Share

2. Firasat Seorang Istri

Catherine sama sekali tidak bisa memaksakan dirinya. Dia yang saat ini sedang ditindih oleh Markus, sepertinya sama sekali tidak memiliki pilihan lain.

Wanita ini sangat ingin pergi dari dekapan hangat pria ini, tetapi semakin dia memberontak maka tubuhnya akan semakin menuntut sesuatu yang lebih lagi dari pria tampan yang sekarang sedang menenangkan dirinya.

"Menangislah saat kau ingin menangis karena untuk kedepannya kau sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk itu!" bisik Markus.

Setelah dengan puas lidahnya menari-nari di sekujur tubuh Catherine, rupanya pria ini masih melakukan hal yang lain.

Catherine tidak tahu karena ini adalah pengalaman pertama baginya.

Di mana dia hanya bisa memasrahkan diri ketika dia telah menyerahkan dirinya kepada seorang Markus, membiarkan pria itu menjamah seluruh tubuhnya.

"Kau adalah sugar baby, Sayang. Kau adalah mainan yang bisa aku permainkan kapan aku inginkan." Markus semakin meringas dengan semua hal yang saat ini sedang menguasai dirinya.

Air mata yang terjatuh dari sudut mata Catherine sama sekali tidak bisa menghentikan aksinya.

Dia mendapatkan seluruh intisari dari seorang wanita yang saat ini sedang memasrahkan diri untuk dilepas keperawanannya.

"Ini adalah keputusanku, jadi aku tidak akan menyesali semua ini sama sekali!" batin Catherine dengan air mata yang terus mengalir deras ketika inti tubuhnya mulai mendapatkan sesuatu yang tidak pernah dialami olehnya sebelumnya.

***

Catherine terbangun dengan rasa sakit yang begitu luar biasa pada sekujur tubuhnya.

Dia tersadar kalau sekarang dia bukanlah seorang wanita dengan keperawanan yang bisa dibanggakan olehnya lagi.

Kini dia ibaratnya sekuntum bunga yang telah habis dihisap seluruh madu dan juga intisarinya.

Wanita itu menatap takjub ke arah dirinya sendiri. Mencoba untuk membiasakan tubuhnya pada luka yang terasa seakan telah merobek sesuatu yang sangat berharga baginya.

"Kau sudah berusaha dengan keras untuk mempertahankan semuanya, Cath. Jangan bersedih karena kau masihlah seorang manusia yang berhak untuk mendapatkan kasih sayang!" Wanita ini mencoba untuk menghibur dirinya sendiri dari rasa sakit yang telah dirasakan olehnya.

Meski agak sedikit kesusahan ketika harus beranjak dari tempat tidur, tetapi sepertinya itu tidak menjadi halangan bagi Catherine untuk segera membersihkan dirinya.

Sosok Markus sama sekali tidak terlihat ada di ruangan ini. Ah, bahkan batang hidungnya sekali pun tidak terlihat.

Pandangan mata Catherine tiba-tiba tertuju pada sebuah kertas di atas meja. Tulisan tangan yang begitu rapi tampak berjejer menghiasi selembar kertas itu.

"Tepati janjimu karena aku sudah memberi apa yang kau butuhkan! Kau adalah milikku Catherine Rudolf!" 

Seperti itulah pesan yang tertulis pada kertas yang didapat oleh Catherine di atas meja.

Kata-kata bernada ancaman yang terdengar begitu menyayat hatinya, seakan kini terngiang seiring dengan kertas yang kemudian diremas oleh Catherine dan dilemparkan begitu saja ke sembarang arah.

"Ya, dia benar karena sekarang aku bukanlah seorang wanita suci lagi. Aku adalah seorang wanita yang berani untuk bertindak dan berhak untuk melakukan apa saja yang aku suka mulai sekarang!"

Setelah menyemangati dirinya sendiri dengan perkataan seperti itu, Catherine kemudian mengambil selembar cek dengan nominal yang begitu luar biasa tertulis di sana.

Seluruh darahnya berdesir seiring dengan tubuhnya yang terasa begitu rontok tulang belulangnya.

Catherine menangis dalam diamnya.

Dia menangisi sesuatu yang begitu menghancurkan hatinya karena dia menjual dirinya sendiri untuk bisa mendapatkan biaya pengobatan sang ibu.

"Hadapi semua ini dengan senyuman, Cath! Kau adalah wanita tangguh dan sekarang kau pasti bisa memanfaatkan semua situasinya dengan baik," ucapnya pelan.

***

Markus sama sekali tidak menyangka kalau dia telah menghabiskan sebuah malam yang luar biasa dengan seorang wanita.

Wanita yang aroma tubuhnya begitu membuat dia candu dan seakan tidak bisa melupakan setiap gerak-gerik dan juga senyuman di wajah cantiknya.

"Walau dia melakukannya karena tertekan, itu sama sekali tidak menjadi masalah besar bagiku yang pasti bisa mendapatkan apa yang aku inginkan darinya lagi." Pria ini kemudian tersenyum menyeringai.

Dia keluar dari mobilnya setelah merapikan jasnya yang berantakan, dan juga rambutnya yang terlihat acak-acakan.

"Leona sama sekali tidak boleh tahu tentang aktivitasku di luar sana semalam," batin Markus. Sebisa mungkin dia membersihkan seluruh sisa-sisa aroma tubuh Catherine pada dirinya.

Pria ini berjalan dengan begitu santai memasuki rumah besarnya.

Dia bisa melihat bagaimana aktivitas pagi yang biasa dilakukan oleh ibunya dengan memandangi taman dan memberi makan burung-burung kecil di sana.

"Morning, Mama. Maaf karena semalam aku tidak pulang," sapa Markus. Pria ini masih bisa bersifat manja pada ibunya.

"Daripada kau bersikap manja pada ibumu sendiri, lebih baik sekarang kau cepat temui Leona. Sejak semalam dia begitu khawatir padamu," suruh sang ibu yang bernama Gendis.

Markus mengganggukan kepalanya setelah memberikan sebuah kecupan pada pipi ibunya. Sesuatu yang biasa dilakukan olehnya untuk menunjukkan kalau dia sangat menyayangi ibu kandungnya itu.

Sesuai dengan apa yang dititahkan oleh ibunya, pria tampan dengan manik mata biru sedalam lautan itu kemudian dengan cepat menuju ke dalam rumah untuk melihat bagaimana kondisi sang istri sekarang.

"Kenapa kau baru pulang sekarang?" Sebuah suara terdengar begitu lembut tampak menyapa kehadiran Markus.

Markus menoleh ke arah sumber suara, lalu tersenyum dengan begitu tulus. "Sayang, maaf karena membuatmu khawatir dengan ketidakpulanganku semalam. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu menunggu."

Wanita bernama Leona itu kemudian menggelengkan kepalanya. "Kau bau alkohol, Markus!" serunya seraya menutup hidung.

"Ah, maaf. Sepertinya aku harus mandi dulu baru memelukmu. Bukan begitu?" goda Markus.

Leona hanya bisa mengusirnya dengan sebuah senyuman yang penuh arti. Dia kemudian merubah ekspresi wajahnya ketika Markus sekarang sudah tidak terlihat lagi.

Wanita ini kemudian berjalan perlahan menuju ke balkon. Tempat di mana dia biasa menghabiskan waktu untuk mencari ketenangan.

"Kau mulai pintar berbohong padaku, Markus." Sembari memejamkan matanya, Leona memegang dadanya karena tahu di sana sangat sakit.

Bohong kalