Beranda / Urban / Terjerat Pesona Sekertaris Lugu Sang CEO / Bab 5. Ruang Rahasia Alejandro

Share

Bab 5. Ruang Rahasia Alejandro

Penulis: Vi_Novi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-03 10:21:14

Matahari masih terik, sementara Alejandro terlihat baru saja tiba di hunian mewah dan megahnya. Begitu mobil hitam Alejandro terparkir di halaman luasnya, seorang pria dengan sigap berlari mendekat dan membuka pintu mobilnya.

“Selamat malam, Mr. Alejandro.” Pria yang merupakan salah satu pelayan itu, menyapa dengan sopan, meski tahu tak akan mendapatkan balasan serupa dari sang tuan.

Alejandro melangkah memasuki bangunan tersebut dengan langkah besar sambil melepaskan kancing jasnya. Begitu melewati pintu utama, Alejandro melemparkan begitu saja jas yang dipakainya sejak pagi, dan langsung digapai oleh seorang wanita yang juga merupakan pelayan.

“Selamat malam, Mr. Alejandro. Makan malam akan saya siapkan setengah jam lagi,” ucap wanita tersebut yang sangat tahu kebiasaan Alejandro.

“Mr. Alejandro, pagi tadi ada telepon dari nona Isabel. Dia berkata ingin bertemu dan membahas hal penting.” Kali ini yang berujar adalah pelayan lain. Keduanya begitu kompak menundukkan kepalanya mereka, tanda kepatuhan dan hormat akan sosok Alejandro.

“Saya katakan Mr. Alejandro masih sibuk mengurus pekerjaan, sehingga tidak memiliki waktu senggang,” lanjut pelayan tersebut.

Alejandro mendengar, namun tetap tak menjawab, dan lebih memilih melanjutkan langkahnya menuju lantai dua. Di mana terdapat sebuah ruangan yang merupakan perpustakaan pribadi yang Alejandro miliki. Sambil melepaskan tiga kancing atas kemeja putihnya, Alejandro memasuki ruangan yang hanya diterangi dengan lilin gantung temaram, yang membuat hawa terasa sangat tenang.

Alejandro memutar kunci dan membuka pintu kecil yang tersembunyi di balik rak buku tersebut. Dia memasuki ruangan sempit yang hanya dia sendiri yang mengetahui. Ruangan itu dipenuhi dengan layar televisi besar yang menampilkan rekaman dari tujuh kamera tersembunyi di apartemen Xaviera.

Dinding-dinding ruangan itu dihiasi dengan puluhan foto Xaviera dalam berbagai pose dan situasi, beberapa di antaranya diambil tanpa sepengetahuan Xaviera sendiri, seakan tidak ada satu momen pun dari hidup Xaviera yang luput dari pengawasan Alejandro.

Alejandro menutup pintu dan mengunci lagi dari dalam. Dia berjalan ke tengah ruangan, matanya tidak lepas dari layar televisi, seraya tangannya meraba-raba dinding yang dipenuhi gambar Xaviera. Ada juga catatan-catatan dan tulisan tentang hari-hari Xaviera—analisis tentang apa yang Xaviera suka, benci, dan berbagai prediksi tentang reaksinya terhadap situasi tertentu.

“Aku merindukan peri kecilku,” racau Alejandro. Ruangan tersebut sangat tertutup dan ukurannya tidak terlalu besar, sehingga membuat suara bahkan hembusan napas Alejandro menggema.

Alejandro kemudian duduk di kursi yang menghadap ke layar-layar itu, kakinya menyilang dengan santai. Dia mendongak, memandang sekeliling ruangan. Senyum licik terbentang di wajahnya, ralat, lebih tepatnya senyuman iblis. Mata Alejandro berkilat dengan semacam kegembiraan yang gelap.

Alejandro merasa seolah-olah dia memiliki kendali penuh atas dunia Xaviera, seolah dia adalah sutradara dari kehidupan nyata yang hanya dia yang tahu skenarionya. Ruangan tersebut bukan hanya dijadikan tempat kesukaan Alejandro, namun juga bukti rasa obsesi Alejandro terhadap Xaviera.

“Di mana dia?” gumam Alejandro mencari sosok Xaviera di layar televisi. Alejandro mengambil remote kontrol, mulai mengganti-ganti tayangan dari satu kamera ke kamera yang lain, sayangnya ia tidak mendapati Xaviera pada satu pun rekaman.

