“Mas, kita jadi ke puncak hari ini, kan?” tanya Nilam pagi itu.
Hampir tiga minggu berselang usai kedatangan Seline ke rumah Nilam. Hari ini akhir pekan dan Dandy ingin mengajak Nilam ke puncak. Nilam sudah lama ingin jalan-jalan dan baru kali ini Dandy menyanggupinya.
“Iya. Aku sudah menyiapkan semuanya. Kita nanti bermalam di hotel langganan kantorku, Sayang.”
Nilam kembali tersenyum kesenangan. Dulu dia pikir Dandy tidak akan mencintainya, mengingat pernikahan mereka berawal dari sebuah perjodohan. Namun, ternyata Nilam salah. Dandy benar-benar jatuh cinta padanya dan memperlakukan Nilam dengan sangat baik. Apalagi begitu tahu Nilam hamil. Semua keinginannya selalu dituruti.
“Kalau sudah siap, kita berangkat, yuk!! Mumpung masih pagi, biar gak kejebak macet.”
Nilam mengangguk kemudian sudah bergegas keluar kamar. Selang beberapa saat mereka sudah di dalam mobil perjalanan menuju puncak. Ternyata tepat dugaan Dandy. Jalanan menuju puncak mulai pa
“Dok, bagaimana keadaan istri saya?” tanya Dandy.Beberapa jam setelah kecelakaan, Dandy sudah berada di rumah sakit. Ia baru saja mendapat pertolongan suster. Dandy hanya mengalami luka lecet di beberapa bagian tubuhnya. Penggunaan seat belt benar-benar menolongnya dari luka parah.Namun, kali ini dia tidak mau tidur di brankar. Dandy malah sibuk menanyakan keadaan Nilam. Seorang perawat menghampiri Dandy dan memintanya kembali ke tempatnya.“Tuan, dokter masih berusaha menolong istri Anda. Sekarang lebih baik Anda istirahat dulu.”“Enggak, saya harus tahu keadaannya dulu, Sus.”Suster itu menghela napas panjang sambil melihat kesal ke arah Dandy.“Ya sudah kalau begitu Tuan tunggu di sini. Sekarang dokter masih menangani istri Anda.”Dandy menurut sambil menganggukkan kepala. Dia tidak mau menunggu di ruang rawat inap dan memilih menunggu Nilam di ruang tunggu pasien. Dia harus mengetahui keadaan istrinya lebih dulu. Terlintas ingat
“Kamu sudah siuman, Sayang?” sapa Dandy.Usai bergulat dengan hati dan kesedihannya, Dandy masuk menghampiri Nilam di kamar rawat inap. Bu Ami, Pak Ridwan dan Indra berpamitan pulang. Esok mereka akan kembali datang menjaga Nilam.Nilam hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. Dandy berjalan mendekat kemudian mengecup kening Nilam dengan penuh kasih. Ia langsung duduk di kursi samping brankar Nilam. Dandy meraih tangan Nilam, menggenggamnya sambil mengecupnya beberapa kali.“Maafin aku, Sayang. Gara-gara aku kita harus mengalami hal ini.” Dandy bersuara kemudian.Nilam tersenyum membelai kepala Dandy dengan lembut. “Gak papa, Mas. Mungkin sudah takdir yang penting kita selamat.”Dandy mengangguk sambil tersenyum menatap Nilam dengan sendu. Untuk beberapa saat, Dandy terdiam. Dia ragu akan mengatakan tentang keadaan Nilam. Namun, Nilam lebih dulu bersuara.“Aku tahu kalau aku keguguran, Mas. Aku s
“Nyonya!!” seru wanita paruh baya itu.Asisten rumah tangga Nilam gegas berhambur menghampiri Nilam. Ia terlihat sibuk memungut belanjaan Nilam yang jatuh berserakan ke lantai. Bu Ami hanya diam dan tak berkata sepatah pun.“Aku ... aku baik-baik saja, kok. Minta tolong dirapikan ya, Bi!!”Usai berkata seperti itu, Nilam langsung berjalan tergesa masuk ke dalam kamar. Ia sedang menahan buliran bening yang perlahan luruh membasahi pipinya. Lagi-lagi Bu Ami hanya membisu. Wanita paruh baya itu sepertinya kebingungan harus melakukan apa.Di dalam kamar, Nilam terdiam. Ia duduk di tepi tempat tidur sambil mengingat ucapan Bu Ami yang baru saja didengarnya. Nilam sama sekali tidak tahu menahu tentang hal ini. Bisa jadi Dandy memang sengaja tidak mengatakan ke Nilam tentang keadaannya.Suara ketukan membuyarkan lamunan Nilam. Ia menoleh ke pintu dan melihat Bu Ami berjalan masuk menghampirinya. Nilam menunduk dan tak berani bertan
“Aku ... aku ingin cerai, Mas!!” ucap Nilam. Ia mengatakannya dengan pelan tapi terdengar jelas di telinga Dandy. Dandy sontak terkejut saat Nilam berkata seperti itu. Tidak ada angin dan hujan, kenapa istrinya tiba-tiba meminta cerai? Dandy langsung menarik tubuh Nilam agar melihat ke arahnya. Namun, wanita manis itu langsung menunduk, berusaha menyembunyikan bulir bening di sudut matanya. Dandy membisu, perlahan tangannya terulur dan menarik dagu Nilam. Tak ayal, Dandy melihat mata indah istrinya sudah berkabut. “Kamu kenapa? Kenapa tiba-tiba ngomong seperti itu? Pamali, Sayang.” Nilam tidak menjawab, menepis tangan Dandy. Namun, sepertinya Dandy tidak mau melepaskan cekalan di dagu Nilam. Tak ayal, Nilam malah menangis. Dandy hanya terdiam menatapnya kemudian perlahan menarik Nilam masuk dalam pelukannya. “Aku minta maaf kalau aku ada salah padamu, tapi aku mohon jangan pernah bilang minta cerai.” Nilam masih terisak di pelukan Dandy. Hari ini, hatinya sudah kacau balau gara-g
