Home / Romansa / Terjerat Obsesi Mantan Suami / 6. Bertemu Teman Lama

Share

6. Bertemu Teman Lama

Author: Merspenstory
last update Last Updated: 2023-07-13 14:18:34

Setelah kehilangan pekerjaannya karena sebuah kesalahpahaman. Sekarang Kikan telah resmi menjadi seorang pengangguran. Padahal pekerjaan itu sudah susah payah ia dapatkan.

Sekarang usianya hampir menginjak angka tiga puluh tahun. Seperti yang Kikan tahu, tidak banyak peluang yang dia miliki untuk mendapatkan pekerjaan impian. Syukur-syukur kalau dia segera mendapatkan pekerjaan dalam waktu dekat ini.

Kikan menghela napas berat. Salah satu tangannya terulur merogoh dompet di dalam tas untuk menghitung ada berapa lembar lagi rupiah yang tersisa. Apakah akan cukup untuknya bertahan hingga mendapatkan pekerjaan baru atau tidak?

“Astaga, uang ini mungkin hanya akan bertahan sampai akhir pekan saja.” Helaan napas Kikan semakin berat.

Saat kepalanya terasa begitu pening luar biasa, kedua netra Kikan tak sengaja menangkap sebuah amplop berwarna cokelat yang cukup tebal berada di dalam tasnya. Benar juga! Kikan belum mengembalikan uang yang Dewa titipkan kepada Adelia yang katanya sih untuk bayarannya. Entah bayaran apa yang pria itu maksud, Kikan tidak tahu.

“Haruskah aku menerima uang ini seperti yang disarankan Manda? Tapi, sama sekali nggak benar ‘kan kalau aku menerimanya secara cuma-cuma?”

Kikan merasa sedikit tergoda untuk mengintip berapa lembar jumlah uang yang ada di dalam sana. Namun sisi lain di dalam dirinya terus bersikeras untuk membiarkan hasrat yang bergejolak itu padam dengan sendirinya. Bagaimanapun Kikan tahu hal itu tidak pantas ia lakukan meskipun sekarang ia benar-benar dalam situasi terjepit.

Yah, namanya juga Kikan. Wanita itu sangat menjunjung tinggi sebuah harga diri. Meskipun beberapa waktu yang lalu ia sempat—uhm, mungkin lebih tepatnya adalah hampir—menjatuhkan harga dirinya itu untuk menjadi seorang penari striptis.

Bicara soal itu, Kikan sangat bersyukur mendapati fakta bahwa dirinya sudah selamat dari pekerjaan sebagai penari striptis. Maka tidak seharusnya ia terlibat lagi dalam sebuah momen yang mungkin akan benar-benar menjatuhkan harga dirinya, bukan?

Setelah cukup lama berdebat dengan dirinya sendiri, Kikan memutuskan untuk menghubungi Adelia. Kikan ingin mencari tahu bagaimana caranya ia bisa mengembalikan uang Dewa melalui temannya itu. Mungkin saja ‘kan Adelia tahu ke mana Kikan harus pergi atau menghubungi pria bernama Dewa itu.

“Halo, Del. Aku ingin mengembalikan uang yang dibayar pria bernama Dewa itu. Kamu tahu ke mana aku harus pergi untuk menemuinya?” tanya Kikan saat panggilan teleponnya berhasil tersambung bersama Adelia.

“Apa? Kamu yakin mau mengembalikan uang itu? Bukannya—”

“Aku memang sangat memerlukan uang itu, tapi menerima uang dari dia juga bukan hal yang benar. Aku sama sekali nggak melakukan apapun, jadi untuk apa dia membayarku?”

Seperti yang sudah Kikan duga bahwa Adelia akan berpikiran sama seperti yang dipikirkan oleh Manda. Maka dari itu ia buru-buru memotong ucapan Adelia dengan mengutarakan pemikirannya.

“Astaga, Kikan. Sudah bertahun-tahun berlalu dan kamu sama sekali nggak berubah. Aku bener-bener nggak ngerti sama kamu. Apa susahnya tinggal terima uangnya? Sudah kesulitan begini tapi masih aja memikirkan harga diri. Dan soal Dewa, aku juga nggak tahu apapun soal dia dan gimana cara menghubungi nya.”

Kedua mata Kikan langsung terpejam dengan begitu rapat dan helaan napas berat kembali berembus dari belah bibirnya yang sedikit terbuka. Ya Tuhan, kenapa sulit sekali?

“Ya sudah kalau kamu juga nggak tahu. Terima kasih untuk waktunya dan maaf mengganggu.”

“Okey, no problem. Nanti kalau kalian perlu pekerjaan, jangan ragu untuk menghubungiku lagi.”

Kikan segera menjauhkan ponsel dari telinganya sebelum salah satu jarinya menekan tombol berwarna merah untuk mengakhiri panggilan bersama Adelia.

“Apanya yang ‘jangan ragu’? Sampai mati pun aku nggak akan menghubungi kamu untuk minta pekerjaan,” gerutu Kikan dengan suara malasnya. Disusul dengan bibirnya yang mengerucut ke depan dan kedua mata yang memutar ke atas.

Sepersekian detik kemudian Kikan kembali terdiam. Mengingat fakta bahwa sekarang ia memang dalam keadaan yang sangat sulit membuatnya merasa ngeri. Hidup dikejar hutang dan tidak punya pekerjaan. Astaga, andai saja semua itu hanya mimpi buruk.

Entah dosa apa yang pernah Kikan lakukan di masa lalu sehingga ia bisa mengalami hal seburuk ini. Sebenarnya Kikan merasa tidak ada satupun hal yang berjalan sesuai dengan rencananya. Salah satunya adalah soal dirinya yang kehilangan sebagian ingatan, Kikan yakin hal itu sama sekali tidak termasuk dalam rencananya.

“Kikan!”

Wanita itu terkesiap saat seseorang tiba-tiba menyerukan namanya. Saat matanya memandang jauh ke depan, Kikan mendapati seorang wanita yang seumuran dengannya berjalan ke arahnya.

“Ya ampun, ternyata aku nggak salah. Kamu benar-benar Kikan!”

Kedua mata Kikan langsung mengerjap beberapa kali saat wanita yang memanggilnya tadi berhasil berdiri tepat di depannya. Jujur saja, Kikan tidak bisa mengingat wanita yang tersenyum kepadanya sekarang ini.

Hey, kamu nggak mungkin lupa ‘kan sama aku?” Wanita itu bersuara lagi. Lengkungan senyum di bibirnya kian melebar dari sebelumnya.

Kikan bergumam pelan sebelum akhirnya beranjak ikut berdiri. “Maaf, kamu siapa?” tanyanya sedikit sungkan.

Lengkungan senyum yang tersemat di bibir wanita itu perlahan mulai luntur. “Jadi, benar yang mereka katakan. Bahwa kamu kehilangan sebagian ingatan pasca kecelakaan itu,” ujarnya tanpa menjawab pertanyaan yang telah Kikan lontarkan untuknya.

Kikan berusaha mendorong salivanya dari batang tenggorokan. Mendengar bagaimana wanita itu berbicara barusan, Kikan berasumsi jika mereka memang saling kenal.

Ah, bagaimana ini? Kikan merasa sedikit bersalah sekarang. Tapi, hey, bukan salah Kikan karena kehilangan sebagian ingatannya lalu melupakan teman-temannya ‘kan? Tidak ada yang bisa disalahkan di sini atas apa yang terjadi.

Wanita bersurai panjang itu lantas mengulurkan tangan. Meraih kedua tangan Kikan yang masih berdiri memasang wajah kebingungan.

“Aku Terry. Kita pernah satu sekolah dulu saat SMA.”

Terry. Kikan masih mematung sementara otaknya terus ia paksa mencari nama itu. Namun sama seperti yang sudah-sudah, alih-alih menemukannya Kikan malah sakit kepala.

“Uhm, ya, Terry. Maaf karena aku nggak bisa mengingat kamu. Ingatanku benar-benar ... yah kamu tahu,” kata Kikan enggan menjelaskan lebih jauh lagi.

“Jangan minta maaf! Setidaknya aku bisa bersyukur karena sekarang kita bertemu lagi.” Senyum yang sebelumnya sempat luntur kini kembali tersemat di bibir Terry. Matanya bahkan sampai berbinar, Terry benar-benar merasa senang telah bertemu Kikan hari ini.

