Sarah terdiam sesaat, lalu menjawab dengan tenang dan seulas senyuman pahit, “Kalau Damar menghamili Yuna ... Mungkin dengan kejadian itu ... pertanda aku memang harus benar-bener melepaskan pernikahan aku dan Damar yang memang sudah nggak bahagia sejak dulu. Aku nggak akan buang-buang waktu lagi buat ngurus pengajuan berkas perceraian.”***Sekitar lima belas menit kemudian, mereka sudah sampai di apartemen Yuna, Adit memarkir mobil di basement. Sebelum turun Adit memanggil, “Sarah ....”Sarah yang hendak turun dari mobil menoleh. Menatap Adit lekat. “Hm ... Apa?”Adit menarik Sarah dan mengecup dahinya. Menunjukkan secara fisik bila dirinya akan selalu ada.Sarah tersenyum simpul. “Kenapa?”“Enggak apa-apa ... Cuma ingin cium kamu aja.”“Dasar ....”“Kalau di dekat kamu, bawannya kaya punya bayi. Pengen nyium terus ... gemes,” kata Adit berkelakar.“Aku yang malah ngerasa kek punya bayi,” sahut Sarah.“Ah masa? Kamu gemes juga sama aku? Aku memang imut sih, hehehe.”“Aku ngerasa kay
“Ada siapa sih?!” Wajah Tigar penuh rasa ingin tahu. “Si Yuli?”“Bukan!”“Terus siapa?”Adit berusaha tetap tenang, meski dalam hatinya dia gugup. “Ada ....”Namun, sebelum percakapan mereka bisa berlanjut, Sarah sudah berjalan mendekat. “Ada apaan sih ini, kok kalian ribut?”Tigar menatap Sarah, kaget. Apa lagi melihat rambut Sarah sama basahnya seperti Adit. Pikirannya langsung tertuju pada satu hal. Dan beberapa detik kemudian ia langsung paham dengan apa yang sudah terjadi di kosannya.“Tig, ngomong-ngomong, mobil kamu juga ganggu parkir orang ya? Mobil kamu juga ngalangin mobilnya Mas Yanto mau lewat. Kayaknya lebih baik pindahin dulu deh. Sekalian ini tolong pindahin mobilnya Sarah,” ucap Adit sambil mencoba mengalihkan perhatian Tigar. "Itu Mas Yanto udah nunggu dan ngeliatin kita kesel. Buruan sana pindahin mobil dulu!"Netra Tigar berpendar ke dalam kosan, tapi Radit buru-buru bergerak ke kiri dan ke kanan, menghalangi pandangan sahabatnya itu. Barharap melihat sesuatu. “Suda
“Apa?” Kening Sarah berkerut.“Pengen mandi bareng ....” Adit nyengir.“Enak aja,” sahut Sarah sembari menahan senyuman yang hampir terbit di wajahnya.Melihat sudut bibir Sarah yang nyaris terangkat dan membentuk seulas senyuman itu, membuat Adit merasa permintaannya pasti disambut. Ia langsung melangkah masuk ke dalam kamar mandi, tanpa meminta izin lagi.Sarah terkesiap. “Hei ... Adit ... kamu itu ....”Kalimat Sarah terputus tiba-tiba saat Adit langsung mencium bibirnya.Sarah menggenggam simpulan handuk yang berada tepat di depan dadanya. Tubuhnya jadi menegang karena perasaan campur aduk, antara terkejut, canggung dan bingung tapi mau.“Dit ...” Sarah berusaha bersuara.“Apa ...?” tanya Adit parau.“Kalau Tigar pulang bagaimana?”“Dia nggak bawa kunci,” jawab Adit cepat sembari tergesa-gesa melanjutkan ciumannya.“Tap-tapi ....”Adit tidak mendengarkan. Entah kenapa intuisinya mengatakan jika Sarah juga menginginkan ini. Ia melangkah maju perlahan.Sarah spontan berjalan mundur.
“Stt ... Jangan berisik. Ini baru permulaan ...,” ujar Adit lirih dan parau.Sarah spontan merapatkan bibirnya. Ia seperti terhipnotis untuk menurut.Setelah beberapa saat, Adit perlahan menarik diri, namun jarak di antara mereka tetap dekat. Nafas Sarah masih berderu pelan, sementara dia menatap Adit dengan tatapan penuh rasa cinta. “Kamu selalu tahu gimana caranya bikin aku merasa lebih baik,” ucapnya dengan suara yang masih bergetar.Adit tersenyum, jemarinya masih memainkan helai-helai rambut Sarah dengan penuh perhatian. “Aku cuma pengen kamu tahu kalau kamu nggak perlu menghadapi semuanya sendirian,” bisiknya pelan. “Selalu akan ada aku ... sekarang,” sambungnya manis.Sarah mengangguk. Dalam pelukan Adit, ia merasa begitu aman. Seolah semua masalah yang sedang menantinya di luar sana, termasuk pertemuannya dengan Yuna, bisa ia hadapi dengan lebih tenang.Di saat seperti ini memang yang ia inginkan hanyalah menikmati kehadiran Adit di sisinya. Tidak ada yang lebih penting dari p
Balasan chat Sarah tidak secepat sebelumnya. Adit jadi merasa nggak enak hati. Jari jemarinya segera bergerak ke layar ponsel dan hendak mengatakan kalau dia cuman bercanda ngajak Sarah ke kosan habis pulang kerja ini.Tapi tepat saat Adit hendak mengetikkan kata-kata, pesan balasan chat Sarah masuk.“Oke, aku setuju. Kayaknya enak kalau santai di kosan kamu dulu sebelum ketemu Yuna. Nanti aku jalan ke apertemennya habis dari kosan kamu.”Sarah mengirimkan pesannya sambil tersenyum kecil. Adit memang selalu punya cara untuk menenangkannya, membuatnya merasa bahwa ada tempat aman di tengah segala kekacauan ini. Dia merasa lega bisa menghabiskan waktu tanpa harus memikirkan soal pekerjaan atau masalah dengan Yuli, setidaknya untuk beberapa jam ke depan.Setelah jam kerja berakhir, Sarah membereskan mejanya dengan perlahan. Sambil mengangkat tas kerjanya, ia menatap layar ponselnya sekali lagi, memastikan tidak ada pesan penting lain yang masuk.Adit sudah siap menunggunya di kosan, dan d
Adit melangkah cepat menyusuri lorong menuju taman belakang lantai dasar. Ia tahu waktunya terbatas, dan situasi di kantor semakin kacau. Nama Nico terus bergema di pikirannya, seperti petunjuk samar yang harus ia gali lebih dalam.Selama beberapa bulan magangnya di MIMPI MEDIA, Adit sudah mengenal sebagian besar karyawan, dan ia tahu Nico adalah salah satu teknisi IT yang biasanya bekerja di balik layar, jarang terlihat oleh kebanyakan orang.Setelah keluar dari pintu belakang, ia melihat Nico sedang berdiri di balkon luar taman belakang. Pria itu tampak santai, merokok sambil memandang langit. Seolah-olah tidak ada yang salah di dunia ini.Adit hampir saja melangkah mendekat, namun nalurinya tiba-tiba menghentikannya. Ada sesuatu yang membuatnya berpikir dua kali.Adit menyipitkan mata, memperhatikan gerak-gerik Nico dari jauh. Pria itu tampak terlalu tenang, seolah benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi di kantor, tentang gosip panas yang menjadi trending topik hari ini.Ki