Sementara di tempat lain, wanita yang sedang membuat Alejandro kebingungan mencarinya, nampak berdiri seorang diri di bawah ditemani angin sepoi-sepoi. Xaviera, yang mengenakan hot pants yang menampilkan kaki ramping dan jenjangnya, dipadukan dengan tanktop berwarna senada, saat ini berada di balkon kamarnya.

“Hahaha.” Tawa Xaviera mengudara. Wanita yang rambutnya dikuncir kuda itu, lalu mengubah posisinya menjadi bersandar pada pembatas balkon, kepalanya mendongak memandangi indahnya langit malam yang dihiasi bintang-bintang.

“Aku tahu adegan selanjutnya. Pasti kau terjatuh dan wajahmu penuh dengan lumpur, 'kan?” terka Xaviera masih sambil tertawa dan menunjuk meski tak ada siapa pun di hadapannya.

“Ah, sayang sekali aku tidak ada di sana. Pasti akan lebih menyenangkan jika melihatnya secara langsung,” imbuh Xaviera sambil mengerucutkan bibir tipisnya.

Ekspresi kesal Xaviera, sepersekian detik menghilang, berganti dengan bola mata membesar, tanda terkejut. “Benarkah itu?” tanyanya sambil melangkah masuk. Sementara satu tangannya masih menempelkan ponselnya pada telinga, tangan Xaviera yang lain ia gunakan untuk menarik pintu balkon dan menutupnya.

Sementara di tempat lain, Alejandro langsung bernapas lega ketika sosok Xaviera muncul di layar televisi besarnya. “Oh, ternyata kau di sana rupanya.” Alejandro menyandarkan punggungnya, lalu melebarkan kedua tangan dan kakinya.

“Apa balkon sudah menjadi tempat yang paling kau sukai sekarang? Belakangan ini kau sangat suka tempat itu. Haruskah aku memasang kamera di balkon? Seperti iya. Aku kesulitan melihatmu saat kau ada di sana.” Alejandro berucap seorang diri, dengan pandangan tak lepas dari Xaviera.

Xaviera dengan perlahan merebahkan dirinya di kasur empuknya, menatap langit-langit kamarnya yang ia hiasi dengan pernak-pernik berwarna yang indah, sementara di tempat lain, Alejandro sedang memandangi Xaviera dari segala sisi. Atas, bawah, samping, semua terdapat kamera tersembunyi.

“Kapan kau kembali?” tanya Xaviera penuh harap cemas. Suasana hatinya seketika menjadi buruk setelah mendengar jawaban dari sebrang sana.

“Itu artinya kita tidak bisa bertemu dalam waktu dekat ini?” tanya Xaviera lagi. Sekarang, ia berubah posisi menjadi tengkurap, juga meletakkan dagu pada bantal.

Sambil mendengarkan suara seseorang di ponselnya, tangan Xaviera tak henti bergerak memainkan selimut berwarna putihnya. “Tentu saja. Aku sangat merindukanmu,” ucapnya lemah.

“Kasihan sekali peri kecilku sedang merindukan kekasihnya.” Berbeda dengan Xaviera yang sedang diselimuti perasaan sedih, Alejandro justru tersenyum sambil mengusap bibirnya sendiri.

Alejandro memperhatikan setiap gerak-gerik Xaviera dengan perhatian yang hampir sakral. Dia tersenyum lebar, membayangkan dirinya sebagai pemilik dari nasib Xaviera, dan itu memberinya kepuasan yang mendalam. Napas Alejandro memburu, ada kegembiraan yang terasa menggebu dalam obsesinya.

“Seperti yang kau tahu. Bos-ku yang gila itu sampai sekarang masih tetap sama, tempramen dan tidak berperikemanusiaan.” Wajah ceria Xaviera, seketika lenyap dan berganti dengan kesal.

Alejandro sama sekali tidak terkejut dengan kata-kata Xaviera, karena ini bukanlah pertama kalinya ia mendengar Xaviera mengatakan hal buruk tentangnya. “Ternyata di matamu aku sangat kejam, ya?” Alejandro bermonolog sambil mengangguk beberapa kali.

Lagi dan lagi Xaviera tak bisa diam dan terus bergerak ke sana dan sini mencari posisi yang nyaman, hingga kemudian wanita itu mengangkat kakinya dan menempelkannya pada tembok, sementara ponselnya ia letakkan di dekat telinganya.

