Seiring berjalannya waktu, Reina dan Angga mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Reina dengan kepolosannya dan Angga dengan kerentanannya membuka diri satu sama lain. Mereka menemukan kesamaan dalam mimpi dan aspirasi mereka, dan lambat laun, Angga mulai merasa bahwa ada sesuatu yang berbeda dengan hubungan mereka.Walau awalnya ragu, Angga terkejut dengan bagaimana Reina mampu melihat kebaikan dalam dirinya bahkan ketika dia tidak bisa melihatnya sendiri. Melalui setiap cerita yang mereka bagikan, setiap senyuman yang mereka berikan, Angga mulai merasakan dirinya terhubung dengan Reina lebih dari yang pernah dia bayangkan."Apakah saya telah jatuh hati padanya?" gumam Angga dalam hatinya."Nanti malam akan aku utarakan perasaan ini. Semoga saja, Reina juga memiliki perasaan yang sama"***Di sebuah kafe yang hangat, Angga menatap mata Reina dengan penuh keyakinan. Dia berbicara dengan jujur tentang perasaannya yang tumbuh untuknya, tentang bagaimana Reina telah mengubah hidu
Di ruang tunggu perusahaan, Dirgantara menunggu dengan tegang. Namun, ketika dia dipanggil untuk wawancara, dia mengubah ketegangan menjadi semangat. Dia memasuki ruang wawancara dengan percaya diri dan senyuman di wajahnya, "Saya pasti bisa hidup mandiri" gumamnya dalam hati. Selama wawancara, Dirgantara mengesankan Centini dengan pengetahuannya yang luas tentang teknologi dan trik-trik berbinis. pengalaman proyek yang relevan, dan keinginannya yang tulus untuk berkontribusi pada perusahaan. Dia menjawab setiap pertanyaan dengan percaya diri dan memberikan contoh konkret tentang kemampuannya. Setelah wawancara selesai, Dirgantara meninggalkan ruang wawancara dengan perasaan puas. Dia percaya bahwa dia telah memberikan yang terbaik dari dirinya dan langsung diterima! Beberapa karyawan mulai mendekatinya terutama para wanita. Mereka terpesona melihat rupa dari seorang Dirgantara. Bahkan, Rosa pun secara blak-blakan mendekatinya dan meminta nomor whatsaapnya. Hanya saja, Dirgantara men
Dirgantara sudah mulai terbiasa dengan lingkungan baru di sekitarnya. Bahkan, sekarang ia menjadi akrab dengan beberapa rekan kerja yang laki-laki. Saat dirgantara dan yang lainnya asyik mengobrol tanpa ada angin tiba-tiba Reina datang. Hal ini membuatnya terkesima dan tak percaya! Begitupun dengan Reina yang tak kalah terkejut.“Kamu...?” Anya menunjuk dirgantara yang masih terpaku.Rosa berpura-pura batuk dan berbarengan dengan itu, Angga datang dan lalu mencairkan suasana. Ternyata, Reina datang ke kantor hanya memberikan sarapan siang untuk suaminya.“Apa? Kalian suami istri?” ucap Dirgantara tak percaya.“Benar! Reina adalah istri saya dan Reina perkenalkan dia adalah Dirgantara, karyawan baru yang berhasil mengembangkan proyek kita” ucap Rangga dengan penuh kekaguman.Mendengar hal itu Reina tersenyum. Sebuah senyuman tulus yang mampu menusuk perasaan Dirgantara saat ini. “P–permisi Pak! Saya ingin kebelakang–” ucap Dirgantara dengan terburu-buru.Tak ada yang menaruh curiga ap
“Yuna, kamu lihat aku! Kamu harus kuat demi aku!” pinta seorang wanita muda yang terlihat begitu gelisah. Terlihat seorang wanita cantik tengah terbaring di atas tempat tidur dalam keadaan lemah dan pergelangan tangan kirinya tertancap selang infus. “Aku sudah tidak tahan lagi menahan rasa sakit di sekujur tubuhku dan rasanya umurku tidak akan lama lagi …” lirih wanita yang terbaring tersebut. “Kamu ini ngomong apa sih Yun? Aku tidak suka kamu bicara yang tidak-tidak!” seru Reina. “Reina, terimakasih karena selama ini kamu telah sabar menemani aku yang sakit-sakitan ini. Disaat temanku yang lain menghilang dan menyerah, hanya kamu saja yang masih setia berteman denganku. Reina, aku boleh minta sesuatu sama kamu?” tanya Yuna pada Reina. Reina mengangguk lalu bertanya, “Katakanlah, Yun, akan aku kabulkan,” ujar Reina sambil terisak. Yuna tersenyum, berusaha mengumpulkan tenaga untuk meraih tangan Reina di dekat dirinya. Raut wajahnya terlihat begitu serius yang membuat Reina menjad
