Share

7. Ingin Cerai

Author: UmmiNH
last update Huling Na-update: 2025-04-07 10:12:30

"Ke sana juga, yuk, Ra? Pengen lihat seganteng apa dosen baru itu." 

"Duh, gue lagi gak mood, Yas."

"Alah mana mungkin Lo gak mood lihat yang bening-bening? Gak percaya gue." 

"Tapi gue serius, Yas. Gue lagi bener-bener gak mood. Kepala gue lagi kusut banget."

"Gak asik, Lo. Ya udah deh gue pergi sendiri. Penasaran banget seganteng apa, sampai sekampus heboh semua." Yasmin meninggalkan Nadira sendiri. 

Seperginya Yasmin, Nadira duduk sendirian di kursi, mengutak-atik ponselnya, kemudian menghembuskan nafas.

"Dira?" 

Nadira menoleh, lalu menghela nafas setelah melihat Danil yang memanggilnya. Tanpa meminta persetujuan Danil duduk di samping Nadira.

"Ini buat kamu." 

Nadira menoleh, menatap bucket bunga mawar yang Danil sodorkan. Namun ia tak mengatakan apapun.

"Ra? Kamu masih marah? Aku tahu kenapa kamu gak berniat buat ikut heboh lihat dosen baru kita itu, karena kamu pasti masih belum bisa lupain aku, kan?"

"Berhenti ganggu aku, Danil."

"Aku gak ganggu kamu, Ra. Aku cuma--"

Nadira dengan cepat bangkit dang menghindar, mengabaikan teriakan Danil. Dengan cepat laki-laki itu berlari mengejar. Namun Nadira dengan kasar mendorongnya. 

"Gue berharap waktu itu Lo bisa nolongin gue, Nil. Lo bisa nyelamatin gue dari pernikahan yang gak pernah gue mau. Tapi nyatanya Lo gak bisa ngelakuin apa-apa. Lo malah nyerah gitu aja di depan Papa gue. Tapi sekarang udah berakhir, semuanya sudah terlambat, gue udah nikah sama laki-laki tua, jelek. Dan ini semua gara-gara Lo, Pengecut! Gue benci sama Lo! Puas Lo, hah?" teriak Nadila dengan berlinangan air mata. Setelah mengatakan itu dia kembali berlari, meninggalkan Danil yang masih terpaku.

***

[Aku minta cerai.]

Tiga kata itu membuat Anand termenung, jujur saja ada sedikit rasa sakit yang menyerang dadanya melihat pesan tersebut. 

Apa harus pernikahan yang diinginkan mendiang kedua orang tuanya kandas begitu saja? Walaupun dia juga baru sempat melihat Nadira lewat foto, tetapi rasanya enggan melepas ikatan sakral yang kini sudah melilit dengan restu kedua orang tuanya. Hal yang tidak akan bisa dia dapatkan lagi di kemudian hari.

[Kenapa harus cerai? Bukannya saya sudah mengikuti keinginan kamu untuk tidak mengganggu?]

[Pokoknya aku mau cerai.]

[Apa alasannya?]

[Karena aku gak cinta sama kamu.]

Anand tersenyum kecil. [Apa cinta bisa hadir tanpa bertemu dan komunikasi?]

[Maksud kamu?]

[Kita harus bertemu.]

[Gak mau!]

[Kenapa?]

[Kamu jelek, item, aku gak mau orang lain melihat kita ketemu dan tahu aku punya suami jelek dan tua kaya kamu.]

Nadira merenung sesaat, kenapa mendadak ada kesopanan dalam setiap perkataannya terhadap Anand? Dia baru tersadar.

Di tempat lain Anand mengerutkan kening membaca balsan dari Nadira. Ia pun mematikan layar ponsel dan bercermin. "Apa aku sejelek itu? Hitam? Tua?" 

[Dari mana kamu tahu saya jelek? Bukannya kita belum ketemu?]

[Dari foto.]

[Mana fotonya? Saya mau lihat. Kamu pasti salah.]

[Gak usah! Gak terima banget disebut jelek. Ngaca dong! 👺]

Bukannya tersinggung, Anand malah tertawa membacanya. "Ya Allah ... Gemes banget, sih." 

Anand berinisiatif untuk melakukan panggilan video. Di tempat lain Nadira membelalak sambil menutup mulut, dengan panik melirik ke kiri dan kanan. 

"Dia bener-bener gila!" 

Dengan cepat dia mematikan panggilan. "Jangan harap gue mau tatap-tatapan sama Lo!"

***

"Aaaaaaaa kurang ajar! Dia gak bales chat gue lagi sampai sekarang. Dia bener-bener pengen bunuh gue dalam pernikahan ini. Sekarang gimana? Gue bener-bener gak bisa lepas." 

Dira mondar mandir di dalam kamarnya, sesekali ia menggigit kuku, kemudian menatap layar ponselnya lagi, di mana pesannya berjejer tanpa balasan. 

Dengan cepat Nadira lari keluar kamar, mencari kedua orang tuanya. 

"Pa! Papa! Mama!" Gadis itu menggedor pintu kamar orang tuanya. 

"Ada apa, Dira? Malam-malam gini gedor pintu kamar." Melati keluar, kemudian di susul Abram. 

"Pa, aku mau cerai." 

"Apa?" 

"Kenapa tiba-tiba?" tanya Melati.

"Tiba-tiba? Aku dari awal nikah aja udah mau cerai, Ma, cuma aku tahan-tahan aja. Tapi sekarang aku udah gak tahan, aku mau cerai pokoknya."

Melati dan Abram saling tatap.

"Nadira, pernikahan bukan permainan." 

Nadira memicingkan mata. "Aku gak lupa, ya, Papa pernah bilang setidaknya sampai keadaan ibunya Anand membaik aku harus bertahan. Tapi sekarang gak ada lagi alasan, kan? Aku mau cerai pokoknya, aku gak sudi jadi istrinya Anand lebih dari detik ini."

Plak!

Melati menutup mulut, sedangkan Abram menatap tangannya sendiri dengan pucat. Jelas ia kelepasan melakukan itu. 

"Papa jahat! Papa sama Mama sama-sama jahat!" Dira langsung lari ke kamarnya. 

"Ya Tuhan, Papa!" 

Abram memejamkan mata, kemudian mengusap wajahnya gusar. 

***

"Aaaaaaa! Ganteng banget, sumpah!" 

"Ya ampun, meleleh banget lihatnya."

"Oemji, kaya aktor Cina di drama-drama."

Seluruh kampus heboh luar biasa, semua mahasiswi berdiri memenuhi bagian dekat ruangan dosen.

"Dira ayo keluar, kita lihat pelaku dibalik kehebohan hari ini. Ayo cepetan!" Yasmin terus menarik tangan Nadira yang sedari tadi telungkup di atas meja. 

"Gak mau, Yas, Lo aja. Gue gak punya tenaga buat bangkit. Hiks hiks." Nadira mengusap pipinya yang masih terasa bengkak akibat tamparan papanya.

"Ah, gak seru Lo! Gue tinggal, ya?" 

Nadira tak merespon, Yasmin pun meninggalkan Nadira sendirian di kantin. Gadis itu membenamkan wajah dan kemudian merengek keras-keras. Seumur-umur ini adalah kali pertamanya mendapatkan tamparan dari orang tuanya, dan tentu saja hal itu mempengaruhi segalanya. 

"Hidup gue, bener-bener hancur sekarang. Gak ada harapan lagi, gak ada. Heuheuheu ... Gue mau cerai! Gue mau cerai! Anand sialan! Dia bener-bener gak lepasin gue," rengeknya sambil meninju udara di depannya. 

Haish, Nadira. Lo gak tahu aja kalo dosen itu ...

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    70. Happy Ending

    "Ngaku aja, Ra," ucap Danil sambil tersenyum. Nadira melengos sambil melipat tangan dengan kesal. "Ra, gak papa. Walaupun kamu udah nikah sama yang lain, tapi aku yakin cinta kamu masih milik aku. Kita bisa diam-diam berhubungan tanpa sepengetahuan siapapun, Ra. Dan begitu aku siap nikahin kamu, kamu harus cerai sama dia." Danil menggenggam tangan Nadira, membuat Anand semakin kepanasan. Tanpa permisi Danil menarik Nadira ke dalam pelukan. Melihat gadis itu tak berkomentar apapun tentang idenya membuat Danil mengira gadis itu berhasil ia taklukan. Anand yang sudah bergejolak melangkah hendak keluar untuk memberikan pelajaran pada keduanya. Namun langkahnya langsung terhenti saat Nadira mendorong Danil. "Dasar brenqsek! Gue buka cewek rendahan seperti yang Lo kira, ya! Walaupun gue menikah karena paksaan, tapi gue tahu diri dan aturan. Gue masih punya otak dan moral. Dengan lihat sikap Lo yang seperti ini gue makin benci sama Lo dan percaya sama ucapan papa gue waktu itu. Lo, buka

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    69. Mengenang Masa Dulu

    "Masya Allah, rabbanaa hab lanaa min azwaajinaa wadzurriyyaatinaa qurrota a'yuniwwaj'alnaa lil muttaqiina imaamaa. Aamiin." Ayah muda itu mengecup kening anaknya yang sedang tertidur dalam pangkuan sang istri selepas kenyang minum asi."Aamiin." Nadira menyahut sambil tersenyum, menatap Anand tanpa kedip dengan berjuta rasa yang tak sanggup lisannya ungkapkan. Anand beralih menatap Nadira, senyuman hangatnya senantiasa terlukis di wajah tampan itu untuk keluarganya. Pria itu duduk di samping sang istri, kemudian merangkul pinggangnya dan mengecup kepala Nadira cukup lama, seolah lewat kecupan itu ia menjelaskan betapa kini sempurna kebahagiaannya wasilah dari perempuan tersebut. "Mas sangat bahagia," bisiknya kemudian. Nadira mengulum senyum, kemudian balas menatap sang suami. "Aku juga, Mas. Makasih untuk semuanya, makasih untuk semua cinta dan kasih sayang yang sudah Mas curahkan buat aku, sampai aku sekarang merasa jadi wanita yang paling bahagia di muka bumi ini." Anand mengu

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    68. Haru Biru

    "Nadira melahirkan!""Nadira melahirkan, Mas!" Yasmin dan Triana serta para suaminya langsung bergegas menuju rumah sakit. "Ayo cepet, Mas!" Fahrul menoleh. "Kamu ini, kaya kamu aja yang mau lahiran." "Haish! Udah diem. Nyetir aja yang cepet." "Yasmiiin Yasmin! Masa kaya gitu kamu bicara sama suami?" tegur Zein yang duduk anteng bersama Triana di belakang. "Gue ikut deg-degan, Bang!"Triana dan Zein terkekeh melihatnya. Tiba-tiba Triana terdiam merasakan sesuatu. "Hweeek!" "Kamu kenapa, Sayang?" tanya Zein panik. Triana masih menutup mulut. Ia menggelengkan kepala sambil mengerjap."Apa Triana suka mual kalo naik mobil?" tanya Fahrul."Biasanya nggak." "Mungkin Lo hamil, Na!" pekik Yasmin membuat Triana dan Zein saling tatap. Zein menarik kepala Triana sampai bersandar di pundaknya, kemudian memijat tengkuk istrinya dengan lembut. "Mas?" lirih Triana sambil mendongak menatap wajah suaminya. Tatapannya menyiratkan banyak tanya. Zein mengangguk, mencoba menenangkan. "Nanti