Xaviera menggeleng. “No. Aku memang sering kesal dengannya, apalagi dengan sikap dan wajahnya yang kaku seperti robot itu, tapi aku tidak bisa melepaskan pekerjaan ini. Terlalu berharga,” ucapnya.

Alejandro menggulung kemejanya, menampilkan lengannya yang kekar. Setelahnya, Alejandro bangkit dan berjalan mendekati layar besar di hadapannya. Satu tangan Alejandro terulur, meraba tepat pada pergelangan tangan Xaviera.

“Bos-mu yang gila ini akan menjadi iblis untukmu, atau mungkin pemburu peri. Antara iblis dan pemburu peri, sepertinya aku akan memilih pemburu saja. Aku akan menangkapmu, mengikat kedua tanganmu dan membuatmu menangis memohon untuk dilepaskan.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Pesona Sekertaris Lugu Sang CEO   Bab 51. Kiriman Foto

    “Kau semakin berani ya, Xaviera?” Alejandro berucap pelan, sambil dirinya bertumpu kedua tangannya. Tatapan Alejandro tertuju pada Xaviera yang terekam sedang berada di salah satu ruangan. “Kau tidak membalas pesan-ku, kau menolak telepon-ku, dan kau tidak mempedulikan ancaman-ku. Dari mana kau dapat keberanian sebesar itu, Xaviera?”Alejandro merasa kesal dengan tindakan yang Xaviera pilih. Alejandro paling tidak suka diabaikan, terlebih lagi oleh Xaveria, namun Xaviera justru melakukannya. “Mari kita lihat apa kau juga akan melakukan hal yang sama kali ini?” Alejandro, dengan seringai khasnya, mengambil selembar foto yang kemudian ia masukkan di dalam sebuah amplop putih beserta selembar kertas tulisan tangannya.Keluar meninggalkan ruangan kegemarannya, Alejandro menemui sopir pribadinya. “Antarkan ini. Ingat, kau hanya perlu meletakkannya di depan pintunya dan jangan sampai ada satu orang pun yang mengetahui kedatanganmu!”“Baik, Mr. Alejandro.” Pria berusia lanjut yang sudah be

  • Terjerat Pesona Sekertaris Lugu Sang CEO   Bab 50. Teror

    Xaviera menutup matanya, menikmati kenyamanan yang disajikan untuknya. Bukan hanya karena udara pagi hari yang terasa menghangatkan tubuhnya, namun juga pelukan Gabriel yang sangat menenangkan. Saking nyaman dengan posisinya, Xaviera sampai menutup mata. Semua masalah dan beban berat yang akhir-akhir ini dipikulnya seorang diri, sejenak Xaviera lupakan. Di sana, di balkon kamar, hanya ada Gabriel dan Xaviera, ditemani dengan cinta yang setiap harinya semakin tumbuh. “Mi amor, ada yang ingin aku tanyakan padamu,” ujar Gabriel, sambil mengecup lembut dahi Xaviera. “Hem, tanyakanlah.” Xaviera memang merespon, namun tidak mengubah posisinya sedikit pun. “Ini tentang rencanamu yang ingin berhenti dari pekerjaanmu. Apa bos-mu itu setuju?” Padahal Xaviera berusaha sekuat tenaga melupakan nama Alejandro dan segala hal yang berhubungan dengannya, namun Gabriel justru bertanya. Terkejut, Xaviera sontak membuka matanya. “Apa ada kompensasi yang harus kau ganti karena melanggar kontra

  • Terjerat Pesona Sekertaris Lugu Sang CEO   Bab 49. Ayo Kita Pergi!

    Xaviera duduk memeluk lututnya seorang diri di kamarnya. Setelah siang tadi meninggalkan NOWZ COMPANY dengan tanpa memberikan Alejandro jawaban, Xaviera masih merenungi pilihan yang ditawarkan padanya. Tidak ada yang lebih baik dari kedua pilihan itu, keduanya sama-sama menjerumuskan dan menyakitkan Xaviera. Bingung, takut, cemas dirasakannya dalam waktu yang bersamaan. Xaviera tidak menyadari berapa lamanya ia diam seperti patung seperti itu. Bahkan hingga malam harinya ketika Gabriel pulang, kedua telinga Xaviera seperti tertutup, sehingga tidak mendengar seruan Gabriel. “Mi amor ...” Panggilan lembut dan usapan di kepala yang Gabriel lakukan, membuat Xaviera gelagapan. “Kenapa kau terkejut sekali? Seperti melihat hantu saja.” Gabriel terkekeh pelan karena respon Xaviera. “Atau jangan-jangan kau mengira aku hantu, ya? Mana ada hantu setampan diriku.” Gabriel kembali bergurau, namun Xaviera tetap pada diamnya. Bola mata Xaviera yang jernih bergerak mengikuti langkah Gab

