Share

3. Reinkarnasi

Author: Mawar Mariani
last update Last Updated: 2023-03-08 22:00:26

"Kenapa anda memilih saya untuk menjalankan misi tersebut jika saya menerima tawaran anda?" Baron mereka-reka setiap jawaban yang diterimanya dan mempertimbangkan kembali saat mendengar persyaratan itu.

"Pertanyaanmu cukup bagus. Sebelumnya aku pernah mengirim seorang jenderal bahkan pembunuh terhebat tapi tidak ada satupun dari mereka yang berhasil menjalankan misi itu. Tak sedikit diantara mereka yang fokus pada duniawi." Bola matanya melirik ke arah Baron. "Aku sudah memberitahu jawabanku, sekarang giliranmu."

Padahal ia berharap ingin hidup seperti masyarakat biasa bila dirinya mendapatkan kesempatan hidup kedua. Tetapi, semua berjalan tak sesuai prediksi. Lagi-lagi ia menjalani hidup sebagai tameng perang.

Kalau dirinya tak bisa menyelamatkan orang lain maka semua sia-sia. Banyak orang yang akan merasakan apa yang ia alami di masa lalu. Seharusnya istri dan bayinya itu masih ada. Tetapi waktu terus berjalan dan menyisakan semangatnya hingga kini.

"Baik. Saya terima tawaran anda—"

"Bagus! Kau mengikuti instruksiku mulai sekarang. Sebagai hadiahnya aku memberimu keistimewaan," sela dewa langit membawa Baron ke tempat yang berbeda. Pemberian dari dewa keberuntungan ia gunakan untuk meningkatkan skill Baron setelah menyesuaikan tubuh barunya.

Sistem canggih keluar. Begitu banyak fitur untuk meningkatkan kekuatan. Baron mengawasi sekeliling. Diantara skill yang ditujukan ia memilih sesuai kebutuhannya. Entah kenapa ia tertarik dengan skill membuat senjata otomatis.

"Hanya satu yang boleh kau miliki. Dari sekian skill, kau memilih membuat senjata otomatis?" Alisnya terangkat tak percaya pilihan Baron.

Belajar dari kesalahan sebelumnya, Baron tidak ingin melewatkan senjata kesayangannya bahkan dengan musuh banyak sekalipun ia bisa menggunakan pemberian skill untuk kebaikan. Sempat ia berpikir apa tujuannya. Membunuh pahlawan demi menyelamatkan dunia? Alasan aneh yang layak diragukan. Baron tidak bisa berpikir positif setelah dirinya dipermainkan. Namun, ia tidak bisa mengambil kesimpulan sebelum menuntaskan apalagi menemukan kebenaran.

"Saya sudah memutuskannya," sahut Baron penuh keyakinan. Meski ia harus belajar lebih giat untuk mengeluarkan energi dari tubuh, Baron memikirkan jangka panjang akan pilihan tersebut.

Dewa langit tersenyum. Ia menyalurkan energi tahap pertama pada Baron. Skill itu tidak langsung menjadi kekuatan yang lebih besar, sebab skill yang dipilih Baron cukup unik. Hal yang rumit menguji adrenalin Baron. Ia tidak takut malah menyukai tantangan itu.

Setelah Baron meresap energi skill, ia mendapatkan memori dari kehidupan keduanya. Dalam sekejap, dewa langit mengirim Baron ke masa depan. Ia mengawasi awal perjalanan hidup Baron.

***

Bolanya terbelalak. Ruangan mewah dengan aroma terapi. Baron tersadar, tangannya merayap menyentuh tubuhnya. Sejenak bola matanya mendapati dirinya di cermin. Tubuh yang masih muda dengan wajah tampan. "Ternyata semua itu bukan mimpi," ucapnya pada dirinya sendiri.

Terdengar ketukan lembut dari luar. Baron segera membuka pintu. Wanita berseragam menundukkan kepalanya.

"Apa yang kau inginkan?"

"Tuan, ayah anda menyuruh untuk segera ke ruang keluarga. Beliau mengatakan ada sesuatu hal penting yang ingin dibicarakan dengan anda," jawabnya tanpa menatapnya.

"Katakan padanya lima menit aku akan sampai di sana." Ia menutup pintu setelahnya wanita itu mulai beranjak. Baron menarik napas. Ingatan kepribadian sebelumnya sedikit bertentangan.

