Share

Bab 11

Amel yang sedang banyak pikiran pun tidak bisa menahan diri lagi.

"Dimas, jangan pedulikan ucapan Bibi Mirna kemarin. Aku tahu ucapannya sangat kasar, tapi aku nggak peduli, kamu juga jangan merasa terbebani karena hal itu."

"Kamu bayar berapa untuk menyewa mobil ini? Aku akan berikan uangnya padamu. Aku nggak punya persyaratan untuk rumah, yang penting bersih dan bisa ditinggali saja. Kita nggak perlu tinggal di daerah perumahan sebagus itu. Kita juga bisa hidup dengan baik meskipun sederhana."

Tatapan Amel sangat tulus, tapi Dimas sangat tidak berdaya sekarang.

Dimas tidak peduli dengan ucapan Bibi Mirna, tapi jelas sekali bahwa istri barunya memikirkan ucapannya dan menganggapnya sebagai orang miskin.

Dimas berusaha untuk menjelaskan, "Aku nggak merasa itu adalah beban."

Sudah seperti ini pun masih bukan beban?

Meskipun tidak pernah kemari, Amel tahu bahwa harga tanah di daerah ini mahal, jadi biaya sewanya juga pasti sangat mahal!

Anggota keluarga Dimas banyak, jadi mereka tidak boleh menghamburkan uang yang Dimas dapatkan hanya untuk meningkatkan martabat.

Amel menggigit bibirnya dan berkata, "Aku bisa pindah untuk tinggal denganmu dan mencoba untuk menjalin hubungan. Tapi, jangan menyewa tempat semahal itu. Kalau kamu nggak setuju, kita ... kita cerai saja!"

Amel tidak boleh membebani Dimas hanya karena sudah menikahinya.

Bagi Amel, pernikahan adalah kondisi di mana dua orang saling bergandengan, menempuh kehidupan yang lebih baik dan bukan menjadi beban bagi satu sama lain.

Dimas mengernyit. Dia ingin memberi tahu identitas aslinya, tapi dia khawatir akan mengejutkan Amel.

Dimas pun berkata, "Sebenarnya, rumah ini punya temanku. Dia meminjamkannya padaku, jadi kita nggak perlu membayarnya."

"Mana bisa begitu? Temanmu memang berbaik hati dengan meminjamkan rumahnya padamu, tapi kita nggak boleh menerimanya begitu saja."

"Tapi dia sudah menyetujuinya." Dimas pura-pura merasa kesulitan.

"Rumahnya kosong, dia juga nggak menyewakannya. Kita sudah cukup membantunya dengan tinggal di dalamnya. Dia pasti akan sangat senang."

Amel mengernyit. Dia pun mencari jalan tengah dan berkata, "Kita bisa membayar biaya sewanya."

Dimas tertegun dan menatap Amel lurus-lurus.

Amel sedang mengerutkan wajah dengan masam. Istrinya ini tampak khawatir, juga tampak sangat menahan diri karena khawatir dirinya akan merasa terpukul.

Dimas pun berbicara dengan tidak berdaya, "Baiklah, aku akan bilang pada temanku."

Amel masih bersikeras, "Kalau begitu, kamu telepon dia sekarang."

Amel terus menatapnya, seolah takut dirinya berbohong.

Dimas pun tersenyum kecil.

Istrinya benar-benar orang yang berpendirian, sikap Amel yang sangat serius ini tampak sangat imut.

Dimas pun menelepon asistennya dan memperlihatkan layar ponselnya pada Amel.

Di layar, terdapat tulisan "Toto", tampaknya itu adalah nama temannya.

Segera, Toto mengangkat teleponnya. Dia langsung mendengar suara Dimas yang berat sebelum sempat berbicara.

"Terima kasih sudah meminjamkan rumahmu, tapi istriku ingin membayar biaya sewanya."

Toto memastikan kembali orang yang meneleponnya, memang benar itu Dimas. Toto meragu sejenak sebelum bertanya, "Pak?"

'Pak, apa yang sedang Anda bicarakan? Meminjamkan rumah? Istri? Biaya sewa? Tunggu! Bos sudah punya istri?'

Toto merasa sangat senang sampai gemetaran. Di Keluarga Cahyadi, pernikahan direktur adalah persoalan yang sangat menyulitkan.

Akhirnya bosnya tersadar dan memiliki pasangan. Jika Keluarga Cahyadi mengetahui soal ini ....

Dimas tidak menjawabnya, juga tidak tahu bahwa saat ini asistennya sedang kegirangan. Dia hanya asyik berbicara sendiri, "Satu juta? Mana bisa begitu, Bukankah itu terlalu murah?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status