"Reina, tidak sia-sia kita bekerja! Uang gajih ini telah membayar rasa lelahku selama satu bulan lamanya'' ujar Agustina dengan sumringah.Reina menatap wajah beberapa karyawan yang juga terlihat begitu bahagia kecuali dirinya. Disaat yang lain mendapatkan bayaran di akhir bulan, mengapa ia belum mendapatkannya? Ingin protes tapi ia malu tuk mengatakannya. Ditambah Reina merasa malas harus berhadapan dengan orang kepercayaan suaminya itu. "Ayo kita ke kafe malam ini buat merayakan!" ajak Agustina pada Reina."A-aku belum bisa ikut..." lirih Reina. Agustina menatap wajah Reina dengan rasa heran, tak seperti biasannya Reina menolak ajakannya itu. Dengan rasa penasaran, Agustina mencoba menanyakan alasan Reina menolak ajakannya tersebut. Dengan jujur Reina mengaku bahwa ia belum menerima haknya. Agustina terkejut dan sesekali menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kamu harus tegas sama Centini! Biar dia tak seenaknya kayak gitu. Apalagi kamu kan istri Ceo, pasti dia gak akan berani memecat ka
“Tutup mulutmu!” seru Agustina.”Kenapa kalian tega dengan Reina? Apa salahnya pada kalian sehingga Reina harus dipecat seperti itu!” seru wanita muda berkemeja putih dengan rambut pendek tergerai.Rosa langsung meraih tangannya dan menyisipkan beberapa selembar uang merah, “Kau butuh ini juga kan?” Seketika wanita muda itu melempar uangnya hingga uang-uang tersebut berjatuhan di lantai, ”Saya tidak seperti kalian!” tegasnya sembari berlalu.Rosa langsung cemas, wajahnya mulai memerah! Ia takut jika kejahatannya terbongkar detik ini juga. Rosa melirik Agustina yang masih terpaku, ”Bagaimana ini? Jika Intan mengadu pada Pak Angga, maka habislah kita!!!” “Kita harus berbuat sesuatu!" tegas Agustina.“Apa rencanamu? Cepatlah, beritahu aku!” seru Rosa.***“Hallo? Reina, ada hal penting yang ingin saya sampaikan ke kamu. Tapi saat ini saya mau menyelesaikan pekerjaanku dulu, nanti setelah pekerjaan ini sudah selesai, saya akan mampir ke rumah kamu” Intan mematikan telepon dan kembali bek
"Nihhh uangnya sudah saya bagi rata! Selebihnya silahkan dihitung sendiri!" seru Agustina.Rosa meraih uang itu dan mulai menghitung, "Sudah pas!" serunya. Lalu Rosa menaruh uangnya ke dalam tas dengan raut wajah tak senang."Apa dia bakalan ngelaporin kita ke polisi?" tanya Rosa.Agustina terkekeh mendengar pertanyaan Rosa yang masih ragu. Agustina menenggak minuman manis ia baru saja mereka beli di Indomaret terdekat. Merasakan rasa yang enak, Agustina memilih untuk menikmatinya. Sementara Rosa, ada perasaan takut yang tengah menghantui pikirannya. Terlebih, ia tidak ingin masuk penjara dan meninggalkan anaknya yang masih berumur tiga bulanan."Sebaiknya kau buang jauh-jauh sifat pengecutmu itu Rosa! Lagian kita sudah memegang ini, dia tak akan berani macam-macam" ujar Agustina, ia menunjukkan sebuah kamera Canon yang sedari tadi ada didalam tas kerjanya."Benar juga! Kamu memang cerdik" puji Rosa.Keduanya tertawa atas penderitaan orang lain. Mereka bahkan tak memiliki rasa kasihan
“Anakku, Mama sangat khawatir melihat kamu terbaring lemah seperti ini. Mama tidak bisa membayangkan bila kamu pergi meninggalkan Mama seorang diri...” lirih Anum mama dari Reina.Ujang berada disamping sang istri dengan wajah tak kalah cemas. Terlebih saat ia mendapatkan sebuah fakta yang sangat sulit untuk diterima. Dokter telah memvonis Reina, bahwa ada tumor yang mencurigakan tengah berada di dalam tubuh beberapa putri semata wayangnya itu. Hanya saja dokter belum dapat memastikan seberapa berbahayanya tumor-tumor tersebut karena proses mendiagnosis harus memerlukan beberapa rangkaian pemeriksaan. Karenanya Dokter menyarankan kepada kedua orang tua Reina untuk memberikan kondisi Reina secara rutin.Dokter, kira-kira berapa biaya yang harus kami keluarkan untuk pengobatan putri kami?” tanya Ujang.“Untuk informasi pembayaran silahkan bapak bertanya pada penjaga administrasi” ujar dokter sembari berlalu.Anum tak henti-henti memeluk tubuh Reina yang tak sadarkan diri. Ia tak ingin pu
