“Lohh, mommy? Sejak kapan di sini?”Vindry mencoba untuk bangkit dibantu oleh Mommy, dan duduk bersandar. Untung saja tadi pagi ia sudah mandi dan berpakaian lengkap, kalau tidak? Sudah dipastikan akan malu.Mommy tersenyum manis, memberikan segelas coklat hangat kepada menantunya. Vindry menerimanya dengan kedua tangan, dan tersenyum manis kepada Mommy. Perempuan itu meneguk coklat hangat, hanya sedikit dan diambil alih oleh Mommy.“Kamu lelah banget yaa?” tanya Mommy, mengerti dengan kondisi tubuh Vindry yang seperti tidak memiliki tenaga. Vindry hanya tersenyum tipis.“Lumayan, Mom. Sempat ketemu dengan Kendrick?” tanya Vindry, diangguki oleh Mommy. Tentu saja membuat Vindry mengulum bibir karena takut jika dicap sebagai menantu yang tidak sopan.Vindry melirik tipis jam dinding yang menunjukkan pukul 11:30, meringis pelan karena bangun siang hari. Ia menatap Mommy yang tersenyum manis.“Gapapa, tadi Kendrick bilang soalnya kalau kalian sedang berusaha untuk ngewujudin apa yang mom
“Ada apa? Tidak terjadi sesuatu, kan?”Kendrick menatap seluruh anggota keluarga di ruang tamu. Kedua orangtuanya, kedua orangtua Vindry dan Erlangga. Satu anggota keluarga yang membuatnya sedikit bingung, karena kehadirannya saat ini benar-benar membuatnya berfikiran negative.Erlangga menghampiri Kendrick yang menaikkan sebelah alis.“Kau kenal dengan nomor ini?” tanya Erlangga, memberikan ponsel milik Vindry kepada Kendrick.Kendrick menerimanya, memperhatikan dengan baik nomor yang tertera di layar ponselnya. Nomor asing, lalu memfokuskan atensinya kepada sebuah pesan yang dikirimkan oleh nomor tersebut.Kendrick meremat ponsel milik istrinya, dan segera pergi ke kamarnya untuk melihat kondisi Vindry. Diikuti oleh yang lainnya.Kendrick membuka pintu kamarnya dan menatap Vindry yang sedang terlelap. Ia menghampiri Vindry dan duduk di sisi kirinya. Dirinya menatap Erlangga yang berdiri di dekatnya.“Dokter mengatakan, istrimu sedang hamil satu minggu, dan bertepatan sama pesan y
“Berapa project yang akan kau buat dalam lima bulan kedepan?”Kendrick menatap Vindry yang duduk di sisi kanannya, sedangkan istrinya itu bergumam dan menghitung jarak waktu project pertama ke project ke dua, dan seterusnya. Vindry mengangkat jemarinya empat ke udara, tersenyum manis kepada Kendrick, berharap suaminya mengerti.“Project pertama ini selesai syuting, lanjut proses pemilihan aktor dan aktris. Jadi, pas project pertama masuk ke tahap editing, aku mempersiapkan project selanjutnya,” jelas Vindry menatap Kendrick yang hanya menampilkan wajah datar.“Dalam lima bulan, kau akan mengerjakan empat project?” tanya Kendrick, diangguki oleh Vindry. Sudah dipastikan, Kendrick menatap tajam istrinya dan berkata, “Tidak. Kau hanya boleh mengambil dua project.”Vindry mengerucutkan bibir, memang sudah memprediksi jika suaminya itu tidak akan mengijinkannya. Mengobrol berdua, hanya berdua dengan suaminya memang sedikit menguras emosinya, tetapi jika keluarga ikut campur dalam urusan me
“Lalu, aku tidak menggunakan pengharum badan?”Kendrick menatap Vindry yang duduk di ranjang dengan bersidekap dada dan menyipitkan mata kepadanya. Istrinya itu lebih sensitive daripada biasanya, dan Kendrick tidak mempermasalahkan.“Ya. Memangnya parfum sepenting itu?” tanya Vindry dengan tidak santai, ia kesal karena dari jam tiga pagi sudah tidak bisa tertidur karena laper terus hingga saat ini, sedanngkan tadi Kendrick sudah memasak untuknya.Kendrick menatap Vindry dengan melipat lengan kemejanya dan memfokuskan atensinya hanya kepada Vindry.“Aku selalu bertemu dengan orang penting, jika aku tidak menggunakan parfum membuatku terlihat tidak keren, Vindry.”Vindry turun dari ranjang, dan menghampiri suaminya untuk membantu merapihkan pakaian Kendrick. Setelah rapih, ia tersenyum manis, “Kau sudah keren,” ucapnya. Ia menghirup aroma tubuh Kendrick, “Wangi kok tanpa kau pakai pengharum badan,” lanjutnya.Kendrick memikirkan satu hal, jika ia tidak menggunakan parfum akan dicurig
