Ressa memandang tajam tulisan di hadapannya, tiba tiba kertas itu bergulir dan menampilkan tulisan lain.
KELUARGA PEMBUNUHDegup jantung Ressa semakin kuat, ada apa ini sebenarnya ?Ressa memejamkan matanya, mencerna kata-kata yang tadi tertulis di kertas tersebut.BRAKKedua mata Ressa terbuka seketika, pintu kamarnya kembali tertutup sekarang.Dengan gerakan perlahan Ressa turun dari ranjangnya, dengan berbekal sebilah golok di tangannya Ressa keluar dari kamarnya.Ressa celingukan waspada dengan keadaan yang begitu sunyi.Tiba tiba Ressa melihat sekelebat bayangan hitam di bawah sana. Dengan cepat Ressa turun ke bawah, dan segera menuju pintu depan. Ressa sangat yakin kalau dia lewat pintu depan."Kemana dia?" gumam Ressa masih dengan waspada.TrengSebuah kaleng menggelinding tepat di hadapannya. Sebelum Ressa mengambilnya, Ressa melihat-lihat dulu suasana disekitar rumahnya. aman, tidak ada siapapun. Ressa, mengambil kaleng berbentuk tabung itu lalu membukanya.Lagi lagi sebuah kertas.KEMBALIKAN APA YANG TELAH KELUARGAMU AMBILDegJantungnya terasa berhenti berdetak untuk sementara waktu, lagi-lagi soal nyawa.Dengan hati tidak tenang dan mata yang terus melirik kanan kiri, Ressa memutuskan untuk Kembali ke dalam rumah."Huaaaaahhhh," jerit Ressa saking kagetnya.Nampak Andini sudah berkacak pinggang di depannya."Kamu kalau mau keluar bangunin aku dong Ress, gimana sih mana bawa golok lagi," ujar Andini menahan kesal.Ressa mengusap dadanya mencoba menstabilkan jantungnya."Maaf Andini, aku lupa," jawab Ressa pelan."Masuk yuk, kamu tahu gak ini jam berapa? Jam 12 malam. Aku sampai kaget tahu gak kamu gak ada di sampingku," ucap Andini sambil melangkah diikuti Ressa."Biar aku yang tutup pintu," kata Ressa setelah mereka masuk ke dalam.Saat mulai menutup pintu, Ressa kembali melihat seseorang di luaran sana yang memakai topeng tengah berdiri di benteng rumahnya yang cukup tinggi, tidak lupa kapaknya melambai-lambai ke arahnya.JEBREDSekuat tenaga Ressa membanting pintu, Ressa langsung memeluk Andini erat."Aku takut Andini, aku takut ...."Ressa menumpahkan air matanya dipelukan Andini."Aku akan selalu ada bersamamu Ressa," ucap Andini pelan menenangkan Ressa.Rosmi datang terpogoh pogoh. Rosmi terbangun karena jebredan suara pintu yang begitu keras."Ada apa ini? Kenapa dengan Non Ressa?" tanya Rosmi terdengar khawatir.Andini terdiam bingung harus menjawab apa."Non kenapa?" tanya Rosmi."Dia datang lagi Bi," jawab Ressa pelan."Siapa?" tanya Rosmi bingung.Andini menggelengkan kepalanya, memberikan isyarat pada Rosmi agar tidak bertanya terlebih dahulu, Ressa butuh ketenangan.Setelah cukup lama Ressa menangis, dia kembali ke kamarnya bersama Andini. Mereka membaringkan tubuhnya bersama."Ressa, udah tidur aja jangan takut ada aku disini," kata Andini yang melihat Ressa terbengong."Bagaimana kalau dia datang lagi?" tanya Ressa cemas."Ada aku disini, kamu jangan takut," ucap Andini menenangkan hati Ressa."Andini apa kamu percaya dengan apa yang aku lihat?" Ressa menatap kedua bola mata Andini, berharap jawaban Andini sama dengan isi hatinya."Aku tidak tahu Ressa, aku masih berpikir kalau kamu berhalusinasi, maaf," jawab Andini menundukkan kepalanya. Sejauh ini Andini memang belum percaya dengan apa