Share

Intip Intip Anu

Author: Ira Yusran
last update Last Updated: 2021-06-18 11:56:40

"Ren, Ren, elu liat kagak itu cewek bohai? Duh, lirikannya aja tajem bener. Gue jadi klepek-klepek, lope seember," pungkas Saka pada Rendi.

"Matanya aja tajem, dompetnya apalagi! Tajir melintir, oi! Gue juga mau kali ngegebet dia," timpal Dimas.

"Kalian yang ngebet ama dia, dianya yang kagak sudi ama kelean bedua!" seru Rendi. Ia menatap pada Diana yang mengisyaratkan untuk mengikuti sang empunya mobil.

Rendi menggeleng sebentar sebelum akhirnya mengangguk mantap. Lantas ia masuk ke dalam, meninggalkan duo kwek-kwek yang masih dimabuk asmara.

Tiba-tiba saja, Bella, datang menghalangi langkah Rendi yang tampak tergesa. "Mau ke mana?"

"Elu ngapain di sini? Kenapa kagak ikut pembekalan di aula?" berondong Rendi.

"Siapa tadi?" tanyanya lagi, antusias.

"Lara."

"Anak siapa? Gue yang keponakan rektor aja masih harus dihukum."

"Investor besar UKLAKA."

Bella mencebik, lantas menggumam sendiri saat Rendi terburu-buru masuk mengikuti arahan sang ketua BEM tadi. "Paling dia nginvest pake duit bokapnya! Eh, kenapa gue nggak kek gitu aja, ya?"

Rendi berhenti tepat di samping mobil yang kacanya diketuk tadi. Ia menunggu sang empunya, tapi yang ditunggu tak kunjung ke luar.

Penasaran, Rendi mencoba mengintip ke dalam. Terlihat jelas, Lara tengah memegangi kepalanya sembari memutar jempol tepat pada area terluar mata yang terpejam.

Sigap, Rendi membuka pintu mobil dan menyejajarkan diri dengan Lara.

"Elu kenapa? Mau gue bantu?"

Mendengar suara laki-laki yang teramat dekat, Lara langsung membuka mata. Keduanya sempat beradu pandang, saling mengunci tatapan dalam diam.

Tiba-tiba saja, semilir angin seolah-olah menjadi lebih dingin dari biasanya. Ada yang berdesir dalam lubuk hati Rendi, sedangkan Lara masih bergeming.

"Elu mau apa?"

Tentu saja pertanyaan Lara membuat Rendi gelagapan. Ia mengerjap-ngerjapkan kedua matanya, lalu kembali berdiri dengan tegak.

"Kalo sakit ke UKS, aja. Ayo, gue anter."

"Nggak perlu." Lara meraih sesuatu dari kulkas mini pada ruang di antara jok mobil. "Gue bawa obat sendiri."

Lantas, Lara langsung menenggak infuse water dari berbagai buah-buahan tropikal. Setelah itu, ia melenggang pergi tanpa memedulikan Rendi yang masih menatapnya penuh emosi.

Sadar bahwa ada yang salah dengan laju jantung yang berdegup tak karuan, Rendi memukul dadanya pelan. "Elu kenapa, Ren?" gumamnya sendiri.

Ia masih menatap punggung Lara yang terbalut kemeja two-tone dengan rok mini berserabut, saat duo kwek-kwek datang dengan berbagai pujian klise.

"Keknya, pake apa pun dia tetep cantik, ya, Ren?"

Tanpa sadar Rendi mengangguk, menyetujui pernyataan Dimas.

"Bahkan wanginya tetep di mari meski orangnya dah jauh pergi. Gue cinta mati padanya wahai Ibu Pertiwi!"

Mendengar celetukan Saka, Rendi dan Dimas langsung melenggang pergi. Keduanya sempat mencebik pada laki-laki dengan postur tubuh kurus nan tinggi itu akibat ucapannya yang dinilai berlebihan.

"Kalian nggak akan tau rasanya, Brai! Oh, Lara, gue bakal dapetin elu nanti! Nggak mau tau gimana caranya, elu bakalan ngejar-ngejar gue sampek ke ujung bumi!"

Dimas dan Rendi yang menoleh pada Saka pun tampak menegang seketika, saat mendapati Lara berada di balik punggung sang kawan. Meski tanpa ekspresi, tapi sikapnya arogan dan tak banyak bicara malah membuat wajahnya, tatapan matanya sering disalahartikan.

