Share

2. Bangkit dari Kematian

Dewa langit begitu senang karena ada kematian seorang jenderal perang. Ia membaca riwayat kehidupan Baron. Tangannya mencengkram kuat selimutnya. "Orang-orang licik ini menyebalkan. Beraninya mereka melanjutkan estafet kejahatan dunia."

Obsesi mengenai jendral perang membuat ia mempertimbangkan setiap kematian pahlawan sesungguhnya. Namun, selalu saja usahanya gagal mencetak jendral perang seperti keinginannya.

Perkumpulan para dewa selalu dijadikan dewa langit untuk meminta izin terlebih kepada dewi kehidupan. Kali ini argumen akan berhasil. Ia menunggu waktu tepat menyampaikan niatannya.

Melihat gerak-gerik yang mencurigakan dewi kehidupan mendekatinya. Padahal dewa langit berusaha menahan diri. Saat dewi hendak duduk disebelahnya, ia mengembangkan senyum ke arahnya.

"Aku bisa mengetahui niatanmu. Apa yang sebenarnya kau inginkan?" tanyanya memulai pembicaraan.

"Aku ingin kau menghidupkan kembali manusia yang bernama Baron Arsenio. Kejahatan di dunia harus dihapuskan—"

"Apa maksud dari pernyataanmu itu Dewa langit?" sergah dewa kebangkitan. Ekspresinya menampilkan kekesalan.

Para dewa terdiam mendengar perdebatan itu. Mereka mengisi kursi masing-masing. Dewa langit yang sudah siap dengan persiapan dari awal, cukup tenang kalau dewa kebangkitan akan menolak. Ia membalikkan badan sembari menyodorkan senyuman ke arah dewa kebangkitan.

Kekesalannya menyebabkan situasi dalam ruangan pelik. Mereka memposisikan diri untuk berdiskusi atas keinginan dewa langit.

"Kau pikir kau siapa? Meminta kejahatan di dunia dihapuskan?" Lirikan bak mata elang terfokus pada dewa langit. "Kehidupan selalu berdampingan, antara kebaikan dan kejahatan. Semuanya harus seimbang. Kau tidak bisa meminta kepada Dewi kehidupan untuk mewujudkan hal itu. Dan, Dewi kehidupan, kau harus menyortir keinginan aneh ini bukan?"

"Tenanglah Dewa kebangkitan, dia belum mengungkapkan tujuannya secara keseluruhan. Dengarkan dulu," pungkas dewi kehidupan dengan suara lembut.

Dewa kebangkitan menuruti ucapan dewi kehidupan. Dirasa kondisi agak tenang, giliran dewa langit menjabarkan inti perbincangan kali ini. Tentu saja tidak mudah keinginannya dikabulkan.

Seketika dewa langit menjadi sorotan. Ia beranjak dari kursi dan berjalan menuju mimbar. "Aku meminta izin kepada kalian semua untuk menyetujui permintaanku ini. Aku ingin pria bernama Baron Arsenio untuk dibangkitkan. Aku punya alasan membelanya. Selama hidup ia tidak mendapatkan keadilan. Orang-orang licik itu memanfaatkannya. Apa setiap kejahatan tidak ada hukumannya? Dewa kebangkitan, aku harap kau mengerti pendapatku. Aku ingin kau memberi keadilan dalam hidupnya. Tidak, ini berlaku kepada semua dewa. Izinkan dia reinkarnasi di masa depan untuk menciptakan era baru di kehidupan keduanya. Aku minta tolong kepada kalian," jelasnya.

Dewi kehidupan menyetujui keinginan kecil itu. Didukung dewa keberuntungan yang memberikan hadiah fitur perang untuk kebaikan. Bibirnya tersenyum kembali, disusul dewa yang lain memberikan izin. Hal itu masih belum menggerakkan hati dewa kebangkitan.

Perlahan kakinya mendekat. Dewa langit meletakkan meraih punggung tangan dewa kebangkitan. "Aku mohon padamu."

Ia tahu kalau kesedihan dewa langit bisa menghancurkan bumi. Selama harapan dewa langit tidak bertujuan buruk, ia pun menyetujui meski dalam hati berat. "Baiklah, ini yang terakhir. Jadi, berhenti memohon," sahutnya.

Tentu saja dewa langit girang mendapatkan semua izin dari para dewa. Akhirnya ia akan melihat pertunjukan yang hebat. Sudah lama ia menantikan momen tersebut.

"Zero, bangkitkan manusia yang dimintanya," titahnya kepada malaikat maut. Kau ingin kapan dia bangkit?"

"Sekarang," jawabnya.

"Kabulkan segera setelah acara sudah usai, Zero," kata dewa kebangkitan lalu melanjutkan kesibukkannya.

