Share

4. Identitas Baru

“Kamu sudah pulang?”

Malvin terkejut mendengar pertanyaan Charlotte. Ia lupa bahwa sekarang ada orang lain yang tinggal di tempat tinggalnya.

“Ah, iya.Kamu sudah makan malam?” tanya Malvin.

“Sudah, kebetulan aku tadi masak sayuran yang ada di dalam lemari pendingin. Kalau kamu belum makan itu masih ada makanan yang aku masak tadi.”

“Kebetulan aku tadi belum sempat makan malam. Kalau begitu aku makan ya. Terima kasih sudah menyisakan untukku.”

Charlotte tersenyum dan berlalu meninggalkan Malvin.

“Tunggu,” cegah Malvin.

Charlotte menghentikan langkahnya yang hendak menuju kamar.

“Ada apa?” tanya Charlotte yang telah berbalik badan menghadap ke arah Malvin.

“Besok kamu harus siap-siap karena akan ada pertemuan bisnis di rumah orang tuaku. Aku ingin mengenalkanmu sebagai calon istriku.”

Deg

Charlotte terkejut dan hanya bisa terdiam mendengar ucapan Malvin.

“Secepat ini ya,” gumam Charlotte lirih, tetapi Malvin dapat mendengarnya.

“Iya, lebih cepat lebih baik. Aku sudah risih dengan desakan ibuku untuk kencan buta.”

“Ah, baiklah kalau begitu aku akan menyiapkan mentalku. Tapi, apa identitas baruku sudah siap?”

“Tenang saja, semuanya sudah ada.”

“Baik, terima kasih.”

Charlotte hendak beranjak menuju kamar lagi, tetapi ia ingat sesuatu yang akan dikatakan pada Malvin.

“Sepertinya aku butuh nomor telepon baru juga,” ucap Charlotte.

“Oh iya, sebentar.” Malvin berjalan menuju ke ruang tamu, di sana sudah ada sebuah tas belanja yang berisi sesuatu.

Malvin mengambil tas belanja tersebut dan menyerahkan kepada Charlotte.

“Ini, aku sudah menyiapkannya. Aku juga bingung kalau tidak bisa menghubungimu. Disitu sudah tersimpan nomor teleponku juga. Kamu bisa menghubungiku jika ada sesuatu yang penting saat aku sedang di kantor.”

Charlotte terkejut menerima pemberian Malvin, ia tidak menyangka Malvin membelikan handphone baru untuknya. Padahal Charlotte sebenarnya berniat mengganti nomor yang ada di ponselnya sebelumnya tanpa ganti ponsel baru.

“Sekali lagi terima kasih banyak ya. Maaf aku terlalu banyak merepotkanmu, aku akan berusaha membantumu sebaik-baiknya,” kata Charlotte dengan tulus.

“Tidak perlu begitu, lagian aku juga membutuhkanmu. Kita saling bekerja sama saja.”

“Baiklah, kalau begitu aku istirahat dulu. Kamu silakan makan malam.”

Kali ini Charlotte benar-benar meninggalkan Malvin di ruang makan. Charlotte menuju ke kamar Malvin untuk istirahat.

Saat telah berada di dalam kamar, Charlotte membuka tas belanja yang diberikan Malvin. Di dalam tas belanja itu ada sebuah ponsel baru yang lebih canggih dari ponsel miliknya sebelumnya.

“Waw!” seru Charlotte takjub.

Charlotte mengambil ponsel miliknya sebelumnya yang ada di atas nakas. Ponsel tersebut sudah dimatikan sejak pagi tadi oleh Charlotte karena suaminya terus menghubunginya.

“Terima kasih sudah menemaniku selama ini, sekarang saatnya kamu istirahat,” ucap Charlotte pada ponsel lamanya.

“Sekarang saatnya kamu yang menemani hari-hariku,” ucap Charlotte lagi pada ponsel baru yang diberikan Malvin tadi.

Setelah mengatakan itu, Charlotte menyimpan ponsel lamanya ke dalam tas yang digantungkan di belakang pintu kamar Malvin. Setelah itu Charlotte lanjut merebahkan dirinya untuk beristirahat.

Pagi harinya, Charlotte terkejut mendengar suara dering ponsel yang nyaring. Tangan Charlotte meraba-raba ke atas nakas untuk mengambil ponsel tersebut. Saat telah berhasil meraihnya Charlotte mengusap layar sehingga dering ponsel berhenti.

“Halo,” ucap Charlotte sambil meletakkan ponsel ditelinganya.

