Eddy terkejut melihat gadis dalam pelukannya tampak berkaca-kaca matanya dan terlihat takut. Eddy mengerutkan kening bertanya-tanya di dalam hati apakah dia memang semenakutkan itu hingga membuat kekasihnya ketakutan dan hampir menangis? "Jangan menangis oke? Aku minta maaf," kata Edi sambil mengecup kening Milla dan melepaskan kekasihnya itu lalu kembali duduk di sofa. Mila mengikuti Eddy duduk di sofa yang ada di sampingnya. Sebenarnya kekasihnya itu tidak sepenuhnya salah karena dia juga yang awalnya merebut remote dari tangan Eddy. Padahal dia bisa saja pindah dari ruangan itu, misalnya ke meja kopi di dapur atau meja makan, bahkan dia juga bisa pindah ke kamar jika memang tidak ingin diganggu oleh Eddy. "Aku juga minta maaf, harusnya Aku mengerjakan semua ini di ruangan lain kalau tidak ingin terganggu." "Lalu Aku akan sendirian di sini? Kamu ingin melihatku mati kebosanan?" tanya Eddy cemberut. Milla bingung mendengar Eddy yang mengaku bosan jika tidak ditemani. Bukankah
'krucuuk!' Tiba-tiba perut Eddy berbunyi nyaring. Eddy merasa malu sendiri mendengar suara yang dikeluarkan oleh perutnya. Dia menggerutu di dalam hati mengapa setelah ada Milla dia jadi gampang sekali lapar? Padahal sebelumnya dia bukan orang yang hobi makan dan malah sering malas makan. Milla terkekeh geli ketika mendengarnya. "Apakah Kamu lapar?" tanya Milla dengan senyum menggoda. Eddy hanya mengangguk dengan tatapan antara malu dan memelas. Perut ini benar-benar telah merusak image yang ingin dimiliknya di hadapan gadis yang dia kasihi. Dia benar-benar merasa tidak berdaya menghadapi perutnya sendiri yang terus menerus lapar sejak Milla tinggal bersamanya. Masakan Milla benar-benar membuat Eddy ketagihan. Dia baru tahu kalau kekasihnya ini sangat pandai memasak. Masakannya benar-benar tidak kalah dengan rumah makan Sunda, sambel bikinan Milla pun benar-benar mantap hingga Eddy sulit untuk berpaling. Eddy jadi sering menambah makan. Dia merasa sepertinya perutnya mu
Eddy tersenyum saat mendengar apa yang Milla katakan, dia baru menyadari kalau kekasihnya itu ternyata sangat pemalu. "Jangan malu, bukankah itu adalah hal yang wajar? Ada banyak gadis yang menyinggung soal permasalahan anak dengan kekasih mereka dan itu bukan suatu hal yang memalukan untuk dibahas," hibur Eddy. " ... " Milla mengingat ingat apakah dia pernah membicarakan soal anak kepada temannya? Seingat Milla dia sama sekali tidak pernah membahas persoalan seperti itu bahkan dengan sahabatnya sendiri. "Baiklah, lupakan saja pembicaraan soal anak, mari kita makan, Aku lapar," kata Eddy sambil menarik kursi dari meja dan duduk. Mereka makan dalam hening. Eddy benar-benar menikmati masakan Milla yang luar biasa lezat. Diam-diam dia mengintip Milla yang sedang makan sambil berpikir, alangkah beruntungnya dia jika Milla benar-benar telah menjadi istrinya. Eddy mulai membayangkan dirinya sendiri dan anak-anaknya sedang duduk manis di meja makan menunggu Milla yang sedang memasak
Milla ingat ketika pertama kali sahabatnya, Shasha menunjukan foto Eddy saat mereka sudah menemukan panti asuhan tempat kekasihnya ini dirawat. Saat itu dirinya sudah merasa tertarik pada ketampanan kakak sahabatnya yang pernah hilang ini. Tidak disangka sekarang dirinya dan Eddy malah memiliki hubungan sebagai sepasang kekasih. Padahal dulu Shasha sempat menjodohkan dirinya dengan Eddy dan mengatakan kalau dirinya tidak akan pernah bisa memiliki hubungan yang langgeng dengan pria lain selain kakaknya. Awalnya Milla hanya tertawa dan mencandai sahabatnya itu karena terlalu bernafsu ingin menjadikannya saudara ipar. Saat itu dia sudah menjalin kasih dengan mantan kekasihnya. Milla pertama kali bertemu dengan mantan kekasihnya itu ketika dia masih di sekolah menengah dan terus berlanjut hingga dirinya menyelesaikan kuliah dan bekerja. Mantan kekasihnya itu sudah memiliki usahanya sendiri ketika mereka sedang menjalin kasih karena jarak usia mereka juga bisa dibilang lumayan jauh
Eddy dan Milla memulai diskusi mereka kembali, karena wallpaper sudah dipasang oleh Eddy maka mereka mendiskusikan bagian yang lainnya. Eddy merasa sangat nyaman dengan kondisinya saat ini. Dipikir-pikir suasana sekarang ini mirip sekali dengan suasana pasangan yang baru saja menikah dan sibuk berdiskusi tentang istana kecil mereka yang akan ditempati bersama. "Tidakkah Kamu merasa kalau kita saat ini seperti pasangan pengantin baru yang sibuk membicarakan urusan tempat tinggal yang akan kita tempati di masa depan?" tanya Eddy sambil tersenyum jahil kepada Milla. " ... " Milla merasakan panas menjalar di wajahnya ketika mendengar perkataan Eddy. Bagaimana mungkin di saat sedang serius seperti ini Eddy malah memikirkan hal-hal seperti itu? "Mengapa wajahmu memerah? Bukankah apa yang Aku katakan itu benar?" tanya Eddy masih dengan senyum jahilnya. "Diam! Lagipula rumah ini akan Kamu jual, jadi jangan bermimpi yang tidak-tidak!" cibir Milla kesal karena merasa telah ditertawai.
