Ressa memandang foto tersebut. Wajahnya begitu rupawan, dengan tahi lalat di dagunya menambah kesan manis pada foto wanita itu.Senyumannya terukir begitu tulus, memakai sanggul, dan kebaya berwarna putih. Ressa, kemudian membalikan foto tersebut."Kehancuran," gumam Ressa pelan.Ressa, menatap tulisan tersebut yang berada di balik foto. Heran, sudah pasti dia rasakan. Hatinya pun bertanya-tanya, tentang siapa wanita cantik itu? Kenapa bisa berada di ruangan kerja Ayahnya?"Ehh, Bibi ngapain di sini?" tanya Ressa kaget. Saat mau keluar dari ruang kerja Zaki, Rosmi berdiri di ambang pintu."Maaf Non, ada Pak Tomo bersama Mutia," kata Rosmi mengatakan tujuannya. "Oh, terimakasih," ujar Ressa, kemudian berlalu dari hadapan Rosmi. Tidak lupa Ressa mengunci ruangan kerja Ayahnya. Beruntung hanya Ressa dan Zaki saja yang punya kunci ruangan tersebut. Ressa, turun ke bawah dengan langkah kaki tergesa. Tampak Tono dan Mutia tengah duduk di ruang tamu. "Apa kabar, Non Ressa?" Tomo berdiri saat
Ressa tersentak kaget, batu sebesar bola kasti mengenai tanah, tepatnya di belakang Ressa. Ressa memperhatikan batu yang menggelinding ke arahnya. Matanya menatap seluruh penjuru di sekitarnya."Hey berhenti!" teriak Ressa tiba-tiba saat melihat daun yang bergoyang tidak jauh di mana dia berdiri. Ressa, tidak menghiraukan panggilan Dea yang ketakutan sendirian. Ressa lebih mementingkan orang yang berani mengerjainya. Ressa, terus berlari hingga sampai di tepi sungai. Ressa, celingukan mencari sosok yang sempat dia lihat. Namun, tidak ada siapa pun di sana, Ressa kehilangan jejak."Kamu mencariku."Suara itu kembali, suara yang sudah tidak asing di telinga Ressa. Dengan gerakan perlahan, Ressa memutar tubuhnya.Plak"Aaawwww, hey .... Apa yang kamu lakukan?"Ressa terperanjat, suara itu berganti. Padahal Ressa dengan jelas mendengar suara si pemilik kapak tersebut."Tante ngapain di sini?" tanya Ressa heran."Ya jelas nyusul kamulah!" jawab Dea marah. Saat itu, Ressa memang berbalik de
"Andini, apa kamu kenal dengan foto ini?" tanya Ressa memperlihatkan foto yang dia bawa. "Aku tidak tahu, Ressa." Andini menjawab begitu singkat, setelah beberapa saat dia terdiam."Coba kamu perhatikan dulu, Andini," pinta Ressa memelas."Aku tidak mengenalnya, Ressa. Kalau pun aku tahu pasti aku akan memberitahu semuanya. Sayangnya aku tidak tahu," kata Andini, kemudian sibuk kembali dengan bacaan di depannya.Ressa termenung, sudah dari semalam dia memikirkan foto tersebut. Dari riasannya, terlihat wanita tersebut seperti seorang pengantin. Ressa memperhatikan foto tersebut dengan teliti, tapi tetap saja Ressa tidak tahu siapa dia."Mungkin itu ibumu saat masih muda," celetuk Andini, saat melihat Ressa bengong."Ibuku tidak punya tahi lalat. Tunggu .... Kenapa wajah kamu bagitu mirip dengan foto ini." Resa membandingkan foto yang berada di tangannya dengan Andini di depannya. "Bukannya di dunia ini setiap manusia memiliki 7 kembaran? Jangan berpikir kalau dia adalah ibuku. Aku m
"Jaga bicaramu, Sekar!" seru Ressa penuh tekanan. Ressa tidak percaya dengan apa yang Sekar katakan. Jika benar Ayahnya menyembah sesuatu untuk kepentingan dunia, maka tidak mungkin kepalanya kena hantaman kapak. Tidak mungkin sesuatu yang disembah, melukai penyembahnya dengan cara tidak masuk akal. Lagipula luka yang Zaki alami bisa diobati dengan tenaga medis. Orang misterius itu juga melayang menggunakan tali, bukan menghilang meninggalkan kepulan asap."Aku melihatnya dengan kepalaku sendiri," kata Sekar dengan tatapan begitu yakin."Omong kosong macam apa ini? Atau mungkin kamu dibalik semua ini?" "Apa maksudmu?" tanya Sekar heran.Ressa terdiam, tidak mungkin jika dia harus menceritakan teror yang dialaminya pada Sekar."Jangan pura-pura kamu! Ada masalah apa kamu dengan keluargaku!?""Hahaha .... Dasar orang gila," gumam Sekar, kemudian meninggalkan Ressa yang masih diselimuti amarah."Ressa, ayo masuk," ajak Andini."Andini, apa Sekar termasuk dalam hal ini?" tanya Ressa denga