“Apa? Minta ijin buat datang besok?”Vindry mengangguk semangat, tersenyum manis kepada suaminya yang sedang menyeruput kopi buatannya. Ia harus datang besok untuk melihat secara langsung talent yang berhasil masuk ke babak dua.“Boleh yayaya? Audisinya juga di kantor saja, tidak pindah-pindah tempat. Setelah selesai, aku langsung pulang.”Kendrick hanya bergeming, tidak menanggapi apa yang dikatakan oleh istrinya. Ia memilih untuk menatap layar ponselnya, lalu menyipitkan kedua matanya saat sebuah pesan masuk dan terletak paling atas diantara pesan yang lainnya.Vindry mengerucutkan bibirnya, “Kendrickk, boleh yaa?” tanyanya, masih berusaha untuk membujuk suaminya agar mengijinkan dirinya untuk datang ke kantor esok hari.Kendrick membuka pesan tersebut, menaikkan sebelah alisnya lalu terbit smirk smile. Tentu saja membuat Vindry menyipitkan kedua matanya, perubahan ekspresi Kendrick membuat Vindry menaruh curiga.Vindry melirik ke layar ponsel milik Kendrick, tetapi seketika layar t
“It’s okay, Kendrick. Hanya sedikit luka goresan saja, nanti juga sembuh.”Vindry mencoba untuk menenangkan suaminya yang sedang menghubungi seseorang untuk mencari pelaku pemecah kaca rumahnya. Sebuah batu cukup besar sengaja dilemparkan kea rah jendela dekat ruang makan, posisi meja makan yang cukup dekat dengan kaca, membuat serpihan kaca mengenai lengan Vindry.Erlangga duduk di sisi ranjang, memperhatikan perban pada lengan kiri sang adik, memang tidak terlalu parah, tetapi cukup membuat semua orang khawatir. Bagaimana tidak? Mereka takut jika itu akan membahayakan nyawa Vindry dan calon bayi.“Kau tidak merasakann apapun?” tanya Erlangga, memperhatikan Vindry yang sedang menatapnya saat ini. Adik satu-satunya itu mengangguk dan tersenyum manis.“Tidak, kak Erlangga. Ya seperti saat aku sedang belajar sepeda, lalu aku terjatuh. Rasanya seperti itu, ya … sedikit perih sih, tapi semuanya okay,” ujar Vindry dengan lembut. Kedua iris mata hazelnya memperhatikan keempat orang dewasa
“VINDRY YEMA YUMNA!”Kendrick menggertakkann giginya karena tidak menemukan Vindry di kamar. Raganya sudah lelah menghadapi situasi di kantor, dan pada saat dirinya tiba di rumah, Vindry menghilang.“Tuan mencari nyonya Vindry?” tanya Bibi pas bertemu dengan Kendrick di tangga, jujur saja … sebenarnya ia takut untuk berbicara dengan Kendrick, lebih tepatnya berhadapan dengan Kendrick yang sedang dalam keadaan tidak bisa disenggol.“Ya. Bibi melihatnya?” tanya Kendrick, menatap wanita paruh baya yang sudah bekerja dengannya hampir lima tahun.“Tadi saya lihat ke arah kolam renang, Tuan.”Kendrick segera melangkahkan kakinya untuk ke kolam renang, sedangkan Bibi hanya menggelengkan kepala, memaklumi sikap tuannya yang terkadang memang membuatnya harus mengelus dada.Kendrick berdiri di ambang pintu, kedua matanya menajam untuk memperhatikan punggung Vindry yang terduduk di pinggir kolam renang dengan kedua kaki masuk ke dalam kolam renang.“Kau sedang apa di sini?” tanya Kendrick dari p
“Kau hari ini memang tidak ada jadwal bertemu dengan klien?”Vindry kembali meyakinkan Kendrick bahwa suaminya itu tidak lupa dengan janji bertemu, ini sudah ketiga kalinya sejak tadi pagi bertanya kepada Kendrick. Sedangkan suaminya itu hanya bergumam sebagai jawaban.“Aku tidak seceroboh itu. Kalau menemanimu, berarti aku sudah memastikan bahwa satu hari itu tidak memiliki janji dengan siapapun,” ujar Kendrick panjang lebar, mungkin sudah bosan dengan pertanyaan dari istrinya itu.Vindry terkekeh, mengusap lengan kekar milik Kendrick, mencoba untuk menurunkan tingkat kekesalan suaminya itu kepadanya.“Aku minta maaf yaa,” ucap Vindry dengan lembut dan tulus, hanya ditanggepi dengan bergumam. Keduanya melangkahkan kaki ke carport, dimana mobil kesayangan Kendrick sudah terparkir di sana.Kendrick membukakan pintu untuk Vindry, dan sang istri segera masuk ke dalam, tidak lupa mengucapkan ‘Terimakasih’. Kendrick menutup kembali pintu mobilnya, tetapi menatap Bibi dan satpam rumahnya.“