Share

Hampir Terjatuh

Gadis itu kemudian membaringkan tubuhnya yang lelah sehabis bekerja dan panas-panasan di taman dengan perasaan nyaman. 

Milla membentangkan tangan dan kakinya di atas kasur yang telah biasa dia gunakan untuk tidur sejak dia masih kecil.

"Akhirnya bisa istirahat dengan nyaman di rumah," gumam Milla sambil berguling ke sana ke mari merasa bahagia.

Dia memejamkan matanya dan tersenyum.

Milla merasa beruntung sekali karena ayahnya telah menyediakan kasur ukuran besar dan tahan lama seperti yang ditidurinya saat ini sehingga sampai sekarang kondisi kasur tersebut masih tetap layak untuk dipakai olehnya. 

Dia tidak dapat membayangkan bagaimana jika harus membeli kasur baru sedangkan wilayah ini sangat jauh dari manapun. 

Kalau dia harus membeli kasur sekarang pasti akan sangat menyita waktu dan menguras dompet.

"Ayah memang yang terbaik!" gumam Milla sambil terus tersenyum dan merasa penuh syukur.

Tiba-tiba lampu berkedip-kedip dan padam di saat gadis itu membuka matanya untuk melihat jam di dinding.  

Milla merasa gusar sekali karena kembali merasakan bagaimana rasanya berada di dalam kegelapan sebagaimana ketika dia pertama kali sampai di pondok kecilnya tersebut.

"Oh ya ampun, ada apa dengan lampu ini? Jangan bilang Eddy yang telah mematikannya! Apa sih yang terjadi sebenarnya? Tadi tukang pangkas yang Dia batalkan, sekarang lampu Dia matikan juga, apakah Dia tidak ingin bekerja sama dan melihatku disini lagi?" gerutu Milla kesal.

Dia kemudian menyalakan senter ponselnya dan mencari lilin namun tidak ketemu.

'Dimana Aku menyimpan lilin? Perasaan Aku taruh di sini,' pikir Milla heran sambil terus menggeledah laci meja belajarnya. 

"Haduh! Di mana sih lilinnya?" gerutu Milla jengkel karena lilin yang dia cari tidak juga diketemukan.

Duk!

"Aww!" keluh Milla ketika kepalanya membentur kitchen set.

Dia mengusap kepalanya yang pusing akibat terbentur. Tanpa sadar air matanya meleleh karena menahan rasa sakit.

"Hari apa sih ini? Kenapa seharian ini ada saja hal-hal yang menyebalkan terjadi kepadaku?" gerutu Milla sedih.

Setelah lama mencari lilin tidak juga ketemu akhirnya Milla memutuskan untuk mencoba menemui Eddy di vila.

"Siapa tahu Dia sudah kembali," gumam Milla sambil memakai sepatu dan jaketnya untuk melindungi diri dari hawa dingin kemudian dia berjalan keluar pondok menuju villa utama dengan bantuan senter ponselnya.

Milla menoleh ke kanan dan ke kiri merasa was-was dan takut.

"Numpang-numpang anak Bagong mau lewat," gumam Milla tanpa sadar mengucapkan kalimat yang sering diucapkan sang ayah ketika mengajaknya melewati tempat yang sepi dan terkesan angker.

Padahal Milla sudah terbiasa dengan lingkungan vila. Namun, tetap saja dia merasa kecut dan takut berjalan di sekitar vila dalam kegelapan malam seperti yang saat ini dia lakukan.

Srek!

"Ah!" jerit Mila kaget sambil melompat ketakutan ketika mendengar suara dari arah semak belukar di depannya dan sekelebat bayangan hitam melewati kakinya membuat dia bergidik ngeri. 

'Astaga Aku kira apa tidak tahunya tikus hutan,' batin Milla merasa konyol sendiri setelah memperhatikan bayangan hitam yang telah melewatinya.

Dalam hati Milla merasa menyesal mengapa tadi siang dia tidak sekalian menyuruh tukang taman untuk membersihkan juga semak yang menjadi pembatas antara pondoknya dan vila Eddy.

Milla berhenti di depan semak dan menatap ragu sambil menyorot semak dengan senter ponsel miliknya. Dia mulai pikir-pikir apakah aman melewati semak belukar yang ada di hadapannya.

Tapi kalau tidak melewati semak itu kemana lagi dia harus lewat untuk bisa sampai ke bangunan vila? 

Hanya itu satu-satunya jalan menuju bangunan utama vila.

Dengan hati berdegup kencang dia menyibak semak belukar dan terus menyorotkan senter ponselnya ke arah semak sambil berjalan melewatinya dengan hati-hati karena takut ada ular atau binatang berbahaya lainnya di dalam semak belukar tersebut.

"Fiuh!"

Ketika berhasil dengan aman tanpa terjadi sesuatu apapun melewati semak belukar, Milla menghela napas lega. 

Dengan tergesa dia mendekati bangunan vila yang terang benderang oleh cahaya lampu.

"Ck ck ck ... benar-benar kontras sekali dengan pondok kecilku!" cibir Milla sinis.

Di saat dia kalang kabut mencari lilin karena kegelapan, vila ini malah bersinar terang benderang dengan megahnya.

Milla mengetuk pintu villa kencang. Tepatnya lebih seperti menggedor pintu karena dia mengetuk pintu menggunakan kepalan tangan bukan jarinya. 

Satu tangan dia pakai untuk mengetuk pintu sementara tangan yang lain ada di pinggangnya.

"Ayo buka!" keluhnya sambil terus menggedor pintu dengan perasaan kesal.

Milla menendang pintu di depannya dengan perasaan kalut ketika tiba-tiba pintu jati di depannya itu terbuka membuat gadis itu hampir jatuh terjerembab ke lantai jika tidak ditahan oleh Eddy.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status