Ressa dan Andini menyelesaikan makanannya dengan cepat karena waktu istirahat sebentar lagi habis."Kamu udah tahu siapa namanya?" tanya Andini memicingkan matanya."Pak Alvin, tadi aku tidak sengaja melihat papan namanya," jawab Ressa tersenyum. Kalau dipikir-pikir memang wajahnya begitu tampan sekali. Pak Alvin masih terlalu muda untuk menjadi seorang guru, dan sepertinya dia belum menikah."Ressa!" Andini mengibaskan tangan di depan Ressa yang tersenyum lebar sendirian."Aku tidak papa," jawab Ressa cepat setelah kesadarannya kembali. Pak Alvin tiba-tiba saja mengganggu pikirannya."Ayo cepat, bel sudah berbunyi kita harus segera masuk kelas." Andini beranjak dari kursi makannya, dia menatap Ressa yang masih duduk santai. Ressa tersenyum menggoda Andini kemudian ikut berdiri dan beranjak dari kantin.***"Ressa, aku pulang duluan, ya? Aku ada kepentingan hari ini," ucap Andini saat bel pulang sudah berbunyi. Andini langsung meninggalkan Ressa setelah Ressa menganggukan kepalanya. H
Ressa menarik tas besar yang berada di kolong ranjang Rosmi. Setelah tas itu berhasil dikeluarkan, Ressa berusaha membukanya. Namun sayangnya begitu sulit sekali, ternyata terdapat gembok kecil di sana."Tas apa ini, Non?" tanya Tio."Pak Tio keluar saja, sebelum kamera pengintai itu curiga, karena Pak Tio tak kunjung kembali," kata Ressa pelan, dia tidak mau rencananya gagal."Pak Tio pura-pura apa saja di dapur, sementara itu aku akan menyelesaikan tugasku disini," lanjut Ressa, dia benar-benar cemas sekali takut terjadi apa-apa.Tio tidak menolaknya, dia pun kembali ke dapur setelah memastikan Ressa baik-baik saja. Tio berpura-pura menyeduh kopi sambil mencari sesuatu di lemari dapurnya, mencari alat untuk membenarkan lampu itu salah satunya. Tio naik kembali ke atas tangga setelah selesai menyeduh kopi. Tio berpura-pura mengotak-atik lampu yang ada di atasnya. Tio melepasnya lampu itu dan membawanya ke bawah. Untuk sekilas lampu itu terlihat seperti lampu biasa pada umumnya, namun
"Paman." Ressa terkejut saat Sam berada di dekatnya, entah kapan dia datang."Ada apa dengan kalian?" Sam kembali bertanya."Tidak ada paman, ini hanya sebatas masalah sekolah saja. Kami beda pemahaman, kami sedang membahas soal pelajaran yang tadi Bu Wanda terangkan," ucap Andini berbohong."I-iya itu benar," timpal Ressa membenarkan."Apa itu benar?" Sam kembali memastikan, dia menatap Andini dan Ressa secara bergantian.Ressa menganggukkan kepalanya, dia terpaksa harus berbohong. Tidak baik juga melibatkan orang lain dalam permasalahan pribadinya."Baiklah, paman kembali bekerja. Teruskan belajar kalian."Ressa bernafas lega begitupun dengan Andini saat Sam tidak banyak bertanya."Maafkan aku Andini, maaf karena perkataanku yang mungkin saja sudah melukai hatimu," ucap Ressa tulus.Andini tersenyum, dia tidak mempermasalahkannya."Jika aku di posisimu, mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama," ucap Andini, "tapi, akan lebih baik jika kamu tidak langsung menuduh juga, walaupun
Tangis pilu memenuhi seluruh penjuru ruangan. Seorang gadis tengah memeluk jasad yang tengah terbujur kaku. Tangisannya begitu menyayat hati. Bagaimana tidak? Wulan kakak satu-satunya ditemukan warga di sebuah perkebunan singkong yang tak jauh dari pemukiman warga. Kondisi yang sangat mengenaskan, dengan banyaknya luka sayatan di mana-mana."Kak Wulan kenapa harus secepat ini ...."Ressa, terus memeluk jasad itu. Ini seperti mimpi baginya. Andin, selaku sahabat Ressa terus menenangkannya."Ini sudah takdir Ress, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kamu yang iklhas, biar Kak Wulan tenang di sana," kata Andin memeluk Ressa."Kamu tidak tahu bagaimana rasanya kehilangan seorang Kakak. Setelah Ibu pergi terlebih dahulu, kini giliran Kakaku yang pergi! Kamu tahu Andin, mereka meninggalkanku untuk selamanya bukan sementara!" teriak Ressa mendorong Andin begitu kuat."Kamu bisa berkata iklhas, tapi aku tidak. Iklhas itu berat bagiku, apalagi ini yang kedua kalinya aku merasa kehilangan," sambun
