Dengan tatapan penuh amarah, Karta berjalan menghampiri Gendis dan Rehan."Mau apa kamu ke sini?" tanya Karta pada Rehan dengan nada ketus.Anjarwati yang mengikuti langkah kaki Karta dan berada di belakangnya pun ikut menatap sinis keduanya."Begini, Pak. Saya sengaja datang ke sini agar tak terjadi kesalahpahaman lagi. Jadi, tadi aku tidak sengaja melihat mbak Gendis jalan sendirian dan setelah aku tanya ternyata dia mau pulang kadi aku antar ke sini," ucap Rehan."Kamu nggak perlu repot-repot mengantar Gendis. Dia kan punya kaki jadi bisa jalan sendiri." Dengan kuat Karta menarik Gendis agar mendekat ke sisinya."Emmm iya saya tahu, Pak. Tapi cuaca di luar itu sangat panas jadi aku tidak tega apalagi mbak Gendis sedang hamil " jelas Rehan lagi."Sekarang kamu bisa lihat kan kalau Gendis sudah sampai di rumah jadi kamu bisa pergi dari sini sekarang," cetus Karta.Seketika Gendis pun tak membiarkan begitu saja Karta memperlakukan Rehan dengan sangat sinis."Setidaknya kita harus meng
Keesokannya saat semua orang sedang sarapan, Indah memanggil Gendis untuk ikut makan bersama mereka. Tapi karya malah marah pada Indah."Siapa yang mengizinkanmu membawa Gendis ke meja makan ini!" Karta menatap tajam Indah.Seketika langkah kaki Indah pun terhenti saat mendengar nada tinggi Karta. Begitu juga dengan Gendis yang saat itu digandeng oleh Indah. Gendis ikut berhenti dan berdiri di belakang Indah."Mas, aku mohon jangan keterlaluan pada Gendis. Dia adalah istrimu apalagi dia sekarang sedang hamil. Kenapa kamu bisa setega itu padanya." Dengan berani Indah menjawab Karta.Karta yang saat itu sedang duduk di kursinya pun seketika bangkit dari duduknya dan menghampiri Indah dan Gendis."Kamu pikir kamu siapa, hah! Beraninya berbicara seperti itu padaku?" tanya Karta sembari mencengkram dagu Indah.Sontak saja Gendis pun tak terima saat melihat Indah diperlakukan dengan kasar oleh Karta.Spontan saja Gendis mendorong tubuh Karta dan menyelamatkan Indah yang merintih kesakitan.
Setelah kepergian Indah, Gendis hanya bisa menangis terlebih saat ia mendengar ucapan Karta yang membuat hatinya bertambah sakit.Gendis merasa jika Karta adalah suami yang sangat tidak bersyukur karena memiliki istri sebaik Indah."Dengar, ya. Apapun yang aku lakukan di rumah ini adalah hakku. Kamu sebagai istri hanya tinggal mengikuti apa yang aku katakan. Kecuali kalau kamu ingin nasibmu seperti Indah," ucap Karta.Seketika Gendis terdiam. Ia tak tahu harus berbuat apa. Ingin rasanya ia pergi meninggalkan Karta tapi Gendis ingat akan kedua anaknya yang butuh kasih sayang dari ayahnya."Sudah sekarang lebih baik kamu bersiap-siap untuk cari kerja! Ingat, aku tidak mau tahu pokoknya kamu harus bekerja dan hasilkan uang untukku," ucapan Karta.Ayu yang mendengar ucapan Karta pun merasa bahagia bukan main. Ia tak menyangka jika Karta akan bersikap begitu tega pada Gendis yang tengah hamil."Wah ini kayaknya bagus, nih. Kalau Gendis disuruh kerja terus-terusan waktu hamil gini pasti dia
Akhirnya Gendis mendapatkan pekerjaan baru berkat Rehan yang saat itu tak sengaja ditemuinya.Gendis pun berniat untuk pulang setelah bertemu dengan pemilik kantin di dekat klinik Bibi Rehan.Rehan pun segera menawarkan diri untuk mengantar Gendis pulang namun dengan cepat Gendis menolak tawaran Rehan saat itu.Bukan tanpa alasan Gendis menolak tawaran Rehan. Saat itu Gendis ingin pergi menemui Indah karena itulah Gendis pun menolak tawaran dari Rehan.Namun, siapa sangka ternyata Rehan mengikuti kepergian Gendis saat itu.Akhirnya Rehan tahu bahwa Gendis tak langsung pulang melainkan bertemu dengan Indah.Setelah menunggu hampir 2 jam di dalam mobilnya, akhirnya Rehan melihat Gendis mulai berjalan pergi dari rumah tempat Indah berada saat itu.Dengan cepat Rehan pun segera menjalankan mobilnya untuk mengikuti Gendis.Dari kejauhan Rehan melihat Gendis yang tampak kelelahan. Ia berhenti di pinggir jalan tepat di bawah sebuah pohon sembari mengipas-ngipasi wajahnya dengan telapak tanga