Pernikahan mereka pun diadakan dengan apa adanya karena acaranya diadakan sangat mendadak. Meskipun demikian, kemewahan dan nuansa konglomerat sangat melekat pada diri Angga. Hal ini membuat kedua orang tua Reina terlihat sumringah dan merasa kehidupan mereka saat ini akan berbanding terbalik dengan kehidupan sebelum-sebelumnya. Sejak dulu mereka sangat menginginkan mempunyai menantu yang kaya raya agar bisa hidup dengan kemewahan. Meskipun saat ini putrinya yang masih perawan itu menikah dengan seorang duda beranak dua bukanlah menjadi masalah bagi kehidupan mereka.“Wahhh Pak Ujang beruntung sekali dapat menantu kaya raya!” celoteh Farhat, tetangga Ujang.“Makanya kalau punya anak suruh kerja di kantor-kantor biar bisa dekat sama orang kantoran juga dan kalau beruntung bisa dapat bos di kantor tempat anak kita bekerja”” ujar Ujang dengan bangga.Sementara itu, hati Reina serasa dicabik-cabik. Ingin ia menangis namun bahkan air matanya pun tak dapat keluar detik ini juga hingga acara
“Maaf, saya hanya ingin memberikan laporan hasil keputusan rapat pagi tadi” ujar Reina, matanya sesekali melirik Angga secara diam-diam.“Wah! Baru kali ini saya melihat istri atasan malah melayani sekretaris” celoteh Centini, sembari meraih berkas tersebut, “Terimakasih Bu Reina” Reina membalasnya dengan senyuman tipis. Sementara itu Angga angkat bicara, “Centini, tolong infokan ke saya apabila berkas proyeknya telah selesai, dan Reina, ikutlah dengan saya” ujar Angga sembari berlalu.Reina mengangguk pelan dan berjalan mengikuti Angga dari arah belakang. Beberapa karyawan melihatnya, ada yang merasa iri karena Reina yang baru bekerja di perusahaan Hanum, dari karyawan biasa kini begitu mudahnya menjadi istri CEO di perusahaan. Saat masuk ke dalam ruangan, Angga pun memintanya untuk tetap bekerja seperti karyawan pada umumnya dan posisi Reina tetaplah sebagai karyawan biasa. Mendengar itu, Reina hanya mengangguk tanpa berani berpendapat.Hingga jam pulang kantor pun tiba, Agustina da
Setelah menghabiskan waktu selama sejam lebih akhirnya Reina pun selesai memasak. Aroma masakannya mengunggah selera hingga dapat tercium dari berbagai penjuru ruangan di rumah yang bak menyerupai istana. Tak terkecuali dengan Pinka yang saat ini terbangun lebih awal karena ingin buang air kecil di kamar mandi yang jaraknya bersebelahan dengan area dapur. “Enaknya” ujar Pinka, bocah yang menggemaskan ini berjalan ke arah sumber aroma yang berhasil membuat perut mungilnya keroncongan. Saat berada di dekat pintu dapur, Pinka melihat ibu sambungnya di dalam dapur. Dengan terburu-buru ia melewati dapur dan masuk ke dalam kamar mandi.“Ibu!” sapa Pinka yang saat ini sudah menghampiri Reina di dapur.“Hai, Sayang” balas Reina sembari mencium pipi chubby Pinka dengan gemas.“Ibu lagi buat apa di dapur?” tanya Pinka sekali lagi.“Ibu lagi masak nasi goreng, nih sudah selesai” ujar Reina dengan ramah. “Wah... Pinka jadi lapar” ujar Pinka.“Iya sayang, sekarang Ibu Reina mau taruh ini dulu di
Angga menghampiri Reina yang kebetulan sibuk mencuci pakai didalam kamar mandi. Suasana di ruangan itu terlihat begitu hening. Sedangkan kedua putrinya sedang berada di taman kanak-kanak, menikmati proses bermain dan belajar sebelum memasuki usia sekolah dasar. Singkat cerita, Angga mengetuk pintu dan membukanya secara perlahan-lahan. Reina tersenyum kearahnya dengan wajah yang memucat. Mungkin saja Angga mengira Reina kecapean melakukan rutinitas selayaknya ibu rumah tangga lainnya. Padahal, dirumah mereka sudah ada dua pembantu dan satu satpam. Hanya saja, ketiga orang tersebut seringkali meminta izin untuk pulang ke kampung halamannya masing-masing. Entah karena ada alasan upacara, anak sakit atau lain sebagainya.“Maaf Reina, saya telah mengganggu aktivitas kamu” ujar Angga. Ia berdiri sedangkan Reina masih berjongkok. Reina mulai berdiri dan kini tepat sekali berhadapan dengan Angga. Keduanya saling bertatapan. “Nanti sore apa kamu sibuk?”tanya Angga. "Tidak, memangnya ada apa