“APA!!!?” seru Dandy.Pria berwajah manis itu sangat terkejut usai mendengar permintaan ibunya. Sementara Bu Ami hanya tersenyum sambil menatap Dandy dengan malu-malu.“Rasanya tidak masalah jika seorang pria beristri lebih dari satu, Dandy. Apalagi istrimu tidak akan bisa memberimu keturunan. Dalam agama kita membolehkannya, kok.” Bu Ami malah memberi alasan yang membuat Dandy makin kesal.“Bu ... kok Ibu ngomong gitu, sih. Bukannya dulu Ibu yang memintaku menikah dengan Nilam? Kenapa sekarang Ibu malah memintaku menduakannya?”Bu Ami menarik napas panjang sambil melipat tangannya di depan dada.“Iya, itu benar. Dulu, Ibu pikir kamu dan Nilam bisa memberi Ibu cucu. Namun, nyatanya Nilam tidak bisa melakukannya, bukan? Rahimnya bermasalah usai kecelakaan itu. Itu artinya kamu tidak akan punya anak, Dandy.”Dandy berdecak sambil menggelengkan kepala. Matanya terlihat terluka sambil menatap wanit
“Aku sepertinya pulang malam hari ini, Sayang. Kamu makan dulu saja, ya?” ucap Dandy.Usai mendapat perintah dari Pak Jordan agar menemani Seline ke sebuah undangan resmi perusahaannya, Dandy menelepon memberi kabar ke Nilam.[“Iya, Mas. Gak papa, kok. Hati-hati nyetirnya, ya?”]Dandy tersenyum sambil menganggukkan kepala, tentu saja reaksinya tidak akan dilihat Nilam kali ini.“Ya udah kalau gitu. Aku lanjut kerja dulu, ya!”Di seberang sana Nilam sudah mengakhiri panggilannya, begitu juga dengan Dandy. Baru saja Dandy meletakkan ponsel di atas meja, tiba-tiba ponsel itu berdering kembali dan kali ini ada nama ayahnya di sana. Dandy menarik napas panjang. Ia sudah menduga kalau Pak Ridwan akan meneleponnya kali ini.“Iya, Yah. Ada apa?” tanya Dandy mengawali panggilannya.[“Dandy, ada apa dengan ibumu? Kenapa pulang dari rumahmu, tiba-tiba menangis sesenggukan di kamar? Padahal rencana Ayah akan menyusul ke sana akhir pekan besok. Ke
“Asal kamu tahu, Seline. Mencintaimu adalah sebuah kesalahan terbesar dalam hidupku dan aku menyesalinya,” ucap Dandy.Seline sontak membisu usai mendengar ucapan Dandy. Buru-buru ia memalingkan wajah dan memilih melihat pemandangan di luar melalui jendela di samping. Sesekali Seline menunduk sambil berusaha menahan rasa sakit yang tiba-tiba mendera dadanya.Padahal banyak waktu yang ia habiskan bersama Dandy dengan penuh cinta. Banyak hari indah yang telah ia lewati bersama pria manis di sampingnya ini. Mengapa Dandy malah berkata menyakitkan seperti itu?Apa hanya karena dia tidak mengabari keadaannya kala itu hingga membuat Dandy marah? Apa pria ini melakukan hal itu untuk menyembunyikan perasaannya yang sesungguhny? Andai saja Dandy tahu apa yang terjadi padanya usai kecelakaan, pasti Dandy tidak akan berkata kasar seperti ini padanya.Pukul tujuh tepat saat mobil Dandy tiba di sebuah hotel, tempat acara gathering itu berlangsung. Usai memarkir mobil,
“Golongan darah saya A. Apa saya bisa jadi pendonornya, Sus?” tanya Dandy.Sontak Seline dan suster itu menoleh ke arahnya. Dandy hanya bergeming di tempatnya. Dia sendiri juga tidak tahu mengapa malah berkata seperti itu. Mungkin sisi kemanusiaan yang membuat Dandy memutuskan hal ini.Suster itu tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Tentu, Tuan. Mari ikut saya!!”Dandy mengangguk, berjalan mendekat sambil menyerahkan ponsel Seline. Kemudian dia sudah mengekor langkah suster tersebut. Sesaat sebelum menjauh, Seline mencekal lengannya membuat Dandy menghentikan langkah.“Terima kasih, Dandy,” cicit Seline.Dandy tidak menjawab hanya tersenyum sambil mengangguk samar. Tak lama kemudian dia sudah melakukan donor darah. Ada dua kantong darah yang diambil darinya. Untuk beberapa saat, Dandy istirahat sejenak mengembalikan kondisinya.Seline sengaja menghampirinya dan melihat Dandy sedang sibuk memainkan ponsel. Bisa jadi, ia sedang menghubungi