Share

8. Mendapat Pekerjaan Baru

Seperti yang sudah Kikan janjikan kepada Terry bahwa ia akan datang tepat waktu hari ini. Dengan semangat yang begitu menggebu, Kikan berdiri di samping Terry yang sedari tadi menjelaskan dengan begitu rinci hal-hal apa saja yang harus wanita itu lakukan semasa bekerja di cafe ini.

“Di sini sistem kerjanya terbagi menjadi dua shift. Kemudian pukul sembilan malam cafe sudah benar-benar harus tutup, jadi kita nggak akan menerima orderan lagi setengah jam sebelum itu apapun alasannya.”

Kikan mengangguk paham. Semua hal yang Terry jelaskan dan ajarkan kepadanya secara kilat dapat Kikan pahami dengan begitu mudah.

“Sepertinya kamu sudah paham. Kalau gitu, mau sarapan bareng nggak? Kamu pasti belum sarapan ‘kan?”

Terry berani bertaruh jika Kikan tidak sempat sarapan sebelum datang ke mari. Dan sebenarnya asumsi Terry sama sekali tidak salah. Kikan memang belum sarapan untuk mengisi perutnya yang bahkan terasa sangat lapar sekarang.

Bagaimana wanita itu tidak kelaparan jika sejak tadi malam ia belum makan. Demi mengirit uangnya yang tersisa tak seberapa itu, Kikan sampai harus melewatkan makan malam.

“Hari ini aku sengaja minta suamiku bikinin bekal untuk kamu sekalian. Ayo, ikuti aku. Kita sarapan bersama di ruanganku.”

Kikan berjalan mengekor tepat di belakang Terry. Tadi Terry jelas menyebutkan bahwa ia meminta suaminya untuk membuatkan bekal untuk Kikan sekalian. Wah, Kikan berpikir hal itu sangat menarik.

“Jadi, suami kamu yang membuat bekal. Bukan kamu?”

Terry menoleh ke belakang di mana Kikan berjalan mengekorinya. Wanita itu tersenyum lebar. Merasa tersipu namun sebenarnya merasa bangga di dalam hatinya.

“Yah, begitulah. Aku beruntung menikah dengan Kevin. Dia benar-benar merawatku dengan baik,” kata Terry. Kedua matanya menyiratkan betapa ia sangat bangga dengan pria bernama Kevin itu.

Kikan ikut tersenyum dengan lebar. Entah mengapa ia merasa ikut bergembira mendengar hal itu. “Syukurlah kalau dia merawat kamu dengan baik. Senang mendengarnya,” sahutnya tulus.

Salah satu tangan Terry terulur untuk mendorong pintu ruangannya hingga terbuka lebar. Kemudian mempersilakan wanita penyelamatnya itu untuk segera mengambil posisi duduk di sofa empuk miliknya.

“Aku nggak tahu hari ini dia masak apa. Tapi aku jamin kalau masakan Kevin yang terbaik. Dia koki yang handal di kediaman kami.” Mengingat dirinya sama sekali tidak bisa memasak, Terry dengan lantang mengakui kehandalan sang suami dalam hal memasak.

“Wah, kurasa dia memang benar-benar pandai memasak. Dia bahkan menata makanan ini dengan sangat baik.” Kikan menganga takjub saat berhasil membuka wadah bekal dan mendapati bento dengan bentuk yang begitu apik di sana.

“Sekarang cepat cicipi. Aku yakin kamu pasti nggak akan bisa berkata-kata dan ketagihan untuk memakannya sampai habis,” kata Terry seraya menyodorkan alat makan kepada Kikan.

Satu suapan pertama Kikan benar-benar dibuat takjub karena Terry sama sekali tidak bergurau soal cita rasa masakan suaminya. “Wah, kamu benar. Rasanya sangat lezat!” seru Kikan kemudian lanjut dengan suapan kedua nya.

Sesaat Kikan memikirkan jika Terry sangatlah beruntung. Lihat saja bagaimana wanita itu hidup sekarang. Setidaknya Terry memiliki kehidupan yang layak serta suami yang mencintainya dengan tulus.

Tidak seperti dirinya yang hidup dikejar hutang. Lihat saja dirinya, Kikan bahkan bekerja sebagai seorang waitress di usianya sekarang. Bahkan tempat tinggal yang ia tempati bukan miliknya sendiri.

