Home / Urban / Terjerat Pesona Sekertaris Lugu Sang CEO / Bab 6. Drifting Di Bawah Hujan

Share

Bab 6. Drifting Di Bawah Hujan

Author: Vi_Novi
last update Last Updated: 2025-02-15 10:55:31

“Hubungi Carlos dan minta siapkan sirkuit sekarang!” titah Alejandro tanpa berbalik atau sekedar menoleh ke belakang sedikit saja.

“Baik, Mr. Saya lakukan sekarang.” Xaviera, yang masih berada di posisi yang sama yaitu berdiri di belakang Alejandro sambil memegang buku catatannya, menjawab dengan patuh.

Tak lama kemudian Xaviera memasuki ruangan Alejandro. “Maaf mengganggu, Mr. Saya ingin memberitahukan bahwa sirkuit sudah siap digunakan,” ujar Xaviera sopan.

Tanpa memasang kembali jasnya yang ia lepaskan sebelumnya, Alejandro bangkit dari duduknya dan berjalan dengan kedua tangannya yang berada di saku celananya. Tentu Alejandro tak pergi ke sirkuit balap seorang diri, melainkan bersama dengan Xaviera.

Sungguh berat pekerjaan Xaviera, bukan? Selain menjadi sekertaris yang memiliki puluhan tugas, Xaviera juga harus mengikuti ke mana pun Alejandro pergi, termasuk jadwal yang tak berhubungan dengan pekerjaan kantor.

Setibanya di sirkuit, mereka langsung disambut oleh Carlos—asisten pribadi balap Alejandro yang berusia 31 tahun. “Maaf, Mr. Sepertinya sirkuit tidak bisa digunakan hari ini karena cuaca cukup buruk.”

“Aku tidak perduli dengan hujan,” jawab Alejandro sambil melangkah cepat menuju paddock, tatapan matanya tajam dan determinasi terlihat jelas di wajahnya.

Carlos, yang berusaha mengejar langkahnya, tampak kebingungan dan cemas. Di langit, awan hitam mulai menggumpal, dan gerimis kecil mulai membasahi sirkuit, tetapi Alejandro tampak tidak menghiraukannya.

“Mr. Alejandro, tolong pertimbangkan lagi. Kondisi cuaca tidak mendukung. Kondisi seperti ini sangat berbahaya. Aspal licin dan visibilitas terbatas,” ucap Carlos dengan nada khawatir, tangannya mencoba memegang lengan Alejandro untuk menghentikan langkahnya.

Alejandro menoleh dengan tatapan yang menyala. “Siapkan mobilnya sekarang atau aku bunuh kau?!” bentaknya dengan keras, membuat Carlos terperanjat.

“Baik, Mr.,” jawab Carlos dengan suara yang getir, matanya menunduk, menunjukkan kepasrahan. Dia tidak ingin memicu kemarahan Alejandro lebih lanjut, yang bisa berujung pada kekerasan.

Sementara itu, Alejandro berjalan ke ruang ganti dengan langkah gegas. Carlos, dengan langkah berat, berjalan menuju garasi di mana mobil balap Alejandro disimpan. Langit mendung yang semakin pekat seolah memperberat langkahnya, dan setiap tetes hujan yang jatuh membasahi wajahnya, mengingatkannya akan risiko besar yang akan dihadapi oleh Alejandro.

Dengan hati yang diliputi kekhawatiran, Carlos membuka pintu mobil, memeriksa mesin dengan cermat, dan memastikan bahwa segala sesuatu berada dalam kondisi sempurna.

Di dalam ruang ganti, Alejandro memasang helmnya dengan tatapan yang tajam, refleksi dari tekad yang tak tergoyahkan. Kedutan di dahinya menandakan ketegangan yang sedang ia rasakan, namun semangatnya untuk balapan tidak pernah pudar meski hujan semakin deras mengguyur sirkuit.

“Semoga tidak terjadi apa-apa.” Carlos, yang melihatnya dari kejauhan hanya bisa menghela napas, berharap segala keputusan yang diambil tidak berakhir dengan penyesalan.