Seketika, Lara berdeham dan menatap tajam pada Saka yang sontak terdiam. Ia melewati Saka sembari merogoh sesuatu dari dalam tas jinjing berwarna senada dengan kemeja.

Diletakkannya sebuah cermin kecil tepat di depan wajah Saka. "Ngaca dulu."

Saka yang melihat kesempatan emas, lantas hendak meraih cermin sembari memegang lengan Lara. Sayangnya, cermin dijatuhkan tepat sebelum Saka melancarkan aksinya.

Prang!

Saka lantas berjongkok sembari memunguti pecahan kaca.

"Elu di bawah, gue di atas. Jan kelamaan ngimpi!"

Trio kwek-kwek itu tertegun sejenak. Bahkan, hingga mobil dengan interior dewa itu hilang dari pandangan semua orang, Saka masih dalam posisi jongkok di tempat yang sama.

Rendi dan Dimas yang sadar akan ucapan Lara yang menyakitkan, lantas mendekati Saka perlahan.

"Jan dimasukin hati, Gaes," hibur Dimas yang menepuk bahu Saka.

"Sak, lain kali kalo ngimpi jan di siang bolong!"

"Biru muda, Bro!" seru Saka girang.

"Apaan?" tanya Dimas dan Rendi bersamaan.

"Nggak apa lah, gue dihina. Yang penting gue punya bahan buat nganu ntar malem!"

Tawa Saka pun menggema, memecah konsentrasi Dimas dan Rendi yang masih tak kunjung paham. Namun, sedetik kemudian Dimas menepuk dahinya pelan.

"Harusnya gue juga tau tadi kalo tetep Deket elu!"

Rendi yang masih diperam bingung pun mengangkat dagu pada Dimas, menuntut penjelasan.

"Sempak dia, Ren!"

"G-string, Bro!" pekik Saka penuh kemenangan.

Ira Yusran

Hayooo, siapa yang pernah diginiin? Aku tuh dulu pas SMA sering liatin kakak kelas yang cantik diginiin. Mayan drama gratisan. Wkwkwk

| 1
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ivan Haws
author cantik juga kayaknya........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terpaksa Jadi Pacar   Tak Lagi Terpaksa

    Lara baru saja tiba setelah mengadakan pertemuan terkait dengan usaha baru yang akan dirintis olehnya, saat ponselnya berdering keras. Dilihatnya nama pada layar ponsel, Montir Bastard.Ia tergelak sebentar. Memang inginnya nama Ari tak dirubah. Ia berharap itu akan menjadi kenangan berharga.Lekas diangkatnya perminaan vidio call dari sang kekasih. Lantas, sembari membuka blazer diharapkannya ponsel dengan bantuan bantal sebagai sanggahan."Kenapa?" tanya Lara, menuntut."Lah! Ditelepon tanya kenapa. Salam dulu, kek. Sayang-sayangan dulu gitu," jawab Ari di seberang. "Keknya lagi sibuk bener, ya? Empat hari enggak ketemu jadi miss you mss you."Mendengar pelafalan bahasa Inggris Ari yang fasih tetapi direka cadel, tentu membuat Lara terbahak. Apalagi keduanya memang belum sempat bertemu sejak pertemuan terakhir mereka."Iya, ya? Tapi enggak apa, gue sibuk bu

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kembali Pulang

    Pelan, Ari berjalan masuk ke gedung salah satu pencakar langit di Jakarta. Beberapa kali, matanya mengawasi sekitar. Lantas, ia berhenti tepat di meja penerima tamu."Ada yang bisa kami bantu?"Ari tergemap. Lantas, ia mengutarakan maksudnya datang ke sana. "Saya mau bertemu dengan Pak Bachtiar, Mbak."Sang resepsionis pun mengernyit, lantas menatap tajam pada Ari. "Anda sudah buat janji temu?"Ari menggeleng. "Harus, ya?""Bapak Bachtiar tidak menerima tamu sembarang, Pak. Usahakan punya janji temu dulu, ya."Sudah tiga hari ini, Ari selalu mendatangi salah satu kantor pusat permainan ternama. Bukan untuk mendapat pekerjaan, tetapi ia ingin bertemu langsung dengan ayahnya Lara.Sudah berulang kali ia mencoba menelepon, meminta janji temu untuk sang calon mertua. Akan tetapi, ia ditolak mentah-mentah saat ditanya maksud tujuannya.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Terkuak