“Oh iya, Kikan. Aku boleh tanya sesuatu?”

Kikan mengangguk pelan tanpa menahan kunyahan di mulutnya.

“Apa ingatan kamu masih belum sepenuhnya kembali? Dan gimana soal kehidupan kamu dulu, apa kamu pernah menikah atau ... uhm sorry aku nggak bermaksud untuk lancang. Aku hanya ingin tahu lebih banyak soal kamu.”

Kunyahan di mulut Kikan perlahan melemah. Namun sedetik kemudian segera ia lanjutkan lalu menelannya tanpa tersisa.

“Sebenarnya aku juga nggak tahu karena aku sama sekali nggak bisa mengingatnya. Apa aku pernah menikah atau memiliki hubungan semacam itu, aku sama sekali nggak ingat. Tapi sepertinya aku memang belum pernah menikah karena nggak ada satupun petunjuk soal itu. Saat aku terbangun dari koma dulu, hanya Manda yang ada di sampingku hingga detik ini.”

Kikan meyakini jika memang seandainya ia memiliki keluarga ataupun pasangan, maka orang itu akan ada di sampingnya saat ia terbangun. Namun yang ia dapati hanya Manda seorang dan tidak ada yang lain. Dan di saat Kikan menanyai Manda perihal keluarganya, wanita itu mengklaim jika Kikan hidup sebatang kara.

Satu-satunya orang yang menjadi keluarga Kikan adalah pamannya yang tinggal di kampung. Dan sayangnya pria tua itu harus mengembuskan napas terakhir karena penyakit kronis yang dideritanya tujuh tahun silam.

“Aku hanya memiliki Manda sebagai orang terdekatku sekaligus keluargaku.” Kikan menambahkan.

“Aku nggak tahu siapa Manda yang kamu maksud. Tapi aku bersyukur karena kamu memiliki dia. Dan kalau kamu nggak keberatan, kamu juga bisa menganggapku sebagai keluarga kamu, Kikan.”

Kikan hanya membalas ucapan Terry dengan seulas senyum yang ia sematkan di bibir ranumnya. Tanpa mampu membalas dengan sepatah kalimat pun sebab Kikan tiba-tiba merasa emosional.

Selama ini selain Manda tidak ada satupun orang yang begitu peduli kepadanya. Dan sekarang ia tiba-tiba mendapat perlakuan seperti ini dari Terry. Sontak saja hal itu langsung memicu perasaannya dan membuat Kikan merasa tersenyuh sekaligus terharu di waktu yang sama.

“Berkat kamu aku makan enak pagi ini. Terima kasih,” ucap Kikan saat semua makanan yang ada di kotak bekal berhasil pindah ke perutnya.

Terry tersenyum penuh arti. “Sama-sama. Gimana kalau besok, ah tidak, gimana kalau setiap hari kita sarapan bersama?” usulnya.

Kikan bergumam panjang. “Memangnya kamu nggak sarapan di rumah bersama suami kamu?” tanyanya. Yang Kikan tahu ‘kan Terry memiliki suami. Seharusnya wanita itu sarapan bersama suaminya alih-alih bersama Kikan seperti yang wanita itu usulkan.

“Karena pekerjaan kami yang sama-sama padat, kami memutuskan untuk nggak sarapan di rumah. Tapi kami menggantinya dengan makan malam bersama setiap hari.”

Kikan terkekeh pelan saat mendengar hal itu. “Terry, terima kasih untuk niat baik kamu. Tapi aku nggak bisa menerima hal itu karena aku nggak mau merepotkan suami kamu karena harus membuat tambahan bekal untukku setiap hari.”

Memangnya Kikan ini siapa sampai harus dibuatkan bekal setiap hari oleh suami orang? Bukankah jadi terkesan aneh kalau ia menerima tanpa rasa malu? Ah, menolak seperti ini sudah benar untuk Kikan lakukan.

“Hmm, padahal aku udah senang banget bisa sarapan bersama kayak gini,” sahut Terry terlihat kecewa.

Melihat kekecewaan di wajah Terry, Kikan hanya menanggapinya dengan seulas senyum tipis nan menawan yang tersemat di bibirnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status