Saat mobil dinyalakan, suara mesin yang bergemuruh seakan menelan setiap kekhawatiran yang ada. Alejandro menatap lurus ke depan, fokus pada trek yang akan ia taklukkan, mengesampingkan semua risiko.

Brooomm! Brooomm! Brooomm!

Alejandro menginjak pedal gas mobil balapnya dengan keras, roda mobil berputar cepat dan menghasilkan suara berdecit di atas aspal basah sirkuit. Hujan gerimis yang mengguyur tak membuat semangatnya padam, justru semakin membara.

Dengan helm yang menutupi kepala dan pakaian balap serba merah, Alejandro terlihat seperti api yang menyala-nyala di tengah guyuran hujan. Setiap kali mobilnya meluncur dan berputar dalam aksi drifting, wajahnya yang tampak dari balik kaca helm menunjukkan ekspresi marah yang bercampur dengan semangat juang.

Meski lintasan yang basah menambah risiko, Alejandro tak peduli. Dengan setiap putaran dan drifting yang dilakukannya, semua emosinya yang terpendam seolah tercurahkan.

Di pinggir sirkuit, Carlos dan Xaviera berdiri di bawah payung besar sambil mengamati aksi berbahaya Alejandro. “Kali ini apalagi yang membuatnya marah?” tanya Carlos, pandangannya pada Alejandro dengan khawatir.

Xaviera menoleh dan menggeleng. “Tidak ada,” jawabnya singkat.

“Lalu, kenapa Mr. Alejandro tiba-tiba meminta disiapkan sirkuit?” Sepengatahuan Carlos beberapa tahun ini, Alejandro akan memilih cara balap dan drifting seperti ini untuk meluapkan emosinya, tentu sangat mengherankan ketika Xaviera berkata tak ada yang membuat Alejandro marah.

“Seharian ini semuanya berjalan normal, sepertinya Mr. Alejandro hanya sedang lelah,” jawab Xaviera menerka.

Xaviera mengernyitkan dahi, ia sendiri pun tidak mengerti mengapa Alejandro memilih cara seperti itu untuk meluapkan rasa lelahnya. Di saat orang lain akan beristirahat, Alejandro justru memilih dengan cara ekstrim.

Kembali ke sirkuit, Alejandro terus melakukan drifting, membiarkan adrenalin mengalir dalam darahnya. Setiap belokan tajam yang dia lakukan dengan sempurna di bawah guyuran hujan semakin menegaskan bahwa baginya, balapan adalah pelarian dan juga penyaluran emosi yang tak terbendung.

“Apakah dia benar-benar harus melakukan ini di kondisi sirkuit yang licin seperti ini?” bisik Carlos dengan nada cemas.

Xaviera hanya menggeleng pelan, sama bingungnya. “Tidak tahu, tapi Mr. Alejandro selalu punya caranya sendiri untuk mengatasi kemarahannya. Semoga saja tidak akan ada bahaya.”

Mereka—Carlos dan Xaviera masih di sana, di bawah payung yang sama yang melindungi mereka dari kucuran air, sama-sama memandangi mobil Alejandro yang berdecit dan sesekali memutar.

Interaksi Carlos dan Xaviera ternyata tak lepas dari pandangan Alejandro. Entah mengapa pemandangan itu membuat kepala Alejandro terasa panas berapi-api. Tangan Alejandro semakin kuat mencengkram setir mobil dan kakinya tanpa sadar menambah tekanan pada gas.

“Lihatlah asapnya, lebih banyak dari biasanya.” Aksi berbahaya Alejandro tersebut bukan pertama kalinya Xaviera saksikan dengan matanya langsung, namun sering, tentu Xaviera langsung dapat menyadari adanya perbedaan.

“Kau tenang saja! Itu hal yang normal dalam drifting. Apalagi dengan kondisi aspal yang basah seperti ini, pasti Mr. Alejandro menekan rem lebih kuat dari biasanya.” Carlos, yang sangat hafal tentang dunia otomotif, menjelaskan.

Brak!

Suara keras seperti tabrakan yang berasal dari sirkuit, membuat Carlos dan Xaviera sontak melebarkan mata dan mulut mereka.

