Share

166. Pesan Beruntun

Penulis: A mum to be
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-06 14:07:58

Suara notifikasi dari ponsel terus berdenting, memecah kesunyian kamar asrama yang masih diselimuti udara dingin khas pagi Melbourne. Jendela yang sedikit terbuka membiarkan angin menusuk masuk, membawa aroma lembap sisa hujan semalam. Aurelia menggeliat pelan di atas kasur sempitnya, wajahnya separuh tertutup selimut.

Ia sempat membiarkan ponselnya bergetar tanpa peduli. Kantuk masih melekat, kepalanya berat, dan tubuhnya enggan bergerak. Namun, dering itu tak juga berhenti. Rasa penasaran akhirnya mengalahkan sisa kantuk. Dengan tangan yang masih kaku dan dingin, Aurelia meraih ponselnya di meja kecil samping tempat tidur. Layar menyala, memperlihatkan deretan pesan yang menumpuk.

Satu per satu pesan masuk dengan nada sama :

[Apa kau sudah sampai?]

[Aku merindukanmu.]

[Lia, setidaknya jangan abaikan pesanku.]

Aurelia menahan napas. Ada puluhan pesan dengan isi serupa, bernuansa cemas sekaligus penuh kerinduan. Ia

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Momo Land
jangan bilang kalau yg datang Itu Devina atau si ular beracun ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   167. Perempuan Di Masa Lalu

    Gian hendak membuka mulut, berniat mendesak asistennya yang tampak gusar sejak tadi. Namun, niatan itu urung ketika tatapannya beralih ke arah pintu.Sosok yang baru saja muncul membuat napasnya tercekat. Mulutnya sempat menganga tanpa suara, seakan lidahnya menolak bekerja.“Selamat siang, Gian.”Suara itu lembut, tapi menyimpan aura yang membuat ruang kerja seakan berdenyut lain. Seorang perempuan berpostur tinggi menjulang, sekitar 178 cm, melangkah masuk. Cantik. Rambutnya lurus jatuh sepinggang, kulitnya terang, mata bulat penuh kilau, dengan gestur anggun yang tak bisa disangkal. Senyumnya masih sama—hangat namun menyimpan misteri. Bahkan, parasnya kini jauh lebih menawan dari terakhir kali mereka bertemu, hampir setahun silam.Rafi, asisten Gian, menyadari keterkejutan atasannya. Ia buru-buru bicara, m

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   166. Pesan Beruntun

    Suara notifikasi dari ponsel terus berdenting, memecah kesunyian kamar asrama yang masih diselimuti udara dingin khas pagi Melbourne. Jendela yang sedikit terbuka membiarkan angin menusuk masuk, membawa aroma lembap sisa hujan semalam. Aurelia menggeliat pelan di atas kasur sempitnya, wajahnya separuh tertutup selimut.Ia sempat membiarkan ponselnya bergetar tanpa peduli. Kantuk masih melekat, kepalanya berat, dan tubuhnya enggan bergerak. Namun, dering itu tak juga berhenti. Rasa penasaran akhirnya mengalahkan sisa kantuk. Dengan tangan yang masih kaku dan dingin, Aurelia meraih ponselnya di meja kecil samping tempat tidur. Layar menyala, memperlihatkan deretan pesan yang menumpuk.Satu per satu pesan masuk dengan nada sama :[Apa kau sudah sampai?][Aku merindukanmu.][Lia, setidaknya jangan abaikan pesanku.]Aurelia menahan napas. Ada puluhan pesan dengan isi serupa, bernuansa cemas sekaligus penuh kerinduan. Ia

