Malam sudah tiba, Andini menggelegar karpet di kamarnya karena kasurnya yang kekecilan tidak muat untuk tidur berdua, jadi Andini menghubungkannya dengan karpet. Selesai menggelar karpet, Andini menyiapkan bantal dan juga selimutnya untuk Ressa.
"Terimakasih yah kamu baik banget selalu ada untuk aku, andai tidak ada kamu entah harus kemana aku pergi," ucap Ressa melihat Andini yang sedang menyiapkan tempat tidur untuknya"Tidak masalah, kita kan sahabat," balas Andini terseyum."Maaf ya aku selalu merepotkan,""Jangan seperti itu, aku sudah anggap kamu keluarga," Andini merangkul bahu Ressa."Terimakasih Andini," ujar Ressa yang beringsut ke tempat tidur. Kakinya masih perih, karena banyaknya luka akibat gesekan dari tumbuhan yang berduri."Istirahatlah aku mau ke belakang dulu bantu Bibi."Ressa menjawabnya dengan anggukan kepala. Sepeninggalan Andini, Ressa membaringkan tubuhnya di atas kasur, matanya menatap langit langit yang terbuat dari anyaman bambu memikirkan kehidupannya yang berubah setelah kepergian kakaknya.Pikirannya menerka-nerka siapa seseorang yang selalu menggunakan jubah hitam panjang itu, dan kapak yang tak pernah dia tinggalkan. Ada apa dan kenapa dia mengganggu hidupnya? Apa motif di balik semua ini?Tanpa terasa air mata Ressa turun dari pelupuk matanya.'Aku harap ini semua segera berakhir, aku yakin dia bukan hantu,' gumam hati Ressa.***"Aaaaaaa .... Toloooong .... Tolooongg .... Tolooongg ...."Ressa lari terpontang-panting menyelamatkan dirinya, Ressa menerobos gelapnya malam yang hanya di terangi cahaya bulan.Ressa tidak tahu di mana sekarang dia berada, ini sangat asing baginya pohon-pohon yang menjulang tinggi dan rerumputan liar tumbuh dimana-mana.Ressa menoleh ke belakang memastikan apakah orang itu masih mengejarnya atau tidak."Aaaakkkhhh."Tiba tiba kakinya terpeleset karena menginjak sesuatu yang licin, bersamaan dengan penglihatannya yang melihat orang itu semakin dekat dengannya.Ressa meringis kesakitan sepertinya kakinya keseleo, sekuat tenaga Ressa mencoba bangkit tapi nihil Ressa kembali ambruk dan akhirnya Ressa hanya bis pasrah menyeret kakinya.DegJantungnya tidak bisa berdetak dengan sempurna, tangannya tidak sengaja meraba sesuatu yang familiar, sebuah sepatu.Ressa mendongakkan kepalanya perlahan, dan tidak meleset dari pikirannya."A-apa mau mu?!" teriak Ressa memberanikan dirinya."Hahaha ... ternyata punya nyali juga kamu anak kecil!" sahutnya dengan suara serak."Si-siapa kamu dan apa maumu!?" pekik Ressa dengan uraian air mata.Sudah terlanjur tertangkap, lebih baik melawan saja karena untuk kabur dalam keadaan seperti ini sepertinya sangat sulit."Keadilan."1 kata yang keluar dari mulutnya, membuat Ressa terpaku."Apa maksudmu?" tanya Resa pelan."Bukankah nyawa di bayar dengan nyawa?" tanyanya sambil membungkukkan tubuhnya mengsejajarkan wajahnya dengan Ressa.Orang bertopeng itu memainkan kapaknya di depan wajah Ressa. Ressa beringsut mundur menyeret kakinya yang terasa sakit."Ja-jangan sakiti aku, a-ku mohon aku tidak tahu apa-apa," kata Ressa menahan rasa takutnya."Tapi kamu menikmatinya, Ressa! Hhiiaaaaa ....""Aaaaaaa ...."Sebuah kapak mengayun di udara bersama dengan jeritan Ressa yang begitu histeris.Byurrr"Aaahh ... ukhuk ... ukhuk ... hah ... hah ... hah. ... ""Kamu gak papa Ress?" tanya Andini cemas.Andini