“Mr. Alejandro!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Pesona Sekertaris Lugu Sang CEO   Bab 51. Kiriman Foto

    “Kau semakin berani ya, Xaviera?” Alejandro berucap pelan, sambil dirinya bertumpu kedua tangannya. Tatapan Alejandro tertuju pada Xaviera yang terekam sedang berada di salah satu ruangan. “Kau tidak membalas pesan-ku, kau menolak telepon-ku, dan kau tidak mempedulikan ancaman-ku. Dari mana kau dapat keberanian sebesar itu, Xaviera?”Alejandro merasa kesal dengan tindakan yang Xaviera pilih. Alejandro paling tidak suka diabaikan, terlebih lagi oleh Xaveria, namun Xaviera justru melakukannya. “Mari kita lihat apa kau juga akan melakukan hal yang sama kali ini?” Alejandro, dengan seringai khasnya, mengambil selembar foto yang kemudian ia masukkan di dalam sebuah amplop putih beserta selembar kertas tulisan tangannya.Keluar meninggalkan ruangan kegemarannya, Alejandro menemui sopir pribadinya. “Antarkan ini. Ingat, kau hanya perlu meletakkannya di depan pintunya dan jangan sampai ada satu orang pun yang mengetahui kedatanganmu!”“Baik, Mr. Alejandro.” Pria berusia lanjut yang sudah be

  • Terjerat Pesona Sekertaris Lugu Sang CEO   Bab 50. Teror

    Xaviera menutup matanya, menikmati kenyamanan yang disajikan untuknya. Bukan hanya karena udara pagi hari yang terasa menghangatkan tubuhnya, namun juga pelukan Gabriel yang sangat menenangkan. Saking nyaman dengan posisinya, Xaviera sampai menutup mata. Semua masalah dan beban berat yang akhir-akhir ini dipikulnya seorang diri, sejenak Xaviera lupakan. Di sana, di balkon kamar, hanya ada Gabriel dan Xaviera, ditemani dengan cinta yang setiap harinya semakin tumbuh. “Mi amor, ada yang ingin aku tanyakan padamu,” ujar Gabriel, sambil mengecup lembut dahi Xaviera. “Hem, tanyakanlah.” Xaviera memang merespon, namun tidak mengubah posisinya sedikit pun. “Ini tentang rencanamu yang ingin berhenti dari pekerjaanmu. Apa bos-mu itu setuju?” Padahal Xaviera berusaha sekuat tenaga melupakan nama Alejandro dan segala hal yang berhubungan dengannya, namun Gabriel justru bertanya. Terkejut, Xaviera sontak membuka matanya. “Apa ada kompensasi yang harus kau ganti karena melanggar kontra

  • Terjerat Pesona Sekertaris Lugu Sang CEO   Bab 49. Ayo Kita Pergi!

    Xaviera duduk memeluk lututnya seorang diri di kamarnya. Setelah siang tadi meninggalkan NOWZ COMPANY dengan tanpa memberikan Alejandro jawaban, Xaviera masih merenungi pilihan yang ditawarkan padanya. Tidak ada yang lebih baik dari kedua pilihan itu, keduanya sama-sama menjerumuskan dan menyakitkan Xaviera. Bingung, takut, cemas dirasakannya dalam waktu yang bersamaan. Xaviera tidak menyadari berapa lamanya ia diam seperti patung seperti itu. Bahkan hingga malam harinya ketika Gabriel pulang, kedua telinga Xaviera seperti tertutup, sehingga tidak mendengar seruan Gabriel. “Mi amor ...” Panggilan lembut dan usapan di kepala yang Gabriel lakukan, membuat Xaviera gelagapan. “Kenapa kau terkejut sekali? Seperti melihat hantu saja.” Gabriel terkekeh pelan karena respon Xaviera. “Atau jangan-jangan kau mengira aku hantu, ya? Mana ada hantu setampan diriku.” Gabriel kembali bergurau, namun Xaviera tetap pada diamnya. Bola mata Xaviera yang jernih bergerak mengikuti langkah Gab