“Kalian mau ngapain sih!” pekik Intan saat Agustina dan dan Rosa menarik tangannya dengan kasar. “Mau apa? Ha! Kami ingin meminta uang!” bentak Agustina.”Uang? Apa maksudmu? Perasaan saya tidak memiliki hutang pada siapapun. Apalagi sama setan-setan macam kalian!” seru Intan.PLAKTamparan keras mengenai pipi Intan, rasa yang begitu perih membuatnya merintih. Intan merasa heran dengan perbuatan mereka yang tidak masuk akal kepadanya, “Kalian jahat!” teriaknya sembari mengusap pipinya yang masih sakit.“Kami itu tidak jahat tapi kami butuh uang! Kau mau video itu kesebar? Mau dibawa kemana wajahmu yang dekil kek gitu!” seru Agustina.“Sudah deh... Lebih baik kamu lihat video ini dulu biar bisa berpikir cepat” Rosa menunjukkannya ponselnya di dekat Intan. Bola matanya terbelalak tak percaya dengan apa yang ia lihat. Sebuah adegan panas diperankan oleh wanita muda berambut pendek sedang bergulat pada om-om di atas ranjang. Adegan demi adegan terpampang dengan jelas! Tak bisa Intan pung
Hari ini tepat tanggal merah menjadi hari yang baik untuk Reina karena akan segera cabut dari rumah sakit yang telah membuatnya tak nyaman berada di sana. Selalu mencium bau obat-obatan, mendapatkan bubur yang rasanya tawar bukanlah hal menyenangkan bagi siapapun yang tengah sakit. Kini, Reina bisa kembali menatap langit dengan bebas tanpa mencium lagi aroma obat-obatan..“Mari Bu, biar saya yang menaruhnya" terlihat seorang bapak-bapak paruh baya berpakaian kemeja dan dasi. Wajahnya sudah tak lagi muda, namun terlihat begitu cekatan. Ia mengangkat semua barang-barang milik Reina dan menaruh semua barang tersebut ke bagasi mobil.“Terimakasih Pak Kasim” ujar Reina.“Sama-sama Bu. Awas hati-hati!” Pak Kasim membantu Reina untuk masuk ke dalam mobil.Reina duduk di depan berdampingan dengan kursi pengemudi. Setelah dirasa aman, Pak Kasim langsung masuk ke dalam mobil dan mulai mengemudi dalam kecepatan normal. Reina yang baru membaik tak terlalu banyak bergerak atupun berbicara dan memi
Malam ini terasa begitu dingin. Hal ini disebabkan karena hujan deras yang sedari tadi mengguyur kota Jakarta dimulai dari tadi sore hingga jam 12:00 Malam. Pinka dan Pinky juga tak kunjung tidur yang mau tidak mau Reina yang saat ini mendampingi mereka harus ikut bergadang juga.“Ibu Reina, besok pagi apa Ibu Reina sibuk?” tanya Pinky.”Humm... Mengapa kamu menanyakan hal itu?” tanya Reina.”Besok kan hari Minggu, pasti libur” sahut Pinka yang asik menyusur boneka Barbie kesayangannya.“Oh, kalau begitu kita bisa mengunjungi Mama. ke rumah sakit! Bareng Papa dan Ibu Reina juga!” Pinky terlihat begitu penuh bersemangat namun membuat Reina mendadak cemas.“Ibu Reina, ayo ikut sama kita ya ke rumah sakit. Pasti Mama kita bakalan senang melihat Ibu juga ikut menjenguk” ujar Pinka, bocah itu menaruh sebuah harapan kecil pada diri Reina.“A-aku...” KREAG~Pintu kamar tiba-tiba terbuka, menunjukkan wajah seseorang dari balik pintu tersebut. Angga datang dengan tepat waktu membuat Reina sed
"Hai Tante!” Pinky menyapa Centini yang sudah membuka pintu. “Hai juga anak manis!” sapa Centini.“Pinky, dimana Papa kamu?” tanya Centini.”Papa ada didalam mobil, ayo Tante ikut aku ke sana” Pinky meraih tangan Centini untuk segera menunju ke arah mobil.Centini sumringah saat melihat Angga, namun hatinya merasa kurang bahagia. Melihat kedua anak yang beresiko menggagalkan rencananya, Centini menjadi harus berpura-pura baik. Pinky masuk ke dalam mobil sementara Centini masih berdiri mematung di luar. ”Centini, ayo masuklah!!” suara Angga terdengar lembut namun mampu membuat lamunan wanita muda di dekatnya menjadi fokus.”Iya, aku masuk sekarang" sahut Centini.Angga mulai menyalakan mobil BMW yang baru satu bulan ia beli. Bukan karena perlu namun memang karena hobi. Di bagasi mobil pribadinya saja sudah ada sepuluh mobil yang tersimpan dengan rapih. Semuanya juga termasuk mobil bermerek. Tak jarang, Angga dengan senantiasa meminjamkan mobilnya itu bagi siapapun yang sedang memerlu