terpaksa mencipratkan air di wajah Ressa, karena Ressa terus meracau dan tak kunjung bangun saat Andini membangunkannya.Ressa yang masih linglung dengan keadaannya hanya bisa terdiam. Ressa melirik Andini yang di belakangnya ada Sam dan juga Ima."Sepertinya kamu bermimpi Nak, ayo minum dulu tidak ada apapu disini." Ima menyodorkan segelas air putih kepada Ressa.Ressa menerimanya dengan tangan bergetar, Ressa mulai minum secara perlahan di bantu Andini."Kamu gak papa Ress?" tanya Andini lagi, memastikan."Di-a datang lagi," jawab Ressa pelan.Andini terdiam sejenak, sambil mengusap tangan Ressa."Apa maksudmu, Nak ?" tanya Sam yang dari tadi berdiri di ambang pintu."Tidak ada apa-apa paman," sahut Ressa pelan.Bagaimana pun Ressa tidak ingin melibatkan orang lain dalam masalahnya, kecuali Andini itupun Ressa hanya menceritakannya saja karena Andini masih belum percaya."Yaudah tidur lagi ya, ini sudah larut malam ada Andini yang menemanimu di sini," kata Ima menenangkan Ressa."Maaf bi, aku sudah menganggu waktu istirahatnya kalian." Ressa merasa bersalah karena telah membangunkan mereka."Tidak papa, kita tidak tahu akan ada mimpi buruk yang hinggap bukan?" Sam terkekeh kemudian pergi begitu saja. Ressa lihat Sam sudah mulai mengantuk terlihat saat dia menguap sambil berjalan.Ressa melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu menunjukkan pukul 2 dini hari."Tidur lagi Ress jangan banyak pikiran," kata Andini yang mulai merebahkan badannya.Ima pun sudah keluar menyusul Sam. Tinggalah Ressa dan Andini di dalam kamarnya."Aku takut dia datang lagi," ucap Ressa memeluk kedua lututnya."Aku disini bersamamu Ressa, jangan takut," ujar Andini bangkit kembali dan memeluk Ressa.Ressa tidak merespon Andini, pikirannya melayang dengan perkataan orang bertopeng itu dalam mimpinya, dia selalu membahas soal nyawa. Apakah keluarganya pernah membunuh seseorang atau ada hal lainnya?Ressa memijat pelipisnya tidak bisa memecahkan teka-teki yang begitu sulit ini. Karena kejadian ini, Ressa menjadi curiga dengan siapa pun yang dekat dengannya. Sekar pun sudah masuk daftar kecurigaannya.Perlahan Ressa membaringkan tubuhnya dan mulai memejamkan matanya dengan hati gelisah.***Ressa sudah pulang ke rumahnya di antar Andini kemarin sore.Untuk semalam saja, akhirnya Ressa bisa tidur dengan temang, tidak ada gangguan apapun."Baiklah anak-anak karena ini sudah waktunya pulang, tugas besok di kumpulkan. Kalian bisa mengerjakan tugas ini di salah satu rumah teman kalian," kata Bu Wanda selaku guru yang mengajar pelajaran hari ini.Ressa menghembuskan nafasnya kasar, ini adalah hari paling sial bagi Ressa karena 1 kelompok dengan Sekar."Kerjain di rumah gue aja, males banget kalau harus ikut ketua kelompok ke rumahnya yang horor itu. Serem tau rumahnya deket perkebunan hiiiii ngeriii, kayak rumah pesugihan tau gak," celetuk Sekar sambil membereskan peralatan tulisnya."Terserah kalian nyamannya dimana, aku ngikut aja," kata Ressa pasrah tidak banyak bicara.Para siswa keluar dari kelasnya setelah Bu Wanda memimpin do'a.Sekar masuk ke dalam mobilnya diiringi teman kelompoknya termasuk Ressa. Sepanjang perjalanan menuju rumah Sekar, Ressa terus saja diam. Akhir akhir ini dia memang tidak konsentrasi dalam hal apapun.Sampai rumah Sekar, Ressa pun tidak banyak bicara Ressa langsung