Share

Bab 3 : Anak Pesugihan

Ressa memandang tajam tulisan di hadapannya, tiba tiba kertas itu bergulir dan menampilkan tulisan lain.

KELUARGA PEMBUNUH

Degup jantung Ressa semakin kuat, ada apa ini sebenarnya ?

Ressa memejamkan matanya, mencerna kata-kata yang tadi tertulis di kertas tersebut.

BRAK

Kedua mata Ressa terbuka seketika, pintu kamarnya kembali tertutup sekarang.

Dengan gerakan perlahan Ressa turun dari ranjangnya, dengan berbekal sebilah golok di tangannya Ressa keluar dari kamarnya.

Ressa celingukan waspada dengan keadaan yang begitu sunyi.

Tiba tiba Ressa melihat sekelebat bayangan hitam di bawah sana. Dengan cepat Ressa turun ke bawah, dan segera menuju pintu depan. Ressa sangat yakin kalau dia lewat pintu depan.

"Kemana dia?" gumam Ressa masih dengan waspada.

Treng

Sebuah kaleng menggelinding tepat di hadapannya. Sebelum Ressa mengambilnya, Ressa melihat-lihat dulu suasana disekitar rumahnya. aman, tidak ada siapapun. Ressa, mengambil kaleng berbentuk tabung itu lalu membukanya.

Lagi lagi sebuah kertas.

KEMBALIKAN APA YANG TELAH KELUARGAMU AMBIL

Deg

Jantungnya terasa berhenti berdetak untuk sementara waktu, lagi-lagi soal nyawa.

Dengan hati tidak tenang dan mata yang terus melirik kanan kiri, Ressa memutuskan untuk Kembali ke dalam rumah.

"Huaaaaahhhh," jerit Ressa saking kagetnya.

Nampak Andini sudah berkacak pinggang di depannya.

"Kamu kalau mau keluar bangunin aku dong Ress, gimana sih mana bawa golok lagi," ujar Andini menahan kesal.

Ressa mengusap dadanya mencoba menstabilkan jantungnya.

"Maaf Andini, aku lupa," jawab Ressa pelan.

"Masuk yuk, kamu tahu gak ini jam berapa? Jam 12 malam. Aku sampai kaget tahu gak kamu gak ada di sampingku," ucap Andini sambil melangkah diikuti Ressa.

"Biar aku yang tutup pintu," kata Ressa setelah mereka masuk ke dalam.

Saat mulai menutup pintu, Ressa kembali melihat seseorang di luaran sana yang memakai topeng tengah berdiri di benteng rumahnya yang cukup tinggi, tidak lupa kapaknya melambai-lambai ke arahnya.

JEBRED

Sekuat tenaga Ressa membanting pintu, Ressa langsung memeluk Andini erat.

"Aku takut Andini, aku takut ...."

Ressa menumpahkan air matanya dipelukan Andini.

"Aku akan selalu ada bersamamu Ressa," ucap Andini pelan menenangkan Ressa.

Rosmi datang terpogoh pogoh. Rosmi terbangun karena jebredan suara pintu yang begitu keras.

"Ada apa ini? Kenapa dengan Non Ressa?" tanya Rosmi terdengar khawatir.

Andini terdiam bingung harus menjawab apa.

"Non kenapa?" tanya Rosmi.

"Dia datang lagi Bi," jawab Ressa pelan.

"Siapa?" tanya Rosmi bingung.

Andini menggelengkan kepalanya, memberikan isyarat pada Rosmi agar tidak bertanya terlebih dahulu, Ressa butuh ketenangan.

Setelah cukup lama Ressa menangis, dia kembali ke kamarnya bersama Andini. Mereka membaringkan tubuhnya bersama.

"Ressa, udah tidur aja jangan takut ada aku disini," kata Andini yang melihat Ressa terbengong.

"Bagaimana kalau dia datang lagi?" tanya Ressa cemas.

"Ada aku disini, kamu jangan takut," ucap Andini menenangkan hati Ressa.

"Andini apa kamu percaya dengan apa yang aku lihat?" Ressa menatap kedua bola mata Andini, berharap jawaban Andini sama dengan isi hatinya.

"Aku tidak tahu Ressa, aku masih berpikir kalau kamu berhalusinasi, maaf," jawab Andini menundukkan kepalanya. Sejauh ini Andini memang belum percaya dengan apa yang Ressa ceritakan.

"Dia beneran ada Andini, aku melihatnya sendiri." Ressa menggoyangkan bahu Andini, meyakinkanya kalau apa yang dia ucapkan adalah kenyataan.

"Iya baiklah aku percaya. Sekarang kita tidur, jangan berpikir hal yang tidak-tidak, besok kita sekolah," kata Andini merebahkan kembali badannya.

Andini mulai memejamkan matanya, berbeda dengan Ressa yang terus berpikir. Ada yang ganjal di hatinya. Semua pintu sudah terkunci rapat, namun Ressa melihat dia keluar lewat pintu depan. Bagaimana ini bisa terjadi?

'Apa mungkin ada kaitannya dengan Pak Tio ataupun Bi Rosmi?' batin Ressa mulai curiga, secara hanya mereka yang memegang kunci rumah ini, tidak ada yang lain.

***

Ressa terbengong di meja makan, dengan mata sayu karena semalaman kurang tidur.

Pikirannya begitu rumit, memikirkan teror yang belum terpecahkan. Ressa meyakinkan diri kalau si pemegang kapak adalah manusia bukan hantu. Hanya tinggal mencari tahu apa motifnya dia melakukan itu padanya.

