Share

Siapa Kamu?

Krieet...!!!

Tiba-tiba terdengar suara kursi digeser dan helaan nafas panjang dari seorang wanita. 

Eddy terkejut dan merasa sangat penasaran ingin mengetahui siapa wanita di dalam pondok itu yang telah begitu berani memasuki dan melanggar hak teritorialnya di kawasan vila milik orangtuanya ini.

Braaakk..!!!

Akhirnya Eddy memutuskan untuk mendobrak pintu pondok itu walaupun awalnya dia sempat ragu-ragu untuk melakukannya.

"Ah!" 

Terdengar suara kaget seorang perempuan. 

Eddy menyipitkan matanya agar dapat melihat dengan jelas wajah wanita di dalam keremangan cahaya lilin tersebut. 

Wanita itu saat ini sedang membungkuk menjaga cahaya lilin dengan tangannya, agar tidak padam.

"Siapa Kamu?!" tanya Eddy heran.

Eddy menatap penuh selidik pada wajah cantik wanita berambut lurus yang panjang tergerai dan sedikit berantakan itu. 

Wanita di hadapannya ini berkulit putih dan berpakaian sangat modis. 

Jadi tidak mungkin kalau dia adalah gadis kampung yang tinggal di sekitaran vila milik orang tuanya ini.

"Apakah Kamu Eddy?"

Awalnya Milla tidak dapat mengenali siapa pria yang menerobos masuk ke dalam pondok milik ayahnya dengan paksa.

Namun, setelah melihat lebih jelas pria di hadapannya, Milla jadi teringat pada foto Eddy saat memakai baju seragam sekolah yang dulu pernah ditunjukan oleh mendiang sahabatnya Shasha saat orangtuanya baru saja menemukan keberadaan Eddy yang telah lama hilang.

Milla saat ini melihat Eddy versi dewasa dari yang dilihatnya di dalam foto. 

Tubuhnya tinggi besar dan kokoh, layaknya laki-laki yang sudah dewasa.

Eddy yang saat itu menyalakan senter ponsel, mengarahkan senternya ke arah Milla, hingga dapat melihat dengan jelas wajah gadis yang ada di hadapannya saat ini.

"Apakah kita saling kenal?" tanya Eddy heran ketika namanya disebut.

Melihat wajahnya, Eddy yakin ini adalah pertama kalinya mereka bertemu.

"Yah ... Kamu mungkin tidak mengenali Aku. Bahkan Aku mengenalmu juga hanya melalui foto yang ditunjukan oleh mendiang adikmu yang juga merupakan sahabat baik ku," kata Milla kepada Eddy.

Sambil mendengarkan Milla, Eddy mengalihkan tatapannya ke seluruh ruangan pondok yang berantakan dan terlihat kotor di beberapa tempat sementara sebagian lain terlihat seperti telah disapu.

'Sepertinya gadis ini Juga baru saja datang ke pondok ini,' pikir Eddy sambil memperhatikan koper yang masih terkunci rapat di samping kursi.

"Aku baru saja sampai," kata Milla seolah menyadari pikiran Eddy.

"Apakah Kamu anak sopir papaku?" tanya Eddy sambil menatap Milla.

Kalau Eddy tidak salah ingat, sebelum dia terpisah dari orang tuanya, sopir pribadi ayahnya juga telah memiliki seorang anak perempuan yang seumuran dengan adiknya.

"Mantan sopir!" kata Milla dengan tegas. 

Dia marah dan benar-benar merasa miris bahkan setelah ayahnya meninggal pun predikat sopir itu masih tidak bisa terlepas dari dirinya.

"Mantan?!" tanya Eddy heran.

Dia sama sekali tidak mengerti apa arti mantan sopir yang telah disebutkan oleh Milla. Seingat Eddy tidak ada pembatalan kerja antara orang tuanya dan ayah gadis yang ada di hadapannya saat ini.

"Dia sudah meninggal, sudah tidak lagi menjadi sopir," kata Milla tegas.

Milla menatap Eddy dengan tatapan yang terluka, membuat Eddy merasa tidak enak. 

Padahal Eddy sendiri tidak bisa melihat perbedaan antara sopir dan mantan sopir bagi orang yang sudah tidak ada karena pada kenyataannya ayah Milla memang sopir pribadi ayahnya hingga akhir hayatnya.

"Maaf, Aku turut berduka cita," kata Eddy acuh tak acuh.

Milla terdiam melihat sikap acuh tak acuh Eddy pada protesnya.