membuka bukunya dan meneruskan tugasnya yang tertunda."Maaf teman-teman aku ingin tugasnya cepat selesai, kalau kalian mau bermain di rumah Sekar kalian tunggu sampai tugasnya selesai dulu saja, aku mohon," kata Ressa yang melihat teman temannya malah asik memakan cemilan yang di suguhi Sekar.Kebetulan Sekar tidak ada di sana dia ke kamarnya dulu untuk mengganti baju."Jangan terlalu serius kenapa sih Ress, mumpung di rumah orang kaya kita santai dulu. Lihat deh banyak cemilan yang aneh kan? Ups maaf lupa kamu juga kan orang kaya hahaha...." ujar Meli teman dekat Sekar."Hai .... Gimana makanannya enak, kan?" tanya Sekar yang baru saja kembali."Enak banget sumpah, gue baru nyoba soalnya," jawab Meli antusias diiringi anggukan teman yang lainnya.Ressa menghela nafasnya, dan Kembali melanjutkan tugasnya."Sekar aku boleh ikut kamar mandi sebelum pulang," kata Ressa meminta ijin, tiba-tiba saja Ressa ingin buang air kecil padahal dia belum makan apa pun yang di suguhi Sekar."Gimana yah, boleh deh tapi jangan lama lama dan pastikan semuanya bersih kembali seperti sebelum kamu masuk, tuh sebelah sana." Sekar menunjuk salah satu kamar sepertinya kamar tamu."Terimakasih."Setelah mengucapkan terimakasih Ressa memasuki kamar tersebut dan langsung menuju kamar mandi.Mata Ressa melotot lebar melihat jubah hitam tergantung di kamar mandi. Ressa, memperhatikannya dengan teliti kalau ini benar benar jubah yang sering dia lihat. Tapi, bukannya jubah itu banyak?Ressa tidak bisa berpikir jernih, Ressa buru buru keluar dan tidak jadi buang air kecil."Sekar, aku pamit pulang dulu dan tugasnya sedikit lagi tolong kalian kerjakan."Tanpa menunggu jawaban Ressa langsung keluar dari rumah Sekar. Ressa benar benar parno melihat jubah hitam, dan keluarga Sekar patut di selidiki. Ressa menerobos derasnya hujan, tidak peduli dengan bajunya yang basah, yang terpenting baginya sekarang adalah pulang untuk menenangkan pikiran kacaunya."Siapa itu?" teriak Ressa spontan."Aldo," seru Ressa kaget. Dia pikir orang misterius itu kembali, tapi ternyata yang ada di belakangnya adalah Aldo, teman sekelasnya."Maaf, aku bikin kamu kaget." Aldo berlari kecil menghampiri Ressa."Oh tidak," kata Ressa menepi. Berjalan kembali tidak memperdulikan kehadiran Aldo. Ressa ingin segera sampai. Hatinya sedang tidak tenang, Ressa tidak ingin berbicara dengan siapa pun."Aku duluan," ucap Ressa, kemudian berlari menerobos hujan yang sudah mulai reda. Ressa tidak peduli saat Aldo memanggilnya, itu tidak penting baginya.Tidak berapa lama, Ressa sudah sampai di rumahnya. Dengan tubuh menggigil, Ressa memaksakan diri masuk setelah gedoran pintu tidak ada yang membukanya."Ressa!" tiba-tiba seseorang memanggilnya begitu keras.Ressa mendongak ke atas, melihat Zaki yang sedang berkacak pinggang di sana."Kenapa kamu masuk dalam keadaan basah kuyup seperti ini? Astaga ...." Zaki menghampiri Ressa yang mematung menatapnya."Pantas tidak ada yang membuka pintu, pantas sampai ti