    "Ren, bisa ngomong sebentar?"Pintu diketuk Ari pelan, lantas tak lama suara anak kunci diputar pun terdengar. Rendi yang merasa aneh dengan tingkah sang kakak langsung menyadari ada hal yang ingin dibicarakan."Ada apa, sih? Kalo elu sopan gini, gue jadi takut."Ari terkekeh sebentar, lantas ia mengambil duduk pada bean bag terdekat. Diambilnya pula berkas-berkas yang sudah dilipat dalam saku hoodienya."Beberapa hal yang enggak bisa kita kuasai kadang bikin kita marah sama keadaan. Marah sama kenyataan. Aku ... sama."Rendi mengernyit, lantas mencondongkan tubuhnya ke arah sang kakak. "Enggak usah berbelit-belit, Ri. Ngomong aja. Kek sama siapa, aja! Elu mau nikahin Lara? Atau mau jadiin gue bridesman?"Rendi mengulum senyumnya. Ia tahu betul, jika suasana melow dari Ari membawa kabar buruk. Maka dari itu, ia berusaha untuk mencairkan suasana.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Yakin Dulu

    "Maksud elu gimana?"Demi melihat Lara yang menanap, Ari pun beranjak. Ia juga tengah terkejut dengan fakta yang ada. Belum lagi mengenai ucapan Supri yang kian membuat Ari bingung bukan kepalang."Aku juga enggak ngerti, Ra."Ari mengambil beberapa berkas dari tas selempangnya. Lantas, diberikannya pada Lara tanpa ragu.Perlahan, Lara membuka berkas yang ada. Untuk sejenak, ia memejam. Lantas, menarik Ari untuk duduk di sampingnya. "Ini bukan salah elu ataupun Rendi. Ini adalah takdir. Sekuat apa pun elu nolak, tetap saja ini adalah akhirnya."Ari menggeleng, lalu meraih gambar yang pernah dilihatnya di ponsel Tarissa. "Ini Tarissa. Orang yang sebelumnya nganggep aku kebahagiaannya. Terus, tiba-tiba aku hadir dan ngomong, aku kakakmu. Gila!"Lara mencengkeram lengan Ari lantas menatapnya lekat-lekat. "Katakan saja pada Rendi. Bagaimanapun juga, Rendi harus t

  • Terpaksa Jadi Pacar   Bukan satu-satunya

    Di dalam kamar, Rendi, Ari dan Lara tengah sarapan bersama. Beberapa kali candaan dilempar kala tahu Rendi tengah melakukan aksi mukbang secara live pada penonton setianya: Lalita.Rendi yang tahan malu pun tak mengindahkan cibiran sang kakak dan Lara. Meski begitu, Lalita yang juga melakukan hal yang sama ingin segera mengakhiri panggilan."Jangan gitu, Ta, biarin aja wis kalian saling mukbang. Dan gue di sini sama Ari saling nyindirin kalian! Ha ha ha!"Lalita telah memerah wajahnya di depan kamera, sedangkan Rendi tak ingin acara saban paginya rusak gara-gara Lara."Mending elu pergi dah dari sini, Ra! Gangguin aja!"Mendengar dirinya diusir, Lara pun berkacak pinggang. "Hello! Ini kamar cowok gue! Harusnya elu yang minggat!""Lah, cuma cowok, 'kan? Belum jadi suami, kan? Gue yang lebih berhak!" jawab Rendi sekenanya."Lah, elu siapany

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kapok

    Lara sedang mengadakan pertemuan penting di salah satu anak perusahaan yang dikelolanya bersama Eiffor. Dari sana, ia akan mendapat banyak relasi demi menciptakan usaha Ari yang baru. Beberapa pengusaha setuju bekerja sama. Mulai dari kontraktor hingga bagian periklanan. Beberapa kali, Lara melirik ponselnya yang terus bergetar. Meksi begitu, bagaimanapun juga ia harus mengabaikan. Pertemuan itu lebih penting dari segalanya. Terlebih, untuk membangun masa depannya bersama Ari di kemudian hari. Usai meeting, Lara langsung menelepon balik sang kekasih. Kali ini, bukan hanya penggilannya yang tak dijawab. Ponsel Ari pun tak lagi dapat dihubungi. Lara cemas, dengan cepat ia berlari menuruni anak tangga menuju ke parkiran. Dilajukannya mobil berwarna hijau metalik dengan tergesa. Ada perasaan tak nyaman yang kini berkelindan. Apalagi, sebelumnya Ari ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status