Akhirnya Gendis pun sampai di rumah dan langsung masuk untuk mencari Yasmine.Benar saja dugaan Gendis sejak tadi. Begitu ia masuk ke dalam rumah, terdengar suara tangisan Yasmine yang cukup keras."Yasmine," teriak Gendis berlari menuju ke kamar Ayu.Rupanya Yasmine diletakkan di box bekas Raya yang ada di kamar Ayu.Di sana terdapat Raya yang tengah kebingungan menenangkan Yasmine.Dengan cepat Gendis langsung menggendong Yasmine yang sedang menangis cukup kencang."Untuk ibu Gendis segera datang. Yasmine daritadi menangis, aku sudah coba menenangkan tapi tidak bisa," ucap Raya dengan wajah polos.Gendis yang mendengar ucaoan Raya pun tak menyalahkannya sama sekali."Iya Sayang, tidak apa-apa." Gendis mengusap lebih wajah Raya yang masih terlihat panik."Oh iya, apa Mama sudah lama perginya?" tanya Gendis memancing Raya untuk menjawab keingintahuannya saat itu.Sementara Rehan yang menepati ucapannya untuk mengantarkan Gendis sampai di sebrang jalan, pun menepatinya. Kini ia telah p
Gendis pun menuruti permintaan Ayu untuk tak memberitahu perselingkuhannya pada Karta. Ayu pun merasa senang meskipun ia belum merasa tenang. Hingga tanpa terasa satu bulan telah berlalu. Gendis yang sudah bekerja pun akhirnya mendapat gaji pertamanya. Dengan perasaan yang sangat senang, Gendis menerima gaji pertamanya dari bekerja sebagai penjaga kantin. "Kerja kamu selama ini bagus, Ndis. Pertahankan, ya. Aku harap kamu bisa kerja di sini dalam waktu yang lama," ucap pemilik kantin. Gendis pun tersenyum senang sembari menggenggam amplop berisi uang di tangannya. "Iya, Bu. Saya juga berterimakasih banyak karena ibu sudah percaya pada saya," ucap Gendis. "Ya sudah kalau begitu, kamu boleh pulang, Ndis. Ini kan sudah habis jam kerja," ucap sang pemilik kantin. "Baik, Bu." Gendis pun memasukkan uangnya ke dalam tas dan kemudian ia beranjak pergi meninggalkan kantin. Gendis masih teringat akan niatnya saat menerima gaji dari hasil kerja kerasnya. "Oh iya, aku kan udah janji ma
Setelah sekian lama tidak bertemu dengan Indri, akhirnya Gendis bisa bertatap muka lagi dan mengobrol dengannya."Ndri, Mbak seneng banget bisa ketemu sama kamu dan mengobrol lagi sama kamu seperti ini," ucap Gendis tersenyum pada Indri."Indri juga seneng banget, Mbak. Mbak bagaimana di sana, apa mbak Gendis bahagia?" tanya Indri.Gendis pun terdiam untuk sejenak. Gendis menundukkan kepalanya. Gendis ingin menutupi keadaannya dari Gendis tapi rasanya sulit untuknya."Sebenarnya mbak Gendis tidak merasa bahagia, Ndri. Mbak Gendis merasa tekanan batin tinggal bersama mas Karta apalagi selama ini Mbak hanya dijadikan mesin pencetak anak saja," ucap Gendis dengan kepala tertunduk.Gendis berusaha menyembunyikan tatapan matanya dari Indri yang ada di depannya.Tiba-tiba saja Indri memegang lembut tangan Gendis. "Kalau mbak Gendis tidak bahagia, kenapa Mbak Gendis tidak cerai saja dari juragan Karta dan menikah dengan mas Rehan. Bukannya mas Rehan menyukai mbak Gendis," tutur Indri.Gendis
Semalaman Gendis menahan rasa sakit pada perutnya. Gendis hanya bisa merintih saat sakit pada perutnya semakin menjadi."Akh, sakit," pekik Gendis yang hanya bisa membolak-balikkan tubuhnya di atas kasur untuk mengubah posisi tidurnya.Gendis berharap rasa sakit pada perutnya bisa berkurang agar ia bisa beristirahat malam itu."Ya Allah, tolong lindungilah bayi di dalam perutku ini," batin Gendis sembari menitikkan air matanya.Gendis tak habis pikir pada Karta yang tega mengiksa dirinya dan juga bayi di dalam perutnya. Perasaan Gendis semakin benci pada Karta meski ia adalah ayah dari anak-anaknya.Keesokan paginya, Gendis terlambat bangun karena ia baru bisa tidur saat subuh. Sakit pada perutnya sudah sedikit mereda hingga akhirnya ia bisa tidur meski hanya sebentar.Karta, Anjarwati, Ayu dan juga Raya sudah duduk di meja makan sembari menunggu Gendis selesai menyiapkan sarapan pagi itu."Kamu gimana sih, Ndis. Jam segini kok belum selesai nyiapin sarapan," tukas Anjarwati dengan n