Dewa langit begitu gembira. Sepanjang acara ia menampakkan wajah girangnya. Dewa kebangkitan cukup terganggu dengan itu. Namun, ia tidak terlalu memperdulikan tujuan dewa langit.

Setelah dinanti-nanti, akhirnya dewa langit kembali ke asalnya sembari diikuti Zero. Setibanya di alam langit, Zero mengabulkan permintaan yang diinginkan. Untung saja para dewa memberikan izin.

Ingatan Baron masih kontras. Kelopak matanya terbuka. Sosok asing yang belum pernah ia temui. Baron mencubit telinganya. Rasa sakit dapat dirasakannya. "Apa yang sudah terjadi?"

"Selamat datang di alam langit, Baron Arsenio," sambutnya. Lantas ia berniat membocorkan rahasia akhir riwayat hidup Baron. "Apa kau setuju jika kau bangkit dari kematian?"

Deg. Kata kematian menyadarkan akan momen dimana pertarungan di pesawat. Para kartel narkoba membodohi dirinya, terlebih ia masih tidak percaya kalau ia akan mati dengan cara tidak mengesankan.

Kepala Baron menggeleng pelan. Ia tak mempercayai siapapun. Akan tetapi, ia penasaran siapakah pelaku yang harus bertanggungjawab atas kematiannya. Seakan menutupi diri dari problemnya, Baron enggan menceritakan lebih detail.

Bukan karena ia pesimis atau menyerah, Baron sudah pasrah dengan takdirnya. Terlebih ia ingin menemui sosok yang dicintainya. Tentu saja respon Baron menjadi kemarahan dewa langit. Tapi, ia tak menunjukkan kekesalannya hanya senyum diwajahnya yang ia tampilkan.

'Beraninya dia menolak tawaranku ini. Padahal aku sudah susah payah mendapatkan izin dari para dewa lain.' Dewa langit yang mengetahui isi hati Baron segera memberikan sebuah jawaban dari pertanyaan yang dipendam Baron. "Kau mungkin tidak akan percaya, bahwasanya kematianmu di sebabkan orang terdekat. Mereka juga sudah lama merencanakannya. Pemerintah membunuhmu. Mereka melakukan itu agar negara yang kau sayangi menjadi menderita," paparnya.

Kepalanya mendongak sedikit. "Apa itu benar?"

Dewa langit mengangguk. Lalu malaikat maut memperlihatkan kejadian sebelum Baron meninggal bahkan ia menampilkan kejahatan yang dilakukan pemerintah. Sulit dipercaya bila kenyataan terlihat jelas. Hatinya semakin sakit sampai-sampai perasaan itu menjadi sebuah dendam.

Baron bisa mempercayainya, terlebih sosok yang memberitahunya ialah seorang dewa. Tangannya mengepal. 'Perubahan sikap mereka itu karena mereka sudah tidak mengharapkan diriku lagi, yah. Bagaimana bisa mereka mengkhianatiku?'

Suara hatinya kembali terdengar. Dewa langit memberikan sebuah jawaban yang semakin membuatnya kesal. "Tidak ada orang yang benar-benar tulus, bahkan orang terdekatmu bisa berkamuflase menjadi seorang musuh. Jadi, kenapa kau menolak tawaranku?"

Baron sungguh ingin membalaskan dendamnya tetapi ia memiliki firasat kalau ia akan mendapatkan sebuah misi. Setiap ada kenyamanan pasti ada sebuah imbalan. Mau tidak mau ia harus menerimanya.

"Apa yang anda inginkan?"

"Hahaha.... Sejak dari tadi aku menunggu kalimat itu." Wajahnya kembali serius. "Aku akan memberimu kesempatan kedua hidup untukmu. Aku tahu selama ini kau tidak mendapatkan keadilan. Tapi, ada sebuah syarat," selanya.

"Syarat apakah itu?" tanya Baron lagi.

"Kehidupan barumu, kau bukan lagi Baron Arsenio. Melainkan seorang bangsawan yang dihormati, usiamu masih muda tak seperti sekarang ini," paparnya seraya bangkit dari kursi agungnya. "Anggap saja ini misi terakhir dari kehidupanmu."

Baron mendengarkan baik setiap kalimat dewa langit yang terucap. Ia penasaran dengan apa misi terakhirnya itu. Ia sadar menjadikan dirinya sendiri sebagai alat. Sayangnya ia tak peduli akan hal itu. Kemungkinan besarnya ia akan mencari kebenaran atas kematiannya itu. Kepalanya mengangguk setuju.

"Misimu adalah membunuh para pahlawan. Jika kau gagal, maka umat manusia dalam bahaya."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status