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   165. Langkah Baru

    Langkah Aurelia terasa begitu berat ketika ia menuruni tangga pesawat. Udara malam langsung menyambutnya begitu ia keluar dari kabin, berbeda jauh dengan udara Jakarta yang lembap dan padat. Di sinilah ia berada—Melbourne Tullamarine Airport—tempat yang selama berbulan-bulan hanya ada di imajinasinya. Jantungnya berdegup cepat, seakan setiap langkah adalah penanda bahwa ia benar-benar jauh dari rumah, dari Gian, dari segala kenyamanan yang pernah ia miliki.September di Melbourne adalah awal musim semi. Dari balik kaca bandara, Aurelia berharap jika keesokan harinya dia bisa melihat cahaya matahari yang hangat di sini. Pohon-pohon eukaliptus yang tumbuh di kejauhan tampak mulai berdaun kembali setelah lama gundul. Orang-orang lalu-lalang dengan pakaian ringan—jaket tipis, syal sederhana—tanda udara tidak sedingin musim dingin, tetapi masih ada gigitan hawa dingin di permu

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   164. Menahan Diri

    Langkah kaki Aurelia yang menghilang di balik gate seakan meninggalkan jejak berat di dada Gian. Punggungnya yang terakhir kali terlihat, rambut panjang yang sempat tergerai sebentar sebelum benar-benar lenyap ditelan kerumunan, membuat Gian terpaku. Ia berdiri tanpa suara, hanya napasnya yang terdengar berat.Bandara terasa bising oleh pengumuman keberangkatan dan langkah-langkah terburu-buru penumpang lain, tapi di telinganya hanya ada satu gema: kepergian Aurelia.Gian sungguh ingin berlari, ingin memanggilnya kembali. Namun, dia harus menahan diri. Tidak. Itu egois. Aurelia berhak menjalani pilihannya, berhak meraih mimpinya.Namun, dalam hati Gian berbisik pelan, Aku harus jadi lelaki yang pantas menjemputnya kembali. Jika memang waktu yang dibutuhkan, aku akan bersabar. Jika memang perbaikan diri yang diminta, aku akan berubah.Senyum tipis muncul, bukan karena bahagia, melainkan tekad yang sudah menancap di dalam hati.Dalam perjala

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   163. Pergilah

    Gian akhirnya melanjutkan kalimatnya. Suaranya dalam, bergetar tapi tegas.“…jangan pernah anggap aku menyerah. Aku akan berjuang untuk mendapatkan kembali hatimu, meski butuh waktu seumur hidup.”Nada suaranya seakan merayap menembus dinding hati Aurelia, yang sejak awal sudah ia bangun begitu kokoh agar tak mudah runtuh. Pagi itu, keheningan di ruang tamu dipenuhi detak jam dinding yang terasa lebih nyaring dari biasanya.Aurelia menelan ludah. Ia tidak tahu harus membalas apa. Bibirnya sempat bergerak, tapi tak ada kata keluar. Mata Gian memancarkan ketulusan yang sulit diabaikan, tatapan yang tak lagi sombong atau penuh gengsi, melainkan rapuh, hampir seperti seorang pria yang kehilangan arah bila Aurelia benar-benar pergi.Namun Aurelia tak ingin larut. Ia hanya menarik napas panjang, mencoba menenangkan gelombang dalam dirinya. “Jangan berkata begitu, Gian. Aku… aku tidak tahu apa yang

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   162. Kalau Kau Tetap Pergi

    Pagi itu, udara di halaman belakang terasa lebih sejuk dari biasanya. Embun masih melekat di dedaunan, berkilau terkena cahaya mentari yang baru naik. Aroma mawar yang mekar memenuhi udara, lembut namun menusuk hati Aurelia yang berdiri di sana. Ia menatap taman dengan tatapan kosong, berusaha menenangkan pikirannya yang sejak semalam dipenuhi bayangan waktu keberangkatannya yang semakin dekat.Di dalam dada, ada desir perasaan yang tak bisa ia hentikan—antara lega karena sebentar lagi bisa menjauh dari luka, dan takut karena artinya ia benar-benar meninggalkan semua yang pernah ia cintai di rumah itu.“Lia,” sebuah suara lembut memanggil dari arah teras.Aurelia menoleh. Nyonya Lestari berdiri di sana. Tidak lagi dengan sorot tajam yang selama ini begitu sering menusuk hatinya. Wajahnya tampak lebih lembut, keriput di sudut mata menandakan penyesalan dan kerinduan yang tak bisa disembunyikan. Senyum kecil wanita itu membuat Aurelia sejenak ter

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status