yang Ressa ceritakan."Dia beneran ada Andini, aku melihatnya sendiri." Ressa menggoyangkan bahu Andini, meyakinkanya kalau apa yang dia ucapkan adalah kenyataan."Iya baiklah aku percaya. Sekarang kita tidur, jangan berpikir hal yang tidak-tidak, besok kita sekolah," kata Andini merebahkan kembali badannya.Andini mulai memejamkan matanya, berbeda dengan Ressa yang terus berpikir. Ada yang ganjal di hatinya. Semua pintu sudah terkunci rapat, namun Ressa melihat dia keluar lewat pintu depan. Bagaimana ini bisa terjadi?'Apa mungkin ada kaitannya dengan Pak Tio ataupun Bi Rosmi?' batin Ressa mulai curiga, secara hanya mereka yang memegang kunci rumah ini, tidak ada yang lain.***Ressa terbengong di meja makan, dengan mata sayu karena semalaman kurang tidur.Pikirannya begitu rumit, memikirkan teror yang belum terpecahkan. Ressa meyakinkan diri kalau si pemegang kapak adalah manusia bukan hantu. Hanya tinggal mencari tahu apa motifnya dia melakukan itu padanya.TapTapTapLangkah kaki membuyarkan lamunannya, Ressa menoleh ke belakang. Tampak di sana Zaki memandang Ressa dengan senyumanya. Namun, Zaki tidak datang sendiri, seorang wanita berdiri di sampingnya mengamit lengan Zaki."Selamat pagi Ressa," sapa Zaki sumringah."Ayah? selamat pagi," balas Ressa sedikit tersenyum. Hatinya mendadak sakit saat Zaki membawa perempuan asing ke rumah ini. Sedangkan ibunya saja baru meninggalkan mereka masih belum lama.Ressa memperhatikan wanita itu dari atas sampai bawah, sangat modis sekali. Jika wanita ini calon pengganti ibunya, Ressa tidak bisa menerimanya. Hatinya menolak, satu masalah saja belum kelar, sekarang ayahnya pulang malah membawa beban bagi Ressa."Ibu baru." Andini menyenggol lengan Ressa."Gak setuju," kata Ressa datar.Ressa menyalami Zaki, tapi tidak dengan wanita itu."Ressa kenalin ini Tante Dea, dia sekertaris Ayah sekaligus ....""Ressa Tante, dan ini temanku, Andini." Ressa memotong cepat ucapan Zaki."Iya salam kenal," ucap Dea berusaha terseyum.Zaki tidak banyak bicara, memberikan waktu untuk Ressa bisa menerimanya.Zaki dan Dea ikut sarapan pagi terlebih dahulu sebelum berbicara hal lain."Mas, aku mau ke kamar mandi," ucap Dea pelan."Kamu bisa ke kamar mandi tamu, sebelah sana." Zaki menunjuk kamar tamu yang tak jauh dari ruang makan.Tanpa rasa canggung, Dea langsung menuju kamar yang Zaki tunjukan.Dea memasuki kamar mandi, memutar kran bersiap untuk membasuh tangannya sebelum melakukan hal lain."Aaaaaaaaaaaa ...." Dea menjerit sekuat tenaga.Zaki yang mendengar itu langsung berlari ke kamar mandi diikuti Ressa dan Andini."Dea ada apa?" Zaki berteriak dengan wajah cemas. Membuka pintu kamar mandi dengan kasar."Darah Mas darah, kran airnya mengeluarkan darah," ucay Dea dengan nafas tak beraturan. Tangannya terus menunjuk pada wastafel."Jangan ngada ngada kamu!" bentak Zaki tidak percaya sama sekali."Enggak aku beneran Mas, beneran." Dea memelas, meyakinkan Zaki.Zaki menuju kran dan memutarnya, air pun keluar."Air nya bersih bening-bening aja gak ada darah Makanya kamu jangan kebanyakan nonton film horor jadi terbawa suasana kan," kata Zaki kesal."Enggak Mas beneran, kalau gak percaya coba kamu cium tanganku ini, bau anyir darah, aku belum sempat mengeringkannya." Dea mengulurkan tangannya. Tapi Zaki diam saja, Zaki hanya menatap Dea tajam.Ressa mendekati tangan Dea, bau amis menyeruak ke hidungnya, Dea tidak berbohong."Kenapa Ress?" tanya Zaki."Tangannya beneran bau anyir darah," jawab Ressa pelan."Ressa kita berangkat, sudah siang," ucap Andini dari belakang yang sejak tadi memperhatikan mereka."Oh iya, aku pamit sekolah dulu, Assalamualaikum,"Ressa dan Andini mencium tangan Zaki bergantian."Wa'alaikumsalam."