Share

Bab 5 : Masih Tentang Nyawa

Malam sudah tiba, Andini menggelegar karpet di kamarnya karena kasurnya yang kekecilan tidak muat untuk tidur berdua, jadi Andini menghubungkannya dengan karpet. Selesai menggelar karpet, Andini menyiapkan bantal dan juga selimutnya untuk Ressa.

"Terimakasih yah kamu baik banget selalu ada untuk aku, andai tidak ada kamu entah harus kemana aku pergi," ucap Ressa melihat Andini yang sedang menyiapkan tempat tidur untuknya

"Tidak masalah, kita kan sahabat," balas Andini terseyum.

"Maaf ya aku selalu merepotkan,"

"Jangan seperti itu, aku sudah anggap kamu keluarga," Andini merangkul bahu Ressa.

"Terimakasih Andini," ujar Ressa yang beringsut ke tempat tidur. Kakinya masih perih, karena banyaknya luka akibat gesekan dari tumbuhan yang berduri.

"Istirahatlah aku mau ke belakang dulu bantu Bibi."

Ressa menjawabnya dengan anggukan kepala. Sepeninggalan Andini, Ressa membaringkan tubuhnya di atas kasur, matanya menatap langit langit yang terbuat dari anyaman bambu memikirkan kehidupannya yang berubah setelah kepergian kakaknya.

Pikirannya menerka-nerka siapa seseorang yang selalu menggunakan jubah hitam panjang itu, dan kapak yang tak pernah dia tinggalkan. Ada apa dan kenapa dia mengganggu hidupnya? Apa motif di balik semua ini?

Tanpa terasa air mata Ressa turun dari pelupuk matanya.

'Aku harap ini semua segera berakhir, aku yakin dia bukan hantu,' gumam hati Ressa.

***

"Aaaaaaa .... Toloooong .... Tolooongg .... Tolooongg ...."

Ressa lari terpontang-panting menyelamatkan dirinya, Ressa menerobos gelapnya malam yang hanya di terangi cahaya bulan.

Ressa tidak tahu di mana sekarang dia berada, ini sangat asing baginya pohon-pohon yang menjulang tinggi dan rerumputan liar tumbuh dimana-mana.

Ressa menoleh ke belakang memastikan apakah orang itu masih mengejarnya atau tidak.

"Aaaakkkhhh."

Tiba tiba kakinya terpeleset karena menginjak sesuatu yang licin, bersamaan dengan penglihatannya yang melihat orang itu semakin dekat dengannya.

Ressa meringis kesakitan sepertinya kakinya keseleo, sekuat tenaga Ressa mencoba bangkit tapi nihil Ressa kembali ambruk dan akhirnya Ressa hanya bis pasrah menyeret kakinya.

Deg

Jantungnya tidak bisa berdetak dengan sempurna, tangannya tidak sengaja meraba sesuatu yang familiar, sebuah sepatu.

Ressa mendongakkan kepalanya perlahan, dan tidak meleset dari pikirannya.

"A-apa mau mu?!" teriak Ressa memberanikan dirinya.

"Hahaha ... ternyata punya nyali juga kamu anak kecil!" sahutnya dengan suara serak.

"Si-siapa kamu dan apa maumu!?" pekik Ressa dengan uraian air mata.

Sudah terlanjur tertangkap, lebih baik melawan saja karena untuk kabur dalam keadaan seperti ini sepertinya sangat sulit.

"Keadilan."

1 kata yang keluar dari mulutnya, membuat Ressa terpaku.

"Apa maksudmu?" tanya Resa pelan.

"Bukankah nyawa di bayar dengan nyawa?" tanyanya sambil membungkukkan tubuhnya mengsejajarkan wajahnya dengan Ressa.

Orang bertopeng itu memainkan kapaknya di depan wajah Ressa. Ressa beringsut mundur menyeret kakinya yang terasa sakit.

"Ja-jangan sakiti aku, a-ku mohon aku tidak tahu apa-apa," kata Ressa menahan rasa takutnya.

"Tapi kamu menikmatinya, Ressa! Hhiiaaaaa ...."

"Aaaaaaa ...."

Sebuah kapak mengayun di udara bersama dengan jeritan Ressa yang begitu histeris.

Byurrr

"Aaahh ... ukhuk ... ukhuk ... hah ... hah ... hah. ... "

"Kamu gak papa Ress?" tanya Andini cemas.

Andini terpaksa mencipratkan air di wajah Ressa, karena Ressa terus meracau dan tak kunjung bangun saat Andini membangunkannya.

Ressa yang masih linglung dengan keadaannya hanya bisa terdiam. Ressa melirik Andini yang di belakangnya ada Sam dan juga Ima.

"Sepertinya kamu bermimpi Nak, ayo minum dulu tidak ada apapu disini." Ima menyodorkan segelas air putih kepada Ressa.

Ressa menerimanya dengan tangan bergetar, Ressa mulai minum secara perlahan di bantu Andini.

"Kamu gak papa Ress?" tanya Andini lagi, memastikan.

"Di-a datang lagi," jawab Ressa pelan.

Andini terdiam sejenak, sambil mengusap tangan Ressa.

"Apa maksudmu, Nak ?" tanya Sam yang dari tadi berdiri di ambang pintu.

"Tidak ada apa-apa paman," sahut Ressa pelan.

Bagaimana pun Ressa tidak ingin melibatkan orang lain dalam masalahnya, kecuali Andini itupun Ressa hanya menceritakannya saja karena Andini masih belum percaya.