Hari-hari mereka lewati dengan penuh bunga-bunga cinta dan kasih sayang. Hingga sebulan kemudian ketika Milla hampir selesai melakukan renovasi bagian dalam Vila, tunangan Eddy yang ditunjuk oleh almarhum kakeknya datang mengunjungi Eddy di vila. Eddy benar-benar lupa kalau dia telah bertunangan dengan Nining. Dia terkejut dan merasa seperti tertangkap basah ketika tunangannya itu berdiri di depan pintu Vila dan tersenyum sambil menatapnya. "Hai Eddy, bagaimana kabarmu?" tanya Nining sambil tersenyum kepada Eddy. "Kamu datang ... ayo masuk!" kata Eddy cepat setelah tersadar dari rasa terkejutnya. Ketika Nining masuk Eddy mengikutinya dari belakang sambil menepuk keningnya berulang kali dengan telapak tangan. Dia lupa memutuskan pertunangan dengan Nining sebelum memulai hubungan baru dengan Milla! Milla yang sedang menggambar denah perubahan renovasi vila bagian dalam tahap akhir terlihat mengerutkan kening ketika melihat kekasihnya terlihat canggung masuk ke dalam vila bersama s
Nining mengerutkan keningnya ketika mendengar penjelasan Eddy. Terus terang dia merasa heran mengapa tunangannya ini tahu banyak soal gadis di hadapannya ini, yang terlihat acuh tak acuh sedang asik menggambar denah seolah tidak peduli pada kehadiran dirinya dan juga Eddy. "Apakah kalian teman sekolah?" tanya Nining ingin tahu. "Bukan, Dia masih bagian dari vila ini," sahut Eddy. "Apa maksudmu?" tanya Nining merasa tidak enak ketika mendengar Eddy menyebutkan Milla sebagai bagian dari vilanya. Bukankah itu sama saja dengan tunangannya ini mengakui kalau Milla masih bagian dari keluarganya? "Dia sahabat almarhum adikku yang sudah seperti anak bagi kedua orang tuaku," jawab Eddy menjelaskan secara singkat. Dia hampir keceplosan ngomong dan mengatakan kalau Milla adalah anak sopir papanya namun, Eddy ingat bagaimana gadis itu tersinggung ketika dia menyebutkan hal ini saat mereka pertama kali bertemu. Sementara Milla hanya diam mendengarkan percakapan tersebut seolah dia bukanlah
"Apa yang Kamu lakukan?" tanya Eddy sambil mengerutkan kening dan memeluk Milla. Milla berontak sambil menyembunyikan tangisnya namun, tenaga Eddy bukanlah tandingannya. Melihat Milla yang sedang menangis Eddy berusaha membujuk dan menenangkannya. Setelah beberapa saat akhirnya Milla pun berhenti menangis dan mulai tenang. Tiba-tiba tangan Eddy mulai bergerak ke sana kemari menelusuri tubuh halus Milla dari balik pakaiannya membuat gadis itu bergetar halus dan mengeluarkan erangan tertahan saat tangan Eddy menjadi semakin aktif. Milla tersentak kaget dan merasa malu ketika mendengar suaranya sendiri. Dia berusaha mendorong pria yang mengaku mencintainya namun, membuatnya kembali merasakan berada di posisi orang ke tiga dalam sebuah hubungannya percintaan. Milla duduk di kasur dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, kembali menangis tersedu-sedu. Dia merasa benar-benar kesal kepada dirinya sendiri yang tidak bisa melawan hasratnya hingga terlena dan membiarkan Eddy den