***"Andini kamu lihat sendirikan di rumahku itu aneh," tutur Ressa saat jam istirahat."Aku gak tau Ress, soalnya aku belum melihatnya sendiri," sahut Andini ternyata masih tetap dengan pendiriannya."Dengan cara apa aku harus meyakinkan kamu Andini?" tanya Resa sudah mulai geram. Andini benar-benar membuatnya kesal."Mungkin ada waktunya jika aku melihatnya sendiri Ressa," jawab Andini pelan."Hay Ressa si anak pesugihan, gimana sudah punya tumbal hari ini? Hahaha ...."Tiba tiba Sekar datang bersama kedua temannya, dan langsung mengatakan hal yang tidak senonoh itu."Berhenti menyebutku anak pesugihan Sekar! Mereka pergi bukan karena jadi tumbal tapi ini sudah takdir!" Ressa berdiri sudah tidak tahan rasanya, sejak kepergian kakak dan ibunya yang hanya berjarak beberapa minggu itu, Sekar selalu memanggilnya dengan sebutan anak pesugihan.Hati Ressa kembali sakit saat teringat kematian ibu dan kakaknya kembali di ungkit.Memang secara logika tidak ada salah apa yang di katakan Sekar. Sejak kepergian Wulan dan Ibunya, harta kekayaan Zaki Herlambang semakin melesat, perusahan yang di kelolanya semaki maju hingga mengalahkan perusahaan yang di kelola ayahnya Sekar.Tunggu, ayahnya sekar?Tiba tiba prasangka buruk Kembali mempengaruhi pikiran Ressa."Lantas jika bukan anak pesugihan, lalu apa? Anak dukun?""Ayah, aku mau rumah ini dijual!" ucap Ressa tiba-tiba.Zaki yang sedang memeriksa berkas menghentikan aktivitasnya, matanya menatap Ressa heran."Kenapa?" "Rumah ini horor aku gak tenang tinggal di rumah ini!" teria Ressa menggebu gebu. Kejadian di sekolah membuatnya berontak, Ressa tidak bisa menerima saat Sekar meyebutnya anak pesugihan."Jangan bicara aneh-aneh kamu cepat masuk!" seru Zaki tidak suka. Ressa pulang sekolah langsung marah-marah tidak jelas."Tapi, aku berkata jujur," sahut Ressa memelas. Ressa mulai muak dengan hidupnya, yang tiba-tiba ada teror entah dari mana datangnya, dan entah apa tujuannya."Sudah Papah pikirkan, kita akan pergi ke kota, tapi setelah kamu lulus sekolah," ujar Zaki tegas.Ressa menundukkan kepalanya, lulus sekolah masih lama, sekarang baru menginjak semester pertama berarti 6 bulan lagi Ressa harus bertahan.Ressa mendesah pelan sebelum meninggalkan Zaki yang sedang bermesraan dengan Dea. Sampai di kamar, Ressa merebahkan tubuhnya, menatap lan
Malam sudah tiba, Andini menggelegar karpet di kamarnya karena kasurnya yang kekecilan tidak muat untuk tidur berdua, jadi Andini menghubungkannya dengan karpet. Selesai menggelar karpet, Andini menyiapkan bantal dan juga selimutnya untuk Ressa."Terimakasih yah kamu baik banget selalu ada untuk aku, andai tidak ada kamu entah harus kemana aku pergi," ucap Ressa melihat Andini yang sedang menyiapkan tempat tidur untuknya"Tidak masalah, kita kan sahabat," balas Andini terseyum."Maaf