"Yaudah tidur lagi ya, ini sudah larut malam ada Andini yang menemanimu di sini," kata Ima menenangkan Ressa.

"Maaf bi, aku sudah menganggu waktu istirahatnya kalian." Ressa merasa bersalah karena telah membangunkan mereka.

"Tidak papa, kita tidak tahu akan ada mimpi buruk yang hinggap bukan?" Sam terkekeh kemudian pergi begitu saja. Ressa lihat Sam sudah mulai mengantuk terlihat saat dia menguap sambil berjalan.

Ressa melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu menunjukkan pukul 2 dini hari.

"Tidur lagi Ress jangan banyak pikiran," kata Andini yang mulai merebahkan badannya.

Ima pun sudah keluar menyusul Sam. Tinggalah Ressa dan Andini di dalam kamarnya.

"Aku takut dia datang lagi," ucap Ressa memeluk kedua lututnya.

"Aku disini bersamamu Ressa, jangan takut," ujar Andini bangkit kembali dan memeluk Ressa.

Ressa tidak merespon Andini, pikirannya melayang dengan perkataan orang bertopeng itu dalam mimpinya, dia selalu membahas soal nyawa. Apakah keluarganya pernah membunuh seseorang atau ada hal lainnya?

Ressa memijat pelipisnya tidak bisa memecahkan teka-teki yang begitu sulit ini. Karena kejadian ini, Ressa menjadi curiga dengan siapa pun yang dekat dengannya. Sekar pun sudah masuk daftar kecurigaannya.

Perlahan Ressa membaringkan tubuhnya dan mulai memejamkan matanya dengan hati gelisah.

***

Ressa sudah pulang ke rumahnya di antar Andini kemarin sore.

Untuk semalam saja, akhirnya Ressa bisa tidur dengan temang, tidak ada gangguan apapun.

"Baiklah anak-anak karena ini sudah waktunya pulang, tugas besok di kumpulkan. Kalian bisa mengerjakan tugas ini di salah satu rumah teman kalian," kata Bu Wanda selaku guru yang mengajar pelajaran hari ini.

Ressa menghembuskan nafasnya kasar, ini adalah hari paling sial bagi Ressa karena 1 kelompok dengan Sekar.

"Kerjain di rumah gue aja, males banget kalau harus ikut ketua kelompok ke rumahnya yang horor itu. Serem tau rumahnya deket perkebunan hiiiii ngeriii, kayak rumah pesugihan tau gak," celetuk Sekar sambil membereskan peralatan tulisnya.

"Terserah kalian nyamannya dimana, aku ngikut aja," kata Ressa pasrah tidak banyak bicara.

Para siswa keluar dari kelasnya setelah Bu Wanda memimpin do'a.

Sekar masuk ke dalam mobilnya diiringi teman kelompoknya termasuk Ressa. Sepanjang perjalanan menuju rumah Sekar, Ressa terus saja diam. Akhir akhir ini dia memang tidak konsentrasi dalam hal apapun.

Sampai rumah Sekar, Ressa pun tidak banyak bicara Ressa langsung membuka bukunya dan meneruskan tugasnya yang tertunda.

"Maaf teman-teman aku ingin tugasnya cepat selesai, kalau kalian mau bermain di rumah Sekar kalian tunggu sampai tugasnya selesai dulu saja, aku mohon," kata Ressa yang melihat teman temannya malah asik memakan cemilan yang di suguhi Sekar.

Kebetulan Sekar tidak ada di sana dia ke kamarnya dulu untuk mengganti baju.

"Jangan terlalu serius kenapa sih Ress, mumpung di rumah orang kaya kita santai dulu. Lihat deh banyak cemilan yang aneh kan? Ups maaf lupa kamu juga kan orang kaya hahaha...." ujar Meli teman dekat Sekar.

"Hai .... Gimana makanannya enak, kan?" tanya Sekar yang baru saja kembali.

"Enak banget sumpah, gue baru nyoba soalnya," jawab Meli antusias diiringi anggukan teman yang lainnya.

Ressa menghela nafasnya, dan Kembali melanjutkan tugasnya.

"Sekar aku boleh ikut kamar mandi sebelum pulang," kata Ressa meminta ijin, tiba-tiba saja Ressa ingin buang air kecil padahal dia belum makan apa pun yang di suguhi Sekar.

"Gimana yah, boleh deh tapi jangan lama lama dan pastikan semuanya bersih kembali seperti sebelum kamu masuk, tuh sebelah sana." Sekar menunjuk salah satu kamar sepertinya kamar tamu.

"Terimakasih."

Setelah mengucapkan terimakasih Ressa memasuki kamar tersebut dan langsung menuju kamar mandi.

Mata Ressa melotot lebar melihat jubah hitam tergantung di kamar mandi. Ressa, memperhatikannya dengan teliti kalau ini benar benar jubah yang sering dia lihat. Tapi, bukannya jubah itu banyak?

Ressa tidak bisa berpikir jernih, Ressa buru buru keluar dan tidak jadi buang air kecil.

"Sekar, aku pamit pulang dulu dan tugasnya sedikit lagi tolong kalian kerjakan."

Tanpa menunggu jawaban Ressa langsung keluar dari rumah Sekar. Ressa benar benar parno melihat jubah hitam, dan keluarga Sekar patut di selidiki. Ressa menerobos derasnya hujan, tidak peduli dengan bajunya yang basah, yang terpenting baginya sekarang adalah pulang untuk menenangkan pikiran kacaunya.

"Siapa itu?" teriak Ressa spontan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status