  • Terjerat Pesona Sekertaris Lugu Sang CEO   Bab 48. Pilihan Yang Sulit

    Kedua netra Xaviera yang berkaca-kaca masih terpaku pada layar tablet Alejandro. Meski video tersebut minim penerangan, namun Xaviera sangat mengenali kamarnya, tata letak dan barang-barang di kamarnya. “Ke–kenapa Anda bisa ada di sana?” ujar Xaviera dengan suara bergetar. “Kau tidak mengingatnya, Xaviera?” Alejandro balik bertanya. Ekspresi Xaviera membuatnya tersenyum licik. “Anda hanya perlu menjawabnya! Kapan ini terjadi?” Sesaat Xaviera terdiam, mencoba mengingat kejadian tersebut. Xaviera mencoba menyangkalnya. Jangankan bercinta, Xaviera bahkan tidak memiliki perasaan sedikit pun untuk Alejandro. Bagaimanapun juga Xaviera selama ini menganggap Alejandro hanya sebagai atasannya. Namun video itu? Bagaimana mungkin bisa terjadi? Dalam hati Xaviera merutuki dirinya. Semakin lama menyaksikan video tersebut, membuat Xaviera merasa menjadi orang paling bodoh di dunia. 'Bagaimana mungkin aku bisa bercinta dengannya, tapi aku sama sekali tidak mengingatnya.' Xaviera bergumam

  • Terjerat Pesona Sekertaris Lugu Sang CEO   Bab 47. Video Percintaan

    Xaviera yang duduk di depan meja riasnya, tiada bosannya memandang pantulan wajah Gabriel dari kaca di depannya. Pria yang menyandang sebagai tunangannya itu dengan sangat perhatian membantu mengeringkan rambutnya. “Kenapa melihatku seperti itu, hm?” ujar Gabriel, tentu ia menyadari tatapan Xaviera dan baru berani bertanya sekarang. “Kenapa kau mencintaiku?” Bukannya menjawab, Xaviera justru memberikan pertanyaan lain, yang membuat tangan Gabriel seketika berhenti bergerak. “Pertanyaan macam apa itu?” Xaviera menggeleng pelan. “Aku hanya penasaran,” jawabnya dengan senyum yang tak lekang di wajah cantiknya. Gabriel meletakkan hairdryer yang sudah dimatikannya tersebut, lalu berlutut di hadapan Xaviera. “Aku tidak butuh alasan khusus untuk mencintai ciptaan Tuhan seindah dirimu.” Gabriel menatap mata Xaviera yang berbinar, penuh rasa penasaran yang tulus. “Setiap kali aku melihatmu, hatiku terasa hangat, seperti ada sinar matahari yang selalu mengikutiku,” ucap Gabriel dengan le

  • Terjerat Pesona Sekertaris Lugu Sang CEO   Bab 46. Penyatuan Alejandro & Xaviera

    “Akh, kepalaku sakit.” Xaviera melenguh, tangannya merambat memijat pangkal hidungnya, berharap dapat mengurangi rasa tak nyaman yang menyerang kepalanya. “Gabi ...” Xaviera menatap pintu kamarnya, berharap dapat melihat sosok Gabriel di sana, namun pria itu tak menunjukkan tanda-tanda akan kembali. Ponselnya yang berbunyi menandakan panggilan masuk, memecah keheningan kamar. Buru-buru Xaviera mengambilnya. Melihat nama Gabriel tertera di sana, membuat sudut bibir Xaveria terangkat.“Halo, Sayang.” Xaviera menyapa gembira, namun yang terdengar dari ponselnya bukanlah suara hangat Gabriel yang amat sangat disukainya, melainkan suara bising hingga membuat telinganya berdengung.“Sayang, apa kau masih di tempat kerjamu?” Perlahan senyuman Xaviera menghilang, ketika Gabriel mengatakan ia tidak bisa pulang cepat, lantaran pekerjaannya membutuhkannya. Diam-diam Xaviera menoleh ke arah balkon, melihat langit yang sudah gelap. “Ya sudah, tidak masalah. Kau selesaikan saja pekerjaanmu. Fok

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status