ya aku selalu merepotkan,""Jangan seperti itu, aku sudah anggap kamu keluarga," Andini merangkul bahu Ressa."Terimakasih Andini," ujar Ressa yang beringsut ke tempat tidur. Kakinya masih perih, karena banyaknya luka akibat gesekan dari tumbuhan yang berduri."Istirahatlah aku mau ke belakang dulu bantu Bibi."Ressa menjawabnya dengan anggukan kepala. Sepeninggalan Andini, Ressa membaringkan tubuhnya di atas kasur, matanya menatap langit langit yang terbuat dari anyaman bambu memikirkan kehidupannya yang
"Aldo," seru Ressa kaget. Dia pikir orang misterius itu kembali, tapi ternyata yang ada di belakangnya adalah Aldo, teman sekelasnya."Maaf, aku bikin kamu kaget." Aldo berlari kecil menghampiri Ressa."Oh tidak," kata Ressa menepi. Berjalan kembali tidak memperdulikan kehadiran Aldo. Ressa ingin segera sampai. Hatinya sedang tidak tenang, Ressa tidak ingin berbicara dengan siapa pun."Aku duluan," ucap Ressa, kemudian berlari menerobos hujan yang sudah mulai reda. Ressa tidak peduli saat Aldo memanggilnya, itu tidak penting baginya.Tidak berapa lama, Ressa sudah sampai di rumahnya. Dengan tubuh menggigil, Ressa memaksakan diri masuk setelah gedoran pintu tidak ada yang membukanya."Ressa!" tiba-tiba seseorang memanggilnya begitu keras.Ressa mendongak ke atas, melihat Zaki yang sedang berkacak pinggang di sana."Kenapa kamu masuk dalam keadaan basah kuyup seperti ini? Astaga ...." Zaki menghampiri Ressa yang mematung menatapnya."Pantas tidak ada yang membuka pintu, pantas sampai ti
Ressa memandang foto tersebut. Wajahnya begitu rupawan, dengan tahi lalat di dagunya menambah kesan manis pada foto wanita itu.Senyumannya terukir begitu tulus, memakai sanggul, dan kebaya berwarna putih. Ressa, kemudian membalikan foto tersebut."Kehancuran," gumam Ressa pelan.Ressa, menatap tulisan tersebut yang berada di balik foto. Heran, sudah pasti dia rasakan. Hatinya pun bertanya-tanya, tentang siapa wanita cantik itu? Kenapa bisa berada di ruangan kerja Ayahnya?"Ehh, Bibi ngapain di sini?" tanya Ressa kaget. Saat mau keluar dari ruang kerja Zaki, Rosmi berdiri di ambang pintu."Maaf Non, ada Pak Tomo bersama Mutia," kata Rosmi mengatakan tujuannya. "Oh, terimakasih," ujar Ressa, kemudian berlalu dari hadapan Rosmi. Tidak lupa Ressa mengunci ruangan kerja Ayahnya. Beruntung hanya Ressa dan Zaki saja yang punya kunci ruangan tersebut. Ressa, turun ke bawah dengan langkah kaki tergesa. Tampak Tono dan Mutia tengah duduk di ruang tamu. "Apa kabar, Non Ressa?" Tomo berdiri saat
Ressa tersentak kaget, batu sebesar bola kasti mengenai tanah, tepatnya di belakang Ressa. Ressa memperhatikan batu yang menggelinding ke arahnya. Matanya menatap seluruh penjuru di sekitarnya."Hey berhenti!" teriak Ressa tiba-tiba saat melihat daun yang bergoyang tidak jauh di mana dia berdiri. Ressa, tidak menghiraukan panggilan Dea yang ketakutan sendirian. Ressa lebih mementingkan orang yang berani mengerjainya. Ressa, terus berlari hingga sampai di tepi sungai. Ressa, celingukan mencari sosok yang sempat dia lihat. Namun, tidak ada siapa pun di sana, Ressa kehilangan jejak."Kamu mencariku."Suara itu kembali, suara yang sudah tidak asing di telinga Ressa. Dengan gerakan perlahan, Ressa memutar tubuhnya.Plak"Aaawwww, hey .... Apa yang kamu lakukan?"Ressa terperanjat, suara itu berganti. Padahal Ressa dengan jelas mendengar suara si pemilik kapak tersebut."Tante ngapain di sini?" tanya Ressa heran."Ya jelas nyusul kamulah!" jawab Dea marah. Saat itu, Ressa memang berbalik de