Ressa memandang foto tersebut. Wajahnya begitu rupawan, dengan tahi lalat di dagunya menambah kesan manis pada foto wanita itu.Senyumannya terukir begitu tulus, memakai sanggul, dan kebaya berwarna putih. Ressa, kemudian membalikan foto tersebut."Kehancuran," gumam Ressa pelan.Ressa, menatap tulisan tersebut yang berada di balik foto. Heran, sudah pasti dia rasakan. Hatinya pun bertanya-tanya, tentang siapa wanita cantik itu? Kenapa bisa berada di ruangan kerja Ayahnya?"Ehh, Bibi ngapain di sini?" tanya Ressa kaget. Saat mau keluar dari ruang kerja Zaki, Rosmi berdiri di ambang pintu."Maaf Non, ada Pak Tomo bersama Mutia," kata Rosmi mengatakan tujuannya. "Oh, terimakasih," ujar Ressa, kemudian berlalu dari hadapan Rosmi. Tidak lupa Ressa mengunci ruangan kerja Ayahnya. Beruntung hanya Ressa dan Zaki saja yang punya kunci ruangan tersebut. Ressa, turun ke bawah dengan langkah kaki tergesa. Tampak Tono dan Mutia tengah duduk di ruang tamu. "Apa kabar, Non Ressa?" Tomo berdiri saat
Ressa tersentak kaget, batu sebesar bola kasti mengenai tanah, tepatnya di belakang Ressa. Ressa memperhatikan batu yang menggelinding ke arahnya. Matanya menatap seluruh penjuru di sekitarnya."Hey berhenti!" teriak Ressa tiba-tiba saat melihat daun yang bergoyang tidak jauh di mana dia berdiri. Ressa, tidak menghiraukan panggilan Dea yang ketakutan sendirian. Ressa lebih mementingkan orang yang berani mengerjainya. Ressa, terus berlari hingga sampai di tepi sungai. Ressa, celingukan mencari sosok yang sempat dia lihat. Namun, tidak ada siapa pun di sana, Ressa kehilangan jejak."Kamu mencariku."Suara itu kembali, suara yang sudah tidak asing di telinga Ressa. Dengan gerakan perlahan, Ressa memutar tubuhnya.Plak"Aaawwww, hey .... Apa yang kamu lakukan?"Ressa terperanjat, suara itu berganti. Padahal Ressa dengan jelas mendengar suara si pemilik kapak tersebut."Tante ngapain di sini?" tanya Ressa heran."Ya jelas nyusul kamulah!" jawab Dea marah. Saat itu, Ressa memang berbalik de
"Andini, apa kamu kenal dengan foto ini?" tanya Ressa memperlihatkan foto yang dia bawa. "Aku tidak tahu, Ressa." Andini menjawab begitu singkat, setelah beberapa saat dia terdiam."Coba kamu perhatikan dulu, Andini," pinta Ressa memelas."Aku tidak mengenalnya, Ressa. Kalau pun aku tahu pasti aku akan memberitahu semuanya. Sayangnya aku tidak tahu," kata Andini, kemudian sibuk kembali dengan bacaan di depannya.Ressa termenung, sudah dari semalam dia memikirkan foto tersebut. Dari riasannya, terlihat wanita tersebut seperti seorang pengantin. Ressa memperhatikan foto tersebut dengan teliti, tapi tetap saja Ressa tidak tahu siapa dia."Mungkin itu ibumu saat masih muda," celetuk Andini, saat melihat Ressa bengong."Ibuku tidak punya tahi lalat. Tunggu .... Kenapa wajah kamu bagitu mirip dengan foto ini." Resa membandingkan foto yang berada di tangannya dengan Andini di depannya. "Bukannya di dunia ini setiap manusia memiliki 7 kembaran? Jangan berpikir kalau dia adalah ibuku. Aku m
"Jaga bicaramu, Sekar!" seru Ressa penuh tekanan. Ressa tidak percaya dengan apa yang Sekar katakan. Jika benar Ayahnya menyembah sesuatu untuk kepentingan dunia, maka tidak mungkin kepalanya kena hantaman kapak. Tidak mungkin sesuatu yang disembah, melukai penyembahnya dengan cara tidak masuk akal. Lagipula luka yang Zaki alami bisa diobati dengan tenaga medis. Orang misterius itu juga melayang menggunakan tali, bukan menghilang meninggalkan kepulan asap."Aku melihatnya dengan kepalaku sendiri," kata Sekar dengan tatapan begitu yakin."Omong kosong macam apa ini? Atau mungkin kamu dibalik semua ini?" "Apa maksudmu?" tanya Sekar heran.Ressa terdiam, tidak mungkin jika dia harus menceritakan teror yang dialaminya pada Sekar."Jangan pura-pura kamu! Ada masalah apa kamu dengan keluargaku!?""Hahaha .... Dasar orang gila," gumam Sekar, kemudian meninggalkan Ressa yang masih diselimuti amarah."Ressa, ayo masuk," ajak Andini."Andini, apa Sekar termasuk dalam hal ini?" tanya Ressa denga