“Jadi, apa sebelumnya kita sangat akrab atau bagaimana?” Kikan tidak tahan hanya berdiam saja saat kedua netranya menangkap raut wajah senang Terry saat bertemu dengannya.

Terry mengangguk tanpa ragu. Namun sedetik kemudian dia melunturkan sedikit senyumnya. Mengundang sebuah kerutan halus di dahi Kikan saat menangkap hal tak konsisten itu.

Sedetik yang lalu Terry tersenyum lebar bahkan matanya sampai berbinar. Wanita itu juga menganggukkan kepala dengan begitu yakin. Namun sedetik kemudian ia mengangkat tangannya dengan senyuman yang perlahan mulai luntur. Jadi, sebenarnya ada apa dengan wanita ini?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   43. Hari yang Baru, Cinta yang Sama

    Kikan berdiri di dapur, masih mengenakan piyamanya, sibuk menyiapkan sarapan. Aroma kopi yang baru diseduh bercampur dengan wangi roti panggang memenuhi ruangan. Ia tersenyum puas melihat meja yang kini sudah tertata rapi—segelas kopi untuk Dewandra, segelas susu untuk Rosetta, dan piring berisi omelet serta roti panggang.Langkah kaki terdengar mendekat, dan tak lama kemudian, sepasang lengan melingkari pinggangnya dari belakang.“Rajin sekali,” bisik Dewandra di dekat telinganya, suaranya masih berat karena baru bangun tidur.Kikan tersenyum kecil, meski pipinya merona. “Kalau bukan aku, siapa lagi yang mau menyiapkan sarapan buat suami sendiri?” godanya.Dewandra tertawa pelan, mengecup pipi Kikan sekilas sebelum akhirnya melepaskan pelukan dan mengambil secangkir kopi.Kikan melirik sekilas ke arahnya dan tersenyum. “Ayo sarapan sebelum Rosetta bangun,” ajaknya.Mereka duduk berdua menikmati sarapan dalam suasana tenang dan intim. Sekali-sekali, Dewandra mencuri pandang ke arah Kik

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   42. Malam Pertama Setelah Sekian Lama

    Setelah resepsi yang penuh kebahagiaan dan tawa, Dewandra membawa Kikan ke rumah mereka—rumah yang kini benar-benar menjadi milik mereka berdua, tanpa bayang-bayang masa lalu yang menyakitkan.Begitu memasuki kamar, Kikan terdiam. Kamar itu telah dihias dengan sangat indah—kelopak mawar putih tersebar di atas ranjang, lilin-lilin kecil menyala lembut di sudut ruangan, menciptakan suasana yang begitu hangat dan romantis.Dewandra berdiri di belakangnya, memerhatikan ekspresi Kikan yang terlihat gugup, namun matanya bersinar lembut.“Kamu suka?” tanyanya pelan.Kikan berbalik, menatap pria yang kini sah menjadi suaminya kembali. Ia mengangguk. “Sangat indah,” sahutnya tersenyum.Dewandra tersenyum tipis, lalu mendekat. “Aku ingin malam ini menjadi malam yang spesial untuk kita.”Kikan menahan napas ketika Dewandra mengangkat tangannya, kemudian menyentuh pipinya dengan kelembutan yang begitu menenangkan. “Aku masih tidak percaya kalau akhirnya kita sampai di titik ini,” bisiknya.Dewandr

