Share

6. Pocong di Rumah Emak

Pintu terbuka dan sesosok putih menyambut mereka, berdiri di tengah- tengah pintu dalam ruangan gelap. Ricky kaget pun menjerit dengan keras.

"Aaaa Pocooong!" teriaknya, kemudian berbalik hendak mengambil langkah seribu. Namun, belum sempat kakinya melangkah, Parmin keburu mencekal kerah bajunya.

"Berhenti!"

"Ha-hantuuu, lepaasss!" Ricky yang panik, semakin ketakutan mengira Parmin adalah hantu yang mencekalnya.

"Berhenti, Ky! Ini aku! Itu emakku, bukan hantu!"

"Bukan, kamu hantu! Eh-eh, be-benarkah?" tanya tak percaya.

"Parmin, kamu datang, Nak?" Emak berdiri di tengah pintu menggunakan kain telekung putih sepertinya baru selesai tahajud.

Mendengar suara Emak yang sangat dikenalnya, Ricky menahan langkahnya dan kemudian berbalik.

"Astagfirullaah, Emaaak, ngagetin aja. Kirain teh hantu!"

"Eh, kamu ngatain emak hantu? Kualat nanti kamu, Ky! Lagian atuda, kalian sendiri yang malam-malam gini menggedor-gedor, emak ya baru selesai sholat langsung cepet-cepet bukain pintu." Emak menjewer telinga Ricky yang sudah seperti anak sendiri itu.

"Aduduh, Mak! Sakit, Maaak, ampun!" teriak Ricky kesakitan.

"Sudah-sudah! Sekarang lebih baik cepat masuk dulu!" titah Parmin. Ricky yang sejak tadi ketakutan dan kesakitan, langsung menjadi orang yang paling pertama menerobos masuk duluan, mengabaikan emak yang kesenggol bahunya.

"Aduh! Anak itu, ya!" Emak mengusap bahunya. Namun, raut wajahnya berubah setelah melihat Ricky yang pucat pasi dan gemetaran serta Parmin yang gelisah. "Eh, kenapa kalian teh kaya dikejar hantu?"

"Emak, cepat kunci pintunya, Mak. Kita masuk dulu ke dalam."

Parmin bergegas menyalakan lampu ruang tengah. Meski remang ia lega karena semua terlihat aman.

"Mak ada air panas?"

"Kalian mau ngopi? Sebaiknya minum teh hangat saja, dan cepat tidur, kalian sudah lelah naik kendaraan. Apalagi kamu Min. Jam berapa dari Wathugede?"

"Bada Ashar, Mak. Iya, Teh hangat saja. Lihat Ricky sudah gemetaran gitu."

Ricky yang sejak tadi duduk dengan muka cemas menghabiskan teh hangat yang emak buatkan begitu saja, membuat emak keheranan.

"Kamu kenapa, Ky?"

"A-anu, Mak, kami--"

"Tadi hampir jatuh, Mak. Tapi tidak apa-apa sudah sembuh, Kok. Sekarang kita istirahat dulu di kamar," tukas Parmin cepat, tidak ingin emaknya kepikiran kejadian yang mereka alami di jalan.

"Astagfirullah hampir jatuh? Bagaimana keadaan kalian?"

"Kan sudah Min bilang enggak apa-apa. Ricky cuma kaget saja. Emak sekarang tidur ya." Parmin meraih dan memimbing emaknya ke dalam kamar. Sebelum masuk matanya memberi kode pada Ricky.

Ricky hanya terbelalak. Ditinggalkan seorang diri di ruang Keluarga ia menekuk dan memeluk kedua kakinya ke atas kursi. "Kang Parmin, jangan lama-lama, aku takut!" jerit batinnya.

Waktu terasa lama bagi Ricky. Meskipun Parmin hanya sebentar ke kamar ibunya. Ricky langsung memeluknya dengan penuh ketakutan dan celingukan ke sana ke mari seakan takut diikuti seseorang.

"Sudah, tidak apa-apa. Di sini, aman." Parmin mengajaknya masuk ke dalam kamar. Kamarnya tampak bersih dan rapi, rupanya emak membersihkan lebih dulu setelah ia mengabari akan pulang. Terlihat sederhana dengan ranjang besi, meja kecil, dan lemari kecil. Cukup untuk tidur berdua meskipun harus bersisian.

"Tidurlah, di sini sudah aman." Parmin menguatkan hati Ricky yang langsung bergelung selimut. Pemuda itu hanya bergeming sambil berusaha memejamkan mata.

Suara Emak yang melantunkan ayat suci di kamar sebelah terdengar mengalun syahdu. Membuat hati Parmin lega dan menenangkan temannya yang sedang ketakutan. Mereka pun cepat terlelap tanpa mengingat apa pun lagi.

.

Bumi Sunda 3 Oktober 2021

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status