"Non, ini saya, Tomo."Ressa menghentikan teriaknya. Matanya terbuka secara perlahan. Sedikit demi sedikit orang yang berada di depannya terlihat jelas. Tomo berdiri dengan jas hujan warna hitam melekat di tubuhnya, serta cangkul yang dia pikul di atas bahunya. Untuk sekilas Tomo memang terlihat seperti hantu, apalagi rambutnya yang panjang terlihat begitu menyeramkan."Pa-Pak Tomo," kata Ressa tergagap."Iya Non, ini saya. Tadi saya kehujanan dan pulangnya kemalaman, banyak pekerjaan yang tadi saya kerjakan," ucap Tomo menahan rasa dingin di tubuhnya."Kenapa harus lewat pintu utama?" tanya Ressa heran. "Pintu belakang terkunci, sepertinya Rosmi sengaja menutupnya," jelas Tomo.Ressa menghela nafasnya. Jelas terkunci karena memang ini sedang hujan dan pintu belakang sedikit rusak apalagi dalam keadaan hujan."Masuk, Pak."Tidak banyak bicara lagi, Ressa menyuruh Tomo untuk masuk. Namun sebelum itu, Ressa menyuruh Tomo agar melepas jas hujannya dulu."Tomo," seru Zaki heran, Tomo data
"Saya kurang tahu, Non," jawab Tio.Perlahan Ressa bangkit sambil menahan nyeri di bagian lehernya. Orang rumah tidak ada yang bangun, selain Tio. Aneh, padahal keributan terjadi cukup lama dan menimbulkan suara keras."Biar saya bantu, Non," kata Pak Tio menawarkan bantuan."Tidak usah Pak, terimakasih. Bapak istrirahat saja sepertinya Pak Tio kelelahan," ucap Ressa menolak secara halus. Ressa berjalan ke atas kamarnya kembali. Namun tiba-tiba saja ...."Aaaaaaaaa .... "Ressa terpleset tepat saat dia akan menginjak tangga terakhir. Tubuhnya menggelinding ke bawah, kepalanya juga beberapa kali terbentur. Rasa nyeri menjalar ke seluruh tubuhnya, tulang-tulangnya terasa linu akibat benturan pada tangga. "Pak Tio .... " panggil Ressa dengan suara lemah. Dia tidak bisa berdiri walaupun sudah beberapa kali mencobanya, kakinya keseleo. Tio pun tidak nampak batang hidungnya saat dia memanggilnya, mungkin Tio sudah kembali beristirahat di kamarnya. Ressa beringsut mendekati anak tangga, ke
Ressa melihat dengan jelas sekali, lampu yang berada di atas pecah. Tanpa berkata apa-apa Ressa berlari memastikan hal lainnya. Tio termenung menatap tali yang baru saja di potong oleh majikannya. Semakin hari semakin terlihat, ketidakberesan di rumah keluarga Herlambang. Tio bekerja di sana baru beberapa tahun saja, setelah Zaki dan Ajeng menikah. Ajeng, ibunya Ressa. Tio belum mengetahui sepenuhnya tentang rumah tersebut."Kenapa jadi merinding disko gini, ya?" gumam Tio pada dirinya sendiri. Tio meninggalkan taman yang sedang di bersihkannya dengan perasaan tidak enak. Tio pergi ke belakang menemui Rosmi."Ros .... Selama kamu kerja di sini, kamu pernah ngalami hal aneh gak?" tanya Tio, melepas rasa penasarannya."Aneh gimana, Pak? Perasan gak ada deh aman-aman saja," jawab Rosmi."Barusan aku nemuin tali di taman kemudian dipotong sama Non Ressa, eehh lampu atas pecah sepertinya itu lampu memang sengaja terhubung sama itu lampu," cerita Tio pada Rosmi."Kebetulan aja kali Pak, mun