Share

3. Katakan Sejujurnya!

Theresia begitu terkejut ketika melihat penampakan Catherine yang baru saja memasuki kamar apartemen kecil mereka.

Wanita itu terlihat tanpa nyawa dan pandangannya juga sangat kosong. 

Keceriaan di wajahnya terlihat pias dan sepertinya dia tidak lagi bisa tersenyum dengan ceria seperti biasanya.

"Apa kau baik-baik saja, Cath?" tanya Theresia yang begitu khawatir pada kondisi sahabatnya.

Catherine tidak menjawab.

Dia berjalan memulai dengan sedikit mengangkang lalu terduduk diam di sofa.

Theresia mengikutinya dan duduk di sebelahnya dengan pandangan begitu cemas.

"Apa semalam sudah terjadi?" tanya wanita itu.

Catherine menoleh ke arah Theresia dengan wajah datarnya. Sejurus kemudian pandangannya kembali ke depan dan dia mengangguk pelan.

Theresia mengerti arti dari jawaban yang diberikan oleh Catherine itu.

Wanita ini kemudian memegang tangan sahabatnya lalu mengelusnya dengan begitu lembut.

"Ini pasti sangat berat bagimu, Cath. Tapi, kau sama sekali tidak punya pilihan. Jadi, untuk sekali ini ikhlaskan semuanya karena ibumu benar-benar membutuhkan biaya yang sangat besar, bukan?" bujuk Theresia.

Tanpa terasa bulir bening jatuh membasahi wajah cantik Catherine. "A-aku merasa kalau sangat kotor, There. Aku ...."

Wanita cantik dengan manik mata coklat keemasan itu kemudian terdiam di tengah isak tangisnya.

Tangisannya kemudian berangsur menjadi pilu seiring dengan perasaannya yang begitu hancur jika mengingat bagaimana pengalaman malam pertamanya bersama dengan pria yang akan menjadi sugar daddy-nya.

"Aku tahu ini sangat berat bagimu, Cath. Apalagi Tuan Markus bukanlah seorang pria sembarangan. Dia adalah seorang billionaire yang memiliki wajah sangat tampan dan sudah menikah tentu saja. Mulai sekarang dia pasti akan menjadikanmu mainannya," ucap Theresia penuh iba.

Catherine menggelengkan kepalanya. "Dia bukan hanya sekedar pria yang akan menjadikanku mainannya, There. Dia adalah seorang pria kejam yang pasti bisa melakukan hal-hal buruk padaku lain waktu. Dia bahkan sudah ...."

Wanita ini kemudian membuka satu kancing kemeja atasnya.

Dia kemudian menunjukkan pada Theresia beberapa titik pada tubuhnya yang berwarna merah.

Mulai dari leher kemudian turun hingga ke dadanya. Belum lagi pada bagian perutnya, semua diperlihatkan pada sahabatnya itu untuk menunjukkan betapa beringasnya seorang Markus Hans.

Theresia menarik tubuh sahabatnya.

Wanita ini kemudian mengelus lembut punggungnya seakan sedang berusaha untuk menenangkannya.

"Sepertinya ini benar-benar membuatmu terkejut, Cathy. Tapi, kau jangan cemas karena tanda merah ini akan hilang dalam beberapa hari saja."

Ucapan Theresia itu sedikit menenangkan hati Catherine. Karena biar bagaimanapun ia yang tidak pernah mendapatkan tanda merah seperti itu, pasti akan terkejut dan tidak tahu harus dilakukan apa dengan tanda merah yang bertengkar dengan begitu mulusnya di kulitnya.

"Apa itu benar?"

"Tentu saja, Cath."

"Kau tidak berbohong padaku?"

"Untuk apa juga aku berbohong?"

Catherine menangis sesenggukan. "Aku sangat takut kalau tanda merah ini tidak akan hilang karena ini terlihat sangat mengerikan di tubuhku."

"Kau tenang saja dan percaya padaku karena aku sudah berpengalaman dalam hal itu, Cath. Ah, kalau bisa menggunakan plester untuk menutupinya kalau misalnya kau akan pergi ke kampus?" tawar Theresia.

Catherine tampak terdiam.

Sepertinya sekarang wanita ini sedang berpikir bagaimana jadinya dia akan memakai plester luka di sekujur tubuhnya yang merah-merah karena bekas hisapan yang begitu keras dari seorang Markus Hans.

Terlebih lagi untuk bagian leher dan dadanya yang pasti akan terlihat ketika dia mengenakan pakaian lengan pendek dengan leher yang sedikit turun.