  • Terjerat Pesona Sekertaris Lugu Sang CEO   Bab 48. Pilihan Yang Sulit

    Kedua netra Xaviera yang berkaca-kaca masih terpaku pada layar tablet Alejandro. Meski video tersebut minim penerangan, namun Xaviera sangat mengenali kamarnya, tata letak dan barang-barang di kamarnya. “Ke–kenapa Anda bisa ada di sana?” ujar Xaviera dengan suara bergetar. “Kau tidak mengingatnya, Xaviera?” Alejandro balik bertanya. Ekspresi Xaviera membuatnya tersenyum licik. “Anda hanya perlu menjawabnya! Kapan ini terjadi?” Sesaat Xaviera terdiam, mencoba mengingat kejadian tersebut. Xaviera mencoba menyangkalnya. Jangankan bercinta, Xaviera bahkan tidak memiliki perasaan sedikit pun untuk Alejandro. Bagaimanapun juga Xaviera selama ini menganggap Alejandro hanya sebagai atasannya. Namun video itu? Bagaimana mungkin bisa terjadi? Dalam hati Xaviera merutuki dirinya. Semakin lama menyaksikan video tersebut, membuat Xaviera merasa menjadi orang paling bodoh di dunia. 'Bagaimana mungkin aku bisa bercinta dengannya, tapi aku sama sekali tidak mengingatnya.' Xaviera bergumam

  • Terjerat Pesona Sekertaris Lugu Sang CEO   Bab 47. Video Percintaan

    Xaviera yang duduk di depan meja riasnya, tiada bosannya memandang pantulan wajah Gabriel dari kaca di depannya. Pria yang menyandang sebagai tunangannya itu dengan sangat perhatian membantu mengeringkan rambutnya. “Kenapa melihatku seperti itu, hm?” ujar Gabriel, tentu ia menyadari tatapan Xaviera dan baru berani bertanya sekarang. “Kenapa kau mencintaiku?” Bukannya menjawab, Xaviera justru memberikan pertanyaan lain, yang membuat tangan Gabriel seketika berhenti bergerak. “Pertanyaan macam apa itu?” Xaviera menggeleng pelan. “Aku hanya penasaran,” jawabnya dengan senyum yang tak lekang di wajah cantiknya. Gabriel meletakkan hairdryer yang sudah dimatikannya tersebut, lalu berlutut di hadapan Xaviera. “Aku tidak butuh alasan khusus untuk mencintai ciptaan Tuhan seindah dirimu.” Gabriel menatap mata Xaviera yang berbinar, penuh rasa penasaran yang tulus. “Setiap kali aku melihatmu, hatiku terasa hangat, seperti ada sinar matahari yang selalu mengikutiku,” ucap Gabriel dengan le

  • Terjerat Pesona Sekertaris Lugu Sang CEO   Bab 46. Penyatuan Alejandro & Xaviera

    “Akh, kepalaku sakit.” Xaviera melenguh, tangannya merambat memijat pangkal hidungnya, berharap dapat mengurangi rasa tak nyaman yang menyerang kepalanya. “Gabi ...” Xaviera menatap pintu kamarnya, berharap dapat melihat sosok Gabriel di sana, namun pria itu tak menunjukkan tanda-tanda akan kembali. Ponselnya yang berbunyi menandakan panggilan masuk, memecah keheningan kamar. Buru-buru Xaviera mengambilnya. Melihat nama Gabriel tertera di sana, membuat sudut bibir Xaveria terangkat.“Halo, Sayang.” Xaviera menyapa gembira, namun yang terdengar dari ponselnya bukanlah suara hangat Gabriel yang amat sangat disukainya, melainkan suara bising hingga membuat telinganya berdengung.“Sayang, apa kau masih di tempat kerjamu?” Perlahan senyuman Xaviera menghilang, ketika Gabriel mengatakan ia tidak bisa pulang cepat, lantaran pekerjaannya membutuhkannya. Diam-diam Xaviera menoleh ke arah balkon, melihat langit yang sudah gelap. “Ya sudah, tidak masalah. Kau selesaikan saja pekerjaanmu. Fok

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status