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   41. Hari Bahagia

    Setelah malam yang penuh kehangatan itu, hubungan antara Kikan dan Dewandra semakin erat. Kikan masih sering terbangun dengan perasaan tidak percaya bahwa ia benar-benar telah menerima lamaran pria itu lagi. Ada kegugupan, ada ketakutan, tetapi yang paling mendominasi adalah perasaan bahagia yang perlahan-lahan memenuhi hatinya.Di rumah, Rosetta menjadi orang yang paling gembira mendengar kabar itu.“Jadi Tante Kikan bakal jadi Mama beneran lagi?” seru Rosetta dengan mata berbinar.Kikan tertawa sambil mengusap kepala gadis kecil itu. “Mama dari dulu tetap mamamu, Tata.”“Tapi kali ini aku bisa bilang ke semua orang! Mama dan Papa bakal menikah lagi! Aku bakal punya keluarga lengkap!” Rosetta melompat-lompat kegirangan, membuat Dewandra dan Kikan tak bisa menahan tawa.“Kita harus buat pesta, Pa!” lanjut Rosetta dengan penuh semangat.Dewandra mengangkat alis. “Pesta?”“Iya! Aku mau jadi flower girl!”Kikan dan Dewandra saling berpandangan sebelum akhirnya tersenyum.“Baiklah,” kata D

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   41. Dinner

    Waktu berlalu dengan cepat sejak Rosetta mengetahui kebenaran tentang Kikan. Hubungan mereka semakin erat, dan tanpa Kikan sadari, hari-harinya kini selalu diwarnai dengan canda tawa bocah kecil itu. Namun, di sisi lain, ada sesuatu yang lain—sesuatu yang perlahan mulai berubah dalam dirinya terhadap Dewandra.Pria itu tidak lagi mendesaknya untuk segera memberi jawaban tentang rujuk, tapi Kikan tahu Dewandra masih menyimpan harapan. Dan kini, setelah berminggu-minggu, ia mengajak Kikan makan malam di luar. Bukan sekadar makan malam biasa, tapi sesuatu yang dirancang dengan sangat sempurna.Kikan berdiri di depan cermin menatap pantulan dirinya dengan ragu. Gaun berwarna merah marun yang membalut tubuhnya terlihat begitu anggun, sederhana namun tetap elegan. Ia bahkan merasa sedikit gugup, sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan.Saat ia membuka pintu apartemen, Dewandra sudah menunggunya di depan sana. Pria itu mengenakan setelan jas berwarna hitam, tampak lebih berkarisma dari biasa

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   40. Aku Punya Mama

    Beberapa hari kemudianBeberapa hari kemudianBeberapa hari kemudian, Kikan dan Dewandra akhirnya sepakat. Sudah terlalu lama mereka menyembunyikan kebenaran ini, dan Rosetta berhak tahu siapa ibunya sebenarnya.Siang itu, mereka duduk di ruang tamu menunggu Rosetta yang masih asyik bermain dengan bonekanya di lantai. Kikan menggigit bibirnya dengan gugup, sementara Dewandra meremas tangannya sendiri, mencoba menyusun kata-kata yang tepat.“Apa menurutmu dia akan marah?” bisik Kikan pelan.Dewandra menoleh padanya, lalu tersenyum kecil. “Aku rasa tidak. Tapi dia mungkin akan terkejut.”Kikan menghela napas, lalu menatap Rosetta yang masih belum sadar akan percakapan serius yang menunggunya.“Tata,” panggil Dewandra lembut.Bocah itu menoleh cepat. “Iya, Papa?”“Kemari sebentar, Sayang. Papa dan Tante Kikan punya sesuatu yang penting untuk dibicarakan,” ujar Dewandra sambil menepuk sofa di sampingnya.Rosetta berdiri dan berjalan mendekat. Wajahnya penuh rasa ingin tahu. “Apa itu?” tanya

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   39. Piknik

    Akhir pekan pun tiba. Sejak pagi, Rosetta sudah bersemangat berlarian ke sana kemari di dalam rumah untuk memastikan semua yang dibutuhkan telah siap. Ia mengenakan gaun berwarna kuning dengan topi kecil yang menghiasi kepalanya.“Tante Kikan, Papa, ayo cepat! Tata sudah nggak sabar!” seru Rosetta, lalu menarik tangan Kikan dan Dewandra bersamaan.Kikan terkekeh melihat antusiasme bocah itu, sementara Dewandra hanya menggelengkan kepala pelan. “Iya, iya, kita berangkat sekarang,” ucapnya sebelum meraih keranjang piknik yang sudah dipersiapkan.Mereka pergi ke taman besar di pinggiran kota. Cuaca sangat cerah, angin berembus sepoi-sepoi, dan suara anak-anak lain yang bermain terdengar di kejauhan. Kikan menggelar tikar piknik di bawah pohon rindang, sementara Dewandra membantu Rosetta melepas sepatunya agar bisa berlari di atas rumput.“Tata mau main dulu!” Rosetta berseru sebelum berlari ke taman bermain.“Jangan jauh-jauh, ya!” Pesan Dewandra yang hanya dibalas anggukan cepat oleh put