"Non, ini saya, Tomo."Ressa menghentikan teriaknya. Matanya terbuka secara perlahan. Sedikit demi sedikit orang yang berada di depannya terlihat jelas. Tomo berdiri dengan jas hujan warna hitam melekat di tubuhnya, serta cangkul yang dia pikul di atas bahunya. Untuk sekilas Tomo memang terlihat seperti hantu, apalagi rambutnya yang panjang terlihat begitu menyeramkan."Pa-Pak Tomo," kata Ressa tergagap."Iya Non, ini saya. Tadi saya kehujanan dan pulangnya kemalaman, banyak pekerjaan yang tadi saya kerjakan," ucap Tomo menahan rasa dingin di tubuhnya."Kenapa harus lewat pintu utama?" tanya Ressa heran. "Pintu belakang terkunci, sepertinya Rosmi sengaja menutupnya," jelas Tomo.Ressa menghela nafasnya. Jelas terkunci karena memang ini sedang hujan dan pintu belakang sedikit rusak apalagi dalam keadaan hujan."Masuk, Pak."Tidak banyak bicara lagi, Ressa menyuruh Tomo untuk masuk. Namun sebelum itu, Ressa menyuruh Tomo agar melepas jas hujannya dulu."Tomo," seru Zaki heran, Tomo data
"Saya kurang tahu, Non," jawab Tio.Perlahan Ressa bangkit sambil menahan nyeri di bagian lehernya. Orang rumah tidak ada yang bangun, selain Tio. Aneh, padahal keributan terjadi cukup lama dan menimbulkan suara keras."Biar saya bantu, Non," kata Pak Tio menawarkan bantuan."Tidak usah Pak, terimakasih. Bapak istrirahat saja sepertinya Pak Tio kelelahan," ucap Ressa menolak secara halus. Ressa berjalan ke atas kamarnya kembali. Namun tiba-tiba saja ...."Aaaaaaaaa .... "Ressa terpleset tepat saat dia akan menginjak tangga terakhir. Tubuhnya menggelinding ke bawah, kepalanya juga beberapa kali terbentur. Rasa nyeri menjalar ke seluruh tubuhnya, tulang-tulangnya terasa linu akibat benturan pada tangga. "Pak Tio .... " panggil Ressa dengan suara lemah. Dia tidak bisa berdiri walaupun sudah beberapa kali mencobanya, kakinya keseleo. Tio pun tidak nampak batang hidungnya saat dia memanggilnya, mungkin Tio sudah kembali beristirahat di kamarnya. Ressa beringsut mendekati anak tangga, ke
Ressa melihat dengan jelas sekali, lampu yang berada di atas pecah. Tanpa berkata apa-apa Ressa berlari memastikan hal lainnya. Tio termenung menatap tali yang baru saja di potong oleh majikannya. Semakin hari semakin terlihat, ketidakberesan di rumah keluarga Herlambang. Tio bekerja di sana baru beberapa tahun saja, setelah Zaki dan Ajeng menikah. Ajeng, ibunya Ressa. Tio belum mengetahui sepenuhnya tentang rumah tersebut."Kenapa jadi merinding disko gini, ya?" gumam Tio pada dirinya sendiri. Tio meninggalkan taman yang sedang di bersihkannya dengan perasaan tidak enak. Tio pergi ke belakang menemui Rosmi."Ros .... Selama kamu kerja di sini, kamu pernah ngalami hal aneh gak?" tanya Tio, melepas rasa penasarannya."Aneh gimana, Pak? Perasan gak ada deh aman-aman saja," jawab Rosmi."Barusan aku nemuin tali di taman kemudian dipotong sama Non Ressa, eehh lampu atas pecah sepertinya itu lampu memang sengaja terhubung sama itu lampu," cerita Tio pada Rosmi."Kebetulan aja kali Pak, mun
"Sekar, kamu kenapa?" tanya Melly cemas, tiba-tiba saja Sekar terduduk di tanah."Kakiku sakit, siapa yang bikin jebakan di sini?" teriak Sekar, sebelah kakinya terperosok ke dalam lubang yang tidak begitu dalam, tapi mampu membuat jantung bekerja lebih cepat dari biasanya."Sini aku bantu." Melly mengulurkan tangannya ke hadapan Sekar. Tidak ada penolakan, Sekar langsung menggenggam tangan Melly dengan erat."Awww .... Kakiku .... " Sekar meringis kesakitan saat Melly mencoba menarik tangannya."Kenapa?" tanya Andini mendekat."Kamu gak lihat, kakiku terperosok ke dalam lubang sempit yang di dalamnya terdapat duri!? Apa jangan-jangan kamu yang sudah siapin ini untukku, ya?!" hardik Sekar sambil menahan sakit di kakinya."Jangan bicara seenaknya, aku aja baru kesini," kata Andini tidak terima. Mana dia tahu soal jebakan, Andini saja baru pertama kali menginjakkan kakinya di sini. Karena Sekar terlalu cengeng, dengan sekuat tenaga Andini menariknya, dan terlepaskan kaki Sekar dari luban