?”

“Ya, pukul tujuh pagi. Cafe-ku dibuka mulai pukul delapan jadi kamu harus tiba setidaknya satu jam sebelum itu.”

“Oke, aku pastikan untuk datang tepat waktu besok dan membawa surat lamaranku sekalian. Sekali lagi terima kasih karena sudah mau menerimaku.”

Suara kekehan pelan yang kemudian berubah menjadi cekikikan terlontar dari mulut Terry saat mendengar ucapan Kikan barusan. “Ya ampun Kikan, kamu nggak perlu melakukan itu. Simpan saja waktu berharga kamu untuk melakukan hal lain daripada menyiapkan surat lamaran atau semacamnya. Kamu bukan hanya sekedar temanku, Kikan. Jadi bersiap-siap saja untuk mendapat perlakuan khusus dariku ya.”

Terry berhasil membuat Kikan tercengang dengan semua ucapannya tadi. Perlakuan khusus? Oh tidak tidak tidak.

“Terry, kusarankan kamu untuk nggak melakukan hal itu. Karena kalau kamu melakukannya, aku yakin aku akan dibenci pada hari pertamaku bekerja nanti,” sahut Kikan tertawa diikuti oleh Terry yang juga melakukan hal serupa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status