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   38. Mencoba Memulai

    Beberapa hari kemudian, meski perasaan canggung masih menyelimuti, Kikan tetap datang ke kediaman Dewandra untuk menjalankan pekerjaannya sebagai pengasuh Rosetta. Ia tetap bersikap profesional, menjaga jarak yang seharusnya antara dirinya dan sang anak.Namun, perhatiannya semakin bertambah setiap harinya. Ada momen-momen di mana ia tertegun, menatap Rosetta lebih lama dari biasanya, dan tak jarang ia menangis terharu ketika bocah itu menunjukkan kasih sayang kepadanya tanpa tahu bahwa ia sebenarnya adalah ibu kandungnya.“Tante Kikan, lihat! Aku menggambar keluarga kita!” seru Rosetta dengan antusias, memperlihatkan gambar tiga sosok—seorang pria, seorang wanita, dan seorang anak kecil yang berpegangan tangan.Kikan menelan ludah. Dadanya sesak saat melihat dirinya tergambar di sana, berdiri di samping Dewandra dan Rosetta. Ia tersenyum, berusaha menahan air matanya. “Gambar Tata sangat bagus. Tante suka,” ucapnya lembut, lalu mengusap kepala bocah itu dengan penuh kasih.Baik Kikan

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   37. Ingatan yang Kembali

    “Kikan! Syukurlah kamu sadar!” Dewandra sampai berdiri dari duduk saat mendapati Kikan sudah siuman. Pria itu tampak bersyukur dan langsung memanggil dokter untuk memeriksa keadaan mantan istrinya itu. Kikan berusaha duduk sambil merasakan nyeri di kepalanya. Potongan demi potongan ingatan mulai membayangi dan Kikan hampir menjerit karena kepalanya semakin sakit. “Tante Kikan!” Kikan sontak menoleh ke samping saat mendengar suara Rosetta menggema. Bocah kecil itu langsung berlari dan memeluk Kikan sambil menangis. Sementara di belakangnya—Handi—ayah Dewandra, datang menyusul dan langsung menyapa Kikan dengan ramah. Tak lama setelah itu, Dewandra kembali bersama seorang dokter dan Kikan langsung mendapat pemeriksaan. “Aku … mendapatkan ingatan saat kita menikah dulu,” ucap Kikan sambil memandangi Dewandra setelah dokter selesai memeriksa dan pergi dari ruangan. Dewandra tidak bisa menutupi rasa terkejutnya mendengar pengakuan dari Kikan. Dewandra tidak tahu harus mengatakan apa.

  • Terjerat Obsesi Mantan Suami   36. Rahasia yang Terbongkar

    Sekembalinya dari supermarket, Kikan langsung menyimpan stok belanjaan dan menyusunnya dengan rapi. Sebelum bergulat dengan peralatan memasak untuk makan siang, Kikan berniat membersihkan beberapa sudut ruangan di dalam rumah ini. Ruangan pertama yang Kikan datangi adalah kamar Rosetta. Kikan mengembangkan senyuman saat mengamati seluruh ruangan bocah kecil itu. Beberapa boneka dan buku tampak berhamburan di lantai.Kikan melangkah maju dan mulai membersihkan ruangan tersebut. Entah mengapa perasaannya begitu senang seolah sedang membersihkan kamar putrinya sendiri."Apa ini?" Kikan meraih selembar kertas yang terselip di antara buku-buku. Ternyata sebuah tulisan berisi tentang dirinya. Kikan membaca tulisan tersebut dengan mata berkaca-kaca. Sebuah tulisan yang tidak terlalu rapi yang ditulis sendiri oleh Rosetta. Di dalam tulisannya, Rosetta menyebutkan betapa dia sangat bahagia telah mengenal Kikan."Ya Tuhan, bocah ini sangat manis. Tante juga menyukaimu, Tata," gumamnya sambil

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status