Catherine kemudian menggelengkan kepalanya. "Sepertinya sampai semua tanda merah ini hilang aku tidak akan pergi ke kampus, There. Lagi pula aku juga tidak ada kuliah dan hanya ada kegiatan kampus yang berkaitan dengan nilai non akademik saja."

Theresia menganggukkan kepalanya. "Semua terserah padamu saja, Cath. Lalu sekarang coba kau ceritakan bagaimana sosok seorang Tuan Markus?"

"Dia adalah seorang pria kasar dan juga sangat dominan, There. Bagaimana bisa kau mengenalkanku pada pria jahat seperti itu?" protes Catherine.

"Karena dia yang mengincarmu terlebih dahulu, Cath. Apa dia sama sekali tidak memberitahumu?" jawab Theresia yang membuat Catherine terbelalak tidak percaya.

***

Di sisi lain, Markus yang telah selesai membersihkan dirinya dan mandi, kini yang hanya memakai piyama mandinya saja kemudian mendekati sang istri.

Leona yang duduk sendirian di balkon kemudian tersenyum ketika melihat bagaimana Markus mendekat ke arahnya dengan tatapan penuh kehangatan.

"Bagaimana bisa istriku yang tercinta duduk sendirian di sini dan mencari angin? Kau bisa masuk angin dan flu, Sayang," bisik Markus yang kemudian mengecup lembut kening sang istri.

Leona menggelengkan kepalanya. "Aku bosan di jalan terus dan sekarang sedang ingin mencari ketenangan dan juga udara segar, Markus."

"Kondisi tubuhmu belum sepenuhnya sembuh, Leona. Jadi, kau tahu kan kalau ini sedikit berbahaya untuk kesehatanmu?" peringat Markus dengan nada bicara yang sangat lembut.

"Iya, aku tahu, Tuan Bawel." Leona tersenyum dengan begitu manis sehingga membuat Markus tidak tahan untuk mengecup bibir istri yang begitu dicintai olehnya itu.

Leona membalas ciuman suaminya meski dalam hatinya sekarang masih penuh dengan tanda tanya akan ketidakadiran Markus semalam di rumah.

Markus bisa menyadari kalau ada sedikit penolakan dari Leona.

Ini tidak seperti biasanya karena Leona adalah seorang wanita agresif yang pasti akan membalas ciumannya ketika Markus mulai menggodanya.

"Apa kau belum sehat?" tanya Markus.

Leona menggelengkan kepalanya. "Aku sudah sehat bahkan jauh lebih sehat dari sebelumnya, Markus."

"Kau tidak sedang mencoba untuk menipuku?" tanya Markus mendesak.

"Menipu? Jangan gunakan bahasa yang menyeramkan seperti itu, Markus!" sahut Leona yang kemudian mengerucutkan bibirnya.

Markus kemudian menarik tubuh sang istri lalu mendekapnya dengan begitu erat. Dia memberikan sentuhan kehangatan dari kecupan yang diberikan pada kening sang istri dan berujung pada pipinya.

Leona hanya pasrah mengikuti bagaimana Markus sekarang yang sedang mencoba untuk bersikap baik padanya. Dia tidak melawan dan berusaha sekuat mungkin untuk tidak bersikap berbeda.

"Kau tahu kan kalau aku sangat mengenali sisi dirimu yang seperti ini? Kalau kau berbeda sedikit saja maka aku akan mengetahuinya, Sayang. Jadi, jangan sembunyikan apa pun dariku," pinta Markus.

Leona tersenyum tipis. "Aku tidak pernah berusaha untuk menyembunyikan satu hal pun darimu, Markus. Justru sepertinya kau yang harus berjanji seperti itu padaku," tantangnya.

Markus mengerutkan keningnya. "Maksudmu?"

"Seperti apa yang kau pernah janjikan padaku dulu, walau aku dan kau susah untuk mendapatkan keturunan, kau akan tetap menyayangiku dan akan berkata jujur kalau kau sudah tidak tahan lagi, Markus. Jadi, sekarang kalau kau memang sudah bosan denganku dan ingin mengatakan sesuatu, katakan saja karena aku sudah siap untuk mendengar semuanya." Dengan bulir bening yang jatuh membasahi pipinya, Leona menatap tajam ke arah suaminya.

Dia sedang berusaha untuk mendapatkan sebuah pengakuan jujur dari bibir yang selama ini selalu mengucapkan kata cinta padanya.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status