"Mo-gok?" Ressa memastikan perkataan supirnya."Iya Non, mobilnya gak mau nyala," kata Tio membuat Ressa dan Andini tambah panik."Ba-gai-mana bisa?" gumam Ressa masih dengan menahan rasa takutnya."Sebentar saya cek dulu."Tio buru-buru keluar mengecek keadaan mobilnya. Namun, Tio tidak menemukan apapun semua baik-baik saja."Aneh," gumamnya pelan, kemudian menutup depan mobilnya kembali.Tio masuk ke dalam mobilnya, dengan raut wajah bingung."Bagaimana Pak?" tanya Andini."Semua baik baik saja," jawabnya pelan, sambil menggaruk belakang kepalanya.Untuk sesaat mereka terdiam, padahal waktu baru saja menunjukan puku 13.30 tapi suasana begitu terasa mencekam. BUGH"Aaaaaaaaaa!" jerit Ressa dan Andini bersamaan.Sebuah batu seuukuran bola kasti tepat menghantam bagian atas mobil mereka.Rasa takut kembali muncul, Ressa melirik kanan dan kiri. Tiba tiba saja ....PlukSesuatu yang berbulu terlihat dari balik kaca jendela mobilnya, bagian atas.Ressa, memejamkan matanya. Sesuatu yang be
Ressa memandang tajam tulisan di hadapannya, tiba tiba kertas itu bergulir dan menampilkan tulisan lain.KELUARGA PEMBUNUHDegup jantung Ressa semakin kuat, ada apa ini sebenarnya ?Ressa memejamkan matanya, mencerna kata-kata yang tadi tertulis di kertas tersebut.BRAKKedua mata Ressa terbuka seketika, pintu kamarnya kembali tertutup sekarang.Dengan gerakan perlahan Ressa turun dari ranjangnya, dengan berbekal sebilah golok di tangannya Ressa keluar dari kamarnya.Ressa celingukan waspada dengan keadaan yang begitu sunyi.Tiba tiba Ressa melihat sekelebat bayangan hitam di bawah sana. Dengan cepat Ressa turun ke bawah, dan segera menuju pintu depan. Ressa sangat yakin kalau dia lewat pintu depan."Kemana dia?" gumam Ressa masih dengan waspada.TrengSebuah kaleng menggelinding tepat di hadapannya. Sebelum Ressa mengambilnya, Ressa melihat-lihat dulu suasana disekitar rumahnya. aman, tidak ada siapapun. Ressa, mengambil kaleng berbentuk tabung itu lalu membukanya.Lagi lagi sebuah k
"Ayah, aku mau rumah ini dijual!" ucap Ressa tiba-tiba.Zaki yang sedang memeriksa berkas menghentikan aktivitasnya, matanya menatap Ressa heran."Kenapa?" "Rumah ini horor aku gak tenang tinggal di rumah ini!" teria Ressa menggebu gebu. Kejadian di sekolah membuatnya berontak, Ressa tidak bisa menerima saat Sekar meyebutnya anak pesugihan."Jangan bicara aneh-aneh kamu cepat masuk!" seru Zaki tidak suka. Ressa pulang sekolah langsung marah-marah tidak jelas."Tapi, aku berkata jujur," sahut Ressa memelas. Ressa mulai muak dengan hidupnya, yang tiba-tiba ada teror entah dari mana datangnya, dan entah apa tujuannya."Sudah Papah pikirkan, kita akan pergi ke kota, tapi setelah kamu lulus sekolah," ujar Zaki tegas.Ressa menundukkan kepalanya, lulus sekolah masih lama, sekarang baru menginjak semester pertama berarti 6 bulan lagi Ressa harus bertahan.Ressa mendesah pelan sebelum meninggalkan Zaki yang sedang bermesraan dengan Dea. Sampai di kamar, Ressa merebahkan tubuhnya, menatap lan
Malam sudah tiba, Andini menggelegar karpet di kamarnya karena kasurnya yang kekecilan tidak muat untuk tidur berdua, jadi Andini menghubungkannya dengan karpet. Selesai menggelar karpet, Andini menyiapkan bantal dan juga selimutnya untuk Ressa."Terimakasih yah kamu baik banget selalu ada untuk aku, andai tidak ada kamu entah harus kemana aku pergi," ucap Ressa melihat Andini yang sedang menyiapkan tempat tidur untuknya"Tidak masalah, kita kan sahabat," balas Andini terseyum."Maaf ya aku selalu merepotkan,""Jangan seperti itu, aku sudah anggap kamu keluarga," Andini merangkul bahu Ressa."Terimakasih Andini," ujar Ressa yang beringsut ke tempat tidur. Kakinya masih perih, karena banyaknya luka akibat gesekan dari tumbuhan yang berduri."Istirahatlah aku mau ke belakang dulu bantu Bibi."Ressa menjawabnya dengan anggukan kepala. Sepeninggalan Andini, Ressa membaringkan tubuhnya di atas kasur, matanya menatap langit langit yang terbuat dari anyaman bambu memikirkan kehidupannya yang