"Apakah Kamu baru saja kembali?" tanya Eddy ingin tahu.

"Yah ... Aku baru saja kembali, setelah sekian lama menyelesaikan pendidikan dan bekerja di Jakarta," ungkap Milla sambil memijat keningnya bersandar di kursi karena merasa lelah.

"Kenapa Kamu kembali ke sini? bukankah ayahmu sudah tiada?" tanya Eddy bingung.

"Karena ini adalah rumahku, tempat tinggal Aku sejak lahir," kata Milla putus asa, mengingat rumah yang dia tempati sejak bayi bersama orangtua kandungnya sebenarnya bukan milik pribadi orangtuanya.

Milla tidak tahu lagi harus pulang ke mana, karena seingatnya kedua orangtuanya sama sekali tidak memiliki kerabat.

Tidak ada satupun kerabat baik dari ayahnya maupun ibunya yang pernah datang mengunjunginya bahkan di saat hari kematian ibu dan ayahnya.

"Ini rumahmu?" cibir Eddy ketika mendengar pengakuan Milla.

Zaman sekarang memang banyak orang yang mengklaim tanah orang lain sebagai tanah milik pribadi hanya karena dibiarkan oleh pemiliknya untuk menempati dan membangun rumah di tanah tersebut.

"Yah, ini memang rumah ku sejak kecil, walaupun Kamu tidak menganggapnya begitu!" kata Milla ketus.

Milla tahu dia memang tidak pantas untuk mengakui tanah di bawah pondoknya sebagai miliknya, tapi pondokan ini memang tempat dia tinggal sejak bayi dan sudah seperti rumahnya sendiri.

Eddy terdiam, tidak tahu harus berkata apa. 

Walaupun tanah di seluruh vila ini termasuk yang ada di bawah pondok Milla adalah tanah milik orangtuanya tapi apa yang dikatakan Milla juga ada benarnya, pondok ini memang dibangun oleh papanya untuk keluarga sopir pribadinya.

"Jangan khawatir, Aku tidak akan tinggal lama di sini, Aku hanya datang sebentar untuk mengambil barang-barang milik ayahku lalu kemudian pergi," kata Milla pada akhirnya.

"Baiklah ... Kamu boleh saja tinggal di sini tapi jangan lama-lama," kata Eddy dengan nada datar.

"Kamu mengusirku?" tanya Milla membelalakkan mata tidak percaya.

"Ini tanah keluargaku! Hak milik pribadi, bukan umum, tidak ada keharusan bagiku untuk menampung orang lain di vila ini," kata Eddy tegas.

"Oh, begitu? ternyata vila yang luas ini tidak cukup untukmu, sehingga Kamu menginginkan pondok kecil ini juga?" tanya Milla sinis.

"Sekali lagi Aku ingatkan kepadamu Nona Milla, tanah di bawah pondok ini milik pribadi, jadi tolong mengerti," kata Eddy datar.

"Tapi ini rumah ayahku, Dia telah tinggal dan mengabdi di sini kepada orang tuamu, hingga akhir hayatnya," kata Milla sedih.

"Nona Milla …."

"Baiklah, baiklah, ini memang milikmu semuanya, Aku hanya butuh sedikit waktu untuk secepatnya membereskan barang-barang ayahku," potong Milla dengan mata berkaca-kaca.

"Apakah Kamu punya tempat untuk menginap sementara?" tanya Eddy sambil menatap Milla rumit.

Bagaimana pun gadis ini adalah anak sopir pribadi papanya, rasanya akan sangat keterlaluan kalau dia membiarkannya tidak memiliki tempat tinggal.

"Aku bisa mencari kos-kosan di sekitar sini," kata Milla ragu. 

Tujuan kedatangannya ke vila ini adalah untuk menyendiri mengobati luka hatinya. Jika pondok ini tidak lagi bisa ditempati olehnya lalu untuk apa juga dia memaksakan diri untuk tetap tinggal di tempat ini.

'Mungkin sebaiknya Aku mencari tempat lain untuk menyendiri,' pikir Milla sedih. 

Tadinya dia berharap dengan kembali ke rumah masa kecilnya, dia akan terhibur dan dapat melupakan kesedihannya. 

Tapi kehadiran Eddy meluluhlantakan harapannya dalam sekejap dan mengembalikan kesadarannya bahwa rumah yang selama ini jadi tempat tinggalnya bukanlah miliknya tetapi milik orang lain. 

Itu adalah milik Eddy.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status