“Halo, identitas barumu sudah ada di atas meja makan. Siang nanti silakan siap-siap, karena akan ada yang menjemputmu.” Suara Malvin terdengar dari speaker ponsel.

Charlotte yang tadinya masih memejamkan mata seketika membuka matanya karena terkejut mendengar ucapan Malvin.

“Hah, ah iya.” Charlotte menanggapi ucapan Malvin sambil tergagap.

Usai mendengar jawaban Charlotte Malvin memutus sambungan telepon tersebut.

“Jam berapa ini?”

Charlotte segera membenarkan posisinya yang semula masih rebahan beralih ke posisi duduk. ia melihat jam yang ada di ponselnya, ternyata sudah menunjukkan pukul 08.34.

Charlotte turun dari ranjang dan keluar kamar menuju ke ruang makan. Di atas meja makan ada sebuah kartu identitas dan di sebelahnya ada piring berisi sandwich sayur.

“Cynthia Aurelia.” Charlotte membaca nama yang tertulis di kartu identitas baru tersebut.

Itu artinya, nama baru yang disiapkan Malvin untuknya adalah Chyntia.

“Baiklah, ini nama baruku sekarang.”

Charlotte berjalan menuju ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi ia bercermin dan mengatakan sesuatu pada dirinya sendiri.

“Aku sekarang bukanlah Charlotte melainkan Chyntia. Chyntia tidak kenal lagi dengan yang namanya Hugo. Chyntia bukanlah Charlotte yang lemah dan tersakiti lagi. Namun, Chyntia adalah wanita hebat dan kuat sekarang.”

Tepat pukul 13.00 Charlotte dijemput oleh asisten Malvin. Charlotte di antar ke salon dan butik langganan keluarga Malvin untuk didandani secantik mungkin.

“Wah … ini bagus sekali, aku jadi terlihat berbeda,” ucap Charlotte yang takjub melihat penampilannya sendiri di pantulan cermin.

“Anda terlihat sangat cantik Nona, Tuan Malvin pasti puas dengan hasil dandanan ini. Mari saya antar menuju ke mobil. Tuan Malvin sudah menunggu Anda,” ucap asisten yang mengantarkan Charlotte tadi.

Charlotte mengangguk dan patuh mengikuti asisten Malvin menuju mobil yang terparkir di halaman depan butik. Di dalam mobil, Malvin tampak terkesima melihat penampilan Charlotte sehingga tidak mampu berkata apa-apa.

Asisten Malvin membukakan pintu mobil dan mempersilakan Charlotte duduk di sebelah kemudi yaitu tepat di samping Malvin. Tidak terasa mata Malvin terus menatap Charlotte sampai duduk di sebelahnya, saat sadar Malvin segera memalingkan wajahnya melihat lurus ke dapan.

“Kamu sudah siap?” tanya Malvin.

“Ya, aku siap” jawab Charlotte mantap.

“Ingat, nama kamu sekarang adalah Chyntia, kamu harus memperkenalkan dirimu dengan nama itu. Kamu juga harus mengatakan bahwa kamu baru saja pulang dari Los Angeles untuk menempuh pendidikan S2. Serta bilang kalau orang tuamu masih tinggal di sana.”

“Baik, tadi aku sudah mempelajari semua dokumen yang kamu berikan.”

“Bagus.” Malvin mengatakan itu sambil tancap gas menuju ke kediaman orang tuanya.

Tidak butuh waktu lama mereka akhirnya sampai ke rumah orang tua Malvin. Rumah yang megah dengan halaman yang sangat luas dengan taman yang ditumbuhi berbagai macam tanaman indah di tengah-tengahnya. Charlotte tampak takjub melihatnya, tetapi perhatiannya tertuju pada sebuah mobil yang ia kenali tengah terparkir di halaman rumah itu.

“Apa keluarga Bapak Lroris juga hadir?” Charlotte memberanikan diri bertanya Malvin untuk menjawab rasa penasarannya.

Pertanyaan Charlotte sontak membuat Malvin terkejut, meski begitu ia tetap mejawabnya, “Ya, Bapak Lroris adalah rekan bisnis ayahku. Kenapa, apa kamu kenal?”

Mendengar jawaban Malvin tersebut Charlotte tampak terkejut sehingga menjawab pertanyaan Malvin dengan tergagap, “Ti- tidak apa-apa. Ah, iya maksudku aku kenal.”

Mereka saling menatap satu sama lain dan Malvin mengerem mobilnya secara mendadak karena terkejut mendengar jawaban Charlotte barusan dan bertanya kembali, “Apa kehidupanmu sebelumnya berhubungan dengan keluarga Bapak Lroris?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status