"Andini, apa kamu kenal dengan foto ini?" tanya Ressa memperlihatkan foto yang dia bawa. "Aku tidak tahu, Ressa." Andini menjawab begitu singkat, setelah beberapa saat dia terdiam."Coba kamu perhatikan dulu, Andini," pinta Ressa memelas."Aku tidak mengenalnya, Ressa. Kalau pun aku tahu pasti aku akan memberitahu semuanya. Sayangnya aku tidak tahu," kata Andini, kemudian sibuk kembali dengan bacaan di depannya.Ressa termenung, sudah dari semalam dia memikirkan foto tersebut. Dari riasannya, terlihat wanita tersebut seperti seorang pengantin. Ressa memperhatikan foto tersebut dengan teliti, tapi tetap saja Ressa tidak tahu siapa dia."Mungkin itu ibumu saat masih muda," celetuk Andini, saat melihat Ressa bengong."Ibuku tidak punya tahi lalat. Tunggu .... Kenapa wajah kamu bagitu mirip dengan foto ini." Resa membandingkan foto yang berada di tangannya dengan Andini di depannya. "Bukannya di dunia ini setiap manusia memiliki 7 kembaran? Jangan berpikir kalau dia adalah ibuku. Aku m
"Jaga bicaramu, Sekar!" seru Ressa penuh tekanan. Ressa tidak percaya dengan apa yang Sekar katakan. Jika benar Ayahnya menyembah sesuatu untuk kepentingan dunia, maka tidak mungkin kepalanya kena hantaman kapak. Tidak mungkin sesuatu yang disembah, melukai penyembahnya dengan cara tidak masuk akal. Lagipula luka yang Zaki alami bisa diobati dengan tenaga medis. Orang misterius itu juga melayang menggunakan tali, bukan menghilang meninggalkan kepulan asap."Aku melihatnya dengan kepalaku sendiri," kata Sekar dengan tatapan begitu yakin."Omong kosong macam apa ini? Atau mungkin kamu dibalik semua ini?" "Apa maksudmu?" tanya Sekar heran.Ressa terdiam, tidak mungkin jika dia harus menceritakan teror yang dialaminya pada Sekar."Jangan pura-pura kamu! Ada masalah apa kamu dengan keluargaku!?""Hahaha .... Dasar orang gila," gumam Sekar, kemudian meninggalkan Ressa yang masih diselimuti amarah."Ressa, ayo masuk," ajak Andini."Andini, apa Sekar termasuk dalam hal ini?" tanya Ressa denga
"Non, ini saya, Tomo."Ressa menghentikan teriaknya. Matanya terbuka secara perlahan. Sedikit demi sedikit orang yang berada di depannya terlihat jelas. Tomo berdiri dengan jas hujan warna hitam melekat di tubuhnya, serta cangkul yang dia pikul di atas bahunya. Untuk sekilas Tomo memang terlihat seperti hantu, apalagi rambutnya yang panjang terlihat begitu menyeramkan."Pa-Pak Tomo," kata Ressa tergagap."Iya Non, ini saya. Tadi saya kehujanan dan pulangnya kemalaman, banyak pekerjaan yang tadi saya kerjakan," ucap Tomo menahan rasa dingin di tubuhnya."Kenapa harus lewat pintu utama?" tanya Ressa heran. "Pintu belakang terkunci, sepertinya Rosmi sengaja menutupnya," jelas Tomo.Ressa menghela nafasnya. Jelas terkunci karena memang ini sedang hujan dan pintu belakang sedikit rusak apalagi dalam keadaan hujan."Masuk, Pak."Tidak banyak bicara lagi, Ressa menyuruh Tomo untuk masuk. Namun sebelum itu, Ressa menyuruh Tomo agar melepas jas hujannya dulu."Tomo," seru Zaki heran, Tomo data