Tap

Tap

Tap

Langkah kaki membuyarkan lamunannya, Ressa menoleh ke belakang. Tampak di sana Zaki memandang Ressa dengan senyumanya. Namun, Zaki tidak datang sendiri, seorang wanita berdiri di sampingnya mengamit lengan Zaki.

"Selamat pagi Ressa," sapa Zaki sumringah.

"Ayah? selamat pagi," balas Ressa sedikit tersenyum. Hatinya mendadak sakit saat Zaki membawa perempuan asing ke rumah ini. Sedangkan ibunya saja baru meninggalkan mereka masih belum lama.

Ressa memperhatikan wanita itu dari atas sampai bawah, sangat modis sekali. Jika wanita ini calon pengganti ibunya, Ressa tidak bisa menerimanya. Hatinya menolak, satu masalah saja belum kelar, sekarang ayahnya pulang malah membawa beban bagi Ressa.

"Ibu baru." Andini menyenggol lengan Ressa.

"Gak setuju," kata Ressa datar.

Ressa menyalami Zaki, tapi tidak dengan wanita itu.

"Ressa kenalin ini Tante Dea, dia sekertaris Ayah sekaligus ...."

"Ressa Tante, dan ini temanku, Andini." Ressa memotong cepat ucapan Zaki.

"Iya salam kenal," ucap Dea berusaha terseyum.

Zaki tidak banyak bicara, memberikan waktu untuk Ressa bisa menerimanya.

Zaki dan Dea ikut sarapan pagi terlebih dahulu sebelum berbicara hal lain.

"Mas, aku mau ke kamar mandi," ucap Dea pelan.

"Kamu bisa ke kamar mandi tamu, sebelah sana." Zaki menunjuk kamar tamu yang tak jauh dari ruang makan.

Tanpa rasa canggung, Dea langsung menuju kamar yang Zaki tunjukan.

Dea memasuki kamar mandi, memutar kran bersiap untuk membasuh tangannya sebelum melakukan hal lain.

"Aaaaaaaaaaaa ...." Dea menjerit sekuat tenaga.

Zaki yang mendengar itu langsung berlari ke kamar mandi diikuti Ressa dan Andini.

"Dea ada apa?" Zaki berteriak dengan wajah cemas. Membuka pintu kamar mandi dengan kasar.

"Darah Mas darah, kran airnya mengeluarkan darah," ucay Dea dengan nafas tak beraturan. Tangannya terus menunjuk pada wastafel.

"Jangan ngada ngada kamu!" bentak Zaki tidak percaya sama sekali.

"Enggak aku beneran Mas, beneran." Dea memelas, meyakinkan Zaki.

Zaki menuju kran dan memutarnya, air pun keluar.

"Air nya bersih bening-bening aja gak ada darah

Makanya kamu jangan kebanyakan nonton film horor jadi terbawa suasana kan," kata Zaki kesal.

"Enggak Mas beneran, kalau gak percaya coba kamu cium tanganku ini, bau anyir darah, aku belum sempat mengeringkannya." Dea mengulurkan tangannya. Tapi Zaki diam saja, Zaki hanya menatap Dea tajam.

Ressa mendekati tangan Dea, bau amis menyeruak ke hidungnya, Dea tidak berbohong.

"Kenapa Ress?" tanya Zaki.

"Tangannya beneran bau anyir darah," jawab Ressa pelan.

"Ressa kita berangkat, sudah siang," ucap Andini dari belakang yang sejak tadi memperhatikan mereka.

"Oh iya, aku pamit sekolah dulu, Assalamualaikum,"

Ressa dan Andini mencium tangan Zaki bergantian.

"Wa'alaikumsalam."

***

"Andini kamu lihat sendirikan di rumahku itu aneh," tutur Ressa saat jam istirahat.

"Aku gak tau Ress, soalnya aku belum melihatnya sendiri," sahut Andini ternyata masih tetap dengan pendiriannya.

"Dengan cara apa aku harus meyakinkan kamu Andini?" tanya Resa sudah mulai geram. Andini benar-benar membuatnya kesal.

"Mungkin ada waktunya jika aku melihatnya sendiri Ressa," jawab Andini pelan.

"Hay Ressa si anak pesugihan, gimana sudah punya tumbal hari ini? Hahaha ...."

Tiba tiba Sekar datang bersama kedua temannya, dan langsung mengatakan hal yang tidak senonoh itu.

"Berhenti menyebutku anak pesugihan Sekar! Mereka pergi bukan karena jadi tumbal tapi ini sudah takdir!" Ressa berdiri sudah tidak tahan rasanya, sejak kepergian kakak dan ibunya yang hanya berjarak beberapa minggu itu, Sekar selalu memanggilnya dengan sebutan anak pesugihan.

Hati Ressa kembali sakit saat teringat kematian ibu dan kakaknya kembali di ungkit.

Memang secara logika tidak ada salah apa yang di katakan Sekar. Sejak kepergian Wulan dan Ibunya, harta kekayaan Zaki Herlambang semakin melesat, perusahan yang di kelolanya semaki maju hingga mengalahkan perusahaan yang di kelola ayahnya Sekar.

Tunggu, ayahnya sekar?

Tiba tiba prasangka buruk Kembali mempengaruhi pikiran Ressa.

"Lantas jika bukan anak pesugihan, lalu apa? Anak dukun?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status