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    67. Reuni

    "Na ... Jalan Lo kenapa gitu?" Triana langsung mematung, menoleh pada Yasmin dengan ragu-ragu. "Gue ... Jalan gue biasa kok." "Nggak, jalan Lo gak biasa, Yas." "Ah udahlah. Cepet bantuin gue cuci piring." Yasmin menurut. Namun lagi-lagi ia kembali berbisik. "Na, sakit, gak?" Triana gelagapan, mulai tak nyaman berada dekat-dekat dengan Yasmin. "Na?" "Sakit apa?""Lo jangan pura-pura gak ngerti, Na." Triana menghela nafas. "Lumayan." Yasmin berdesis. "Kaya gimana rasanya?""Haish! Lo itu ... " Triana tak melanjutkan protesan nya dan berdecak kesal. "Na, gue cuma pengen tahu aja. Biar siap-siap nanti. Itung-itung Lo berbagi pengalaman lah sama calon pengantin yang masih polos ini." "Gak perlu siap-siap segala, Yas, nanti Lo juga tahu sendiri." "Tapi, Na--""Yas, gue juga gak siap-siap, tuh. Lagian, gue malu kalo harus ngomongin kaya gituan." Yasmin terkekeh. Dalam hati ia mengejek, padahal gue udah lihat secara langsung hal yang mungkin bakalan bikin Lo tambah malu jika ta

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    66. Pemandangan Kotor

    "Gugup?" Triana tak menjawab, tangannya meremas sprei dengan kuat. Zein menghela nafas lalu bersandar di kepala ranjang. "Jangan gugup, kita ngobrol, yuk?" Triana mulai mendongak. "Ngobrol apa?" "Menurut kamu, Fahrul seperti apa? Apa dia cocok untuk Yasmin?" Triana mulai berpikir. "Menurutku Fahrul terlihat baik, mudah akrab juga sama keluarga. Dan dia juga kelihatan benar-benar mencintai Yasmin." Zein manggut-manggut. "Tapi bukannya jadi istri tentara itu banyak resikonya?" Triana tersenyum. "Resiko pasti selalu ada di setiap keputusan yang kita buat. Yasmin juga bukan gak tahu resikonya bagaimana jika menikah dengan Fahrul, tapi dia tetap menjalaninya, kan? Jadi mungkin dia memang sudah mempersiapkan diri. Dan lagi, suatu kebanggaan juga untuk keluarga kita punya saudara seorang abdi negara, kan?" Zein mengangguk lagi. "Jadi kamu setuju?" Triana mengangguk. "Selama laki-laki itu mencintai Yasmin dengan tulus dan Yasmin juga mencintainya, aku setuju." "Tapi M

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    65. Malam Pertama

    "Yasmin cukup beruntung, ya, punya pacar yang seperhatian ini sampai maksain datang di tengah-tengah kesibukan," ucap Anand. "Jelas. Sekarang Yasmin prioritas saya. Saking buru-burunya langsung ke sini saya gak sempat ganti seragam dulu. Takut Yasmin sedih, kasihan. Tapi malah jadi pada takut lihat kedatangan saya." Semua orang tertawa. "Aku belum terlambat, kan?" tanya Fahrul menatap Yasmin yang kini senyum-senyum sok kalem. Gadis itu pun menggeleng untuk menanggapi pertanyaan pacarnya itu.Kini giliran Triana dan Nadira yang memasuki mode jahil."Uhuyy! Akhem-akhem!" "Uhuk! Uhuk! Aduh, Mas, aku keselek," celetuk Nadira.Dengan sigap Anand menyerahkan minuman gelas. "Mas, aku bercanda!" pekik Nadira membuat Anand melongo."Ra, lihat, Ra!" ucap Triana menunjuk udara di dekat Yasmin."Apaan, Na?" "Saking hatinya lagi berbunga-bunga, bunga-bunga itu berterbangan keluar." Yasmin tersenyum. "Bunga melati, kan? Kaya nama gue?" "Bukan." Triana menggeleng. "Terus?" "Bunga raflesia,

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status