Setelan jas warna hitam menambah nilai plus penampilannya. Agar ia tidak kikuk, Baron mengecek laci satu persatu. Pencarian data pribadinya ia temukan. Namanya hampir mirip dengannya.

"Aron Smith?" Bola matanya menoleh ke jendela kamar. Tirai itu tertiup angin berhembus. Keindahan ruangan kamarnya terdapat sisi buruk dari luar. Dugaannya semakin jelas kota dalam keadaan kacau. Tangan Baron mengepal. Melampaui beberapa tahun memperlihatkan kota semakin mendekati kata hancur.

Kakinya bersiap menuju ruang keluarga. Meski ia tidak pernah tahu denah bangunan itu, ia merasa familiar karena memori lamanya.

Klak! Tatapan mata berpusat ke arahnya. Sepasang suami istri memperhatikan Baron. Dari binar mata sang ibu ada sebuah harapan. Sementara ayahnya nampak serius dengan dagu tegas. Baron mengisi kursi sofa di depan keduanya.

"Apa kami harus mengemis agar kau setuju dengan keinginan ayahmu, Nak?" tanya ibunya.

Sontak sang ayah menahan tangan istrinya seakan mengisyaratkan tidak meneruskan pembicaraan. Kali ini ia mempertegas. "Bagaimana rencanamu ke depan? Jika kau terus—"

"Aku bersedia menggantikan ayah. Aku adalah anak satu-satunya ayah." Ia bersujud di kaki pria itu. "Aku minta maaf, ayah."

Mendengar hal yang begitu mengejutkan dari mulut sang anak, keduanya merasa aneh akan perubahan jawaban. Namun, mereka malah bersyukur karena anaknya menerima saran tersebut.

Leo mengangkatnya. "Sudahlah, tidak perlu sampai seperti ini Aron." Bibirnya mengembangkan senyum. Sesaat mata mereka saling memandang, Leo memeluknya. "Terima kasih, Aron. Kau mau berlatih sekarang?" tawarnya.

Mendengar namanya berbeda, Baron berusaha menyesuaikan dengan nama barunya itu. Ia mencuri-curi pandangan. "Ibu tak usah khawatir. Aku akan baik-baik saja." Ia bangkit. "Ayo, ayah!"

"Hahaha.... Kau ini jail sekali. Lain kali jangan buat kami khawatir." Sambil mengacak-acak rambut Aron.

Ia serasa wisata masa lalu. Kedua orang tuanya dulu meninggalkan Baron kecil. Hidup tanpa kasih sayang orang tua ditambah kepergian istri dan bayinya. Tapi, di kehidupan ini ia bisa merasakan sebagaimana rasa itu. 'Jadi, inikah rasa kasih sayang orang tua?'

Aron melambaikan tangannya. Wanita itu membalas lambaian tangannya seraya tersenyum. Kemudian, pemandangan itu kembali tidak terlihat. Ia mengikuti langkah kaki Leo. Dalam hati ia tidak sabar dengan seperti apa latihannya.

Kakinya berjalan menuju lorong gelap. Semakin mengikuti langkah sang ayah, Aron merasakan suhu ruangan cukup dingin. Tubuh mudanya bukan seperti tubuh biasa. Telapak tangannya mulai menggosok-gosok bahunya.

Kepala Leo menoleh. "Kau kedinginan, ya?" Ia mendapat respon anggukan kepala. "Tenang saja, aku akan membuatmu merasa menggigil."

Aron menahan pundak Leo untuk menuruni anak tangga yang semakin ke dalam. "Ayah tidak berniat balas dendam bukan?"

"Kau ini—" Kalimatnya sengaja terpotong sebab jarinya mencubit pipi Aron. "Ikutlah saja, maka kau akan tahu latihan kita." Leo menarik tangan Aron. Langkahnya begitu cepat, untungnya Aron seimbang menuruni anak tangga.

Aron tak bisa menolak. Kakinya mencoba menyeimbangi setiap langkah. Tak lama, ia sampai ditempat yang dirahasiakan sebelumnya. Berbagai senjata usang dipenuhi bekas noda darah dipajang di setiap dinding tempat itu.

Dari banyaknya senjata ia menemukan senjata lamanya. Pistol berbalutkan emas miliknya masih tersimpan baik. Saat tangannya hendak menyentuh permukaan pistol Leo menepis tangan Aron.

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya dengan penuh kemurkaan.

"Ti–tidak ada, yah," selanya gelagapan. Ia segera mengurungkan niatannya. 'Ayolah Baron, kenapa kau begitu agresif saat melihat senjata kesayanganmu?'

"Aku tidak bermaksud melarangmu, hanya saja ini bukan saatnya. Kita latihan fisik lebih dahulu. Kau tidak perlu khawatir—"

Aron menyela. Ia mengajukan pertanyaan yang cukup provokatif. "Kenapa namaku hampir mirip dengannya ayah?"

Lagi-lagi mulutnya bertanya jujur. Di sisi lain, ia ingin mengetahui kebenaran yang di maksud para dewa. Pengujian menunjukkan hasil yang benar. Aron tidak sabar menunggu mendapatkan jawaban.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terlahir Kembali Menjadi Dewa Perang   66. Ingatan yang Hilang

    Aron tertegun sejenak, mencoba mencerna semua ingatan yang tiba-tiba membanjiri pikirannya. Gambaran-gambaran masa lalu yang sebelumnya kabur, kini menjadi jelas seperti film yang diputar ulang. Ia melihat dirinya sebagai sosok yang jauh lebih besar, lebih kuat, dan lebih tua dari yang pernah ia bayangkan. Dewa Perang. Itulah identitas sejatinya. Namun, mengapa ia terlahir kembali sebagai manusia? Mengapa ia harus melalui semua penderitaan ini? Dewa, yang masih berdiri di sampingnya, seolah membaca pikiran Aron. "Kau pasti bertanya-tanya mengapa semua ini terjadi, bukan?" ujarnya dengan suara tenang namun penuh makna. "Ini adalah bagian dari rencana yang lebih besar, Aron. Kau tidak hanya sekadar dewa yang terlahir kembali, tapi kau adalah kunci untuk menyeimbangkan dunia ini," jelasnya. Aron mengerutkan kening, mencoba memahami kata-kata Dewa. Rasa penasarannya memuncak. "Kunci? Apa maksudmu? Apa yang sebenarnya terjadi di balik semua ini?" Ia memperhatikan wajah Dewa tanpa menge

  • Terlahir Kembali Menjadi Dewa Perang   65. Kebeneran Identitas

    Aron menghela napas lega, seolah beban berat yang selama ini menekan bahunya akhirnya terangkat. Namun, meski sudah merasa lega, ada sesuatu yang masih mengganjal di dalam hati. Dendam yang membara, yang seharusnya sudah mereda, malah semakin menyala. Ia menatap telapak tangan yang penuh dengan bekas luka, setiap goresan menceritakan kisah perjuangannya, setiap lekukan mengingatkan akan penderitaan yang pernah dialaminya.Ada sesuatu yang masih belum selesai, sebuah bab dalam hidupnya yang tidak bisa ia tutup begitu saja. Meski musuhnya sudah tiada, rasa kekesalan yang menyelubungi jantungnya tak kunjung hilang. Perasaan itu seolah-olah telah mengakar dalam jiwa, menjadi bagian dari dirinya yang sulit untuk dilepaskan.Firasatnya, yang selalu tajam, berbisik kepadanya bahwa perang besar yang baru saja usai tersebut belum sepenuhnya berakhir. Mungkin ini adalah tanda bahwa pertempuran masih belum selesai, dan dia tidak bisa begitu saja melupakan semua yang telah terjadi. Namun, seiring

  • Terlahir Kembali Menjadi Dewa Perang   64. Bersatu

    Ledakan besar menghancurkan dataran negara Neon, tak satupun anggota bagian Orlando yang selamat dari ledakan bom itu. Tubuh Sora juga ikut terkubur reruntuhan bangunan. Usahanya untuk menyelamatkan diri tak bisa dilakukannya. Kelopak mata setengah terbuka. Pemandangan yang begitu berantakan. Di sela-sela momen itu Sora mencoba mengangkat tumpukan bangunan yang menimbun bagian tubuhnya. Sesekali ia mencari-cari oksigen. "Bila bukan si tua bangka itu, aku tidak akan susah seperti ini," decaknya mencoba keluar.Nahas, kepalanya yang baru saja nampak di permukaan menjadi sasaran tembakan Betabot. Kali ini ia benar-benar kehilangan kesadaran. Arwah Sora menolak untuk mati, sementara tubuhnya tak bisa bertahan lama. "Sialan harusnya aku hidup lebih lama," ucapnya dalam hati. Kepalanya terus mengalirkan darah segar. Hanya dalam tiga detik Sora menghembuskan napas terakhirnya.Mendengar kabar peperangan besar sengit antara Orlando dan musuhnya, menimbulkan perseteruan dari devisi yang ber

  • Terlahir Kembali Menjadi Dewa Perang   63. Antara Hidup dan Mati

    Awalnya Orlando mengira ia akan mendapatkan kemenangan besar. Melihat musuhnya tanpa senjata dan juga sendirian membuat kepercayaan dirinya semakin tinggi. Sayangnya tembakan tadi meleset tak mengenai musuhnya. "Apa?!" Kepalanya memanas menyaksikan Aron yang masih berdiri tegak. Orlando pun segera mengganti isian peluru yang ada di dalam pistolnya. "Arahkan senjata kalian padanya!" teriaknya memerintahkan seluruh pengikutnya.Serangan itu memang diterima oleh Aron. Ia mengubah elemen senjata yang diarahkannya menjadi tameng pelindung untuk mengatasi serangan bertubi-tubi. Menghilangkan rasa belas kasihan, Aron mengandalkan kebenciannya terhadap Orlando. Dendamnya begitu membara. Langkahnya maju mendekati musuhnya, belum menyerang balik mereka berjalan perlahan mundur. Dari balik gedung asap tembakan mulai menyebar. Aron memasang tatapan sinis. Emosinya dilihatkan secara terbuka. Menit-menit inilah yang sudah ia tunggu bertahun-tahun."Sekarang giliranku, Betabot mode musuh!" Dalam be

  • Terlahir Kembali Menjadi Dewa Perang   62. Pesan Singkat

    Max dan Jaz melaksanakan tugasnya sebagai mana yang diperintahkan Aron. Gadis itu hanya membatu menyaksikan pemandangan di depannya. Suara letusan senjata mulai mendengung. "Apa semua ini sudah kalian persiapkan sejak lama?" Pandangan matanya terlihat kosong. Namun dari pertanyaannya itu tidak mendapatkan respon dari keduanya. Lalu, Monica bertanya sekali lagi. "Kenapa kalian merahasiakan ini semua dariku?"Kepala mereka hanya menunduk sebagai jawaban. Tangisnya membasahi pipinya. Tatapannya ke arah jendela. Monica bisa merasakan akan terjadi peperangan besar bila mengaitkan teknologi senjata. Sangking khawatirnya, Monica tak sadarkan diri. Tubuhnya ambruk beberapa detik selanjutnya setelah berdiri tak lama menatap keluar jendela. Kedua bodyguard itu terpaksa menenangkan Monica dengan akses yang diberikan Aron. Untung saja mereka bisa mengatasi hal itu, tetapi nasib Aron masih menjadi tanda tanya. Mereka pun berdiri di samping kapsul tidur Monica. Bola mata mereka saling memandang.

  • Terlahir Kembali Menjadi Dewa Perang   61. Sesuai Rencana

    "Kau sudah kelewatan batas, tuan Orlando," decak kawannya.Wajah datar Orlando tak peduli akan perkataan pria itu. Ia memilih tak peduli dan melanjutkan pesta pernikahan seperti tak ada terjadi sesuatu. Sementara dari kejauhan wajah Sora menundukkan dengan tangan mengepal. Pernikahan mereka memang digelar mewah, sayangnya kekacauan di depan mata membuat mood Sora buruk belum lagi kondisinya yang tengah hamil muda."Apa kau baik-baik saja, Sayang?" tanya Orlando sembari memeluk istrinya. Namun, setelah beberapa detik ia tidak mendapatkan balasan dari mulut Sora.Suasana canggung pun terjadi. Memang Orlando pernah berada di posisi teratas sebelum bisnisnya perlahan menurun. Siapa sangka hari itu juga semua orang yang ada di dalam pesta pernikahannya bersikap acuh tak acuh."Sudah cukup! Hentikan!" bentak Sora yang tak tahan kericuhan terjadi. Tangannya mendorong jauh suaminya itu. Lalu berlari menuju kembali ke kamar.Rasa kesal Orlando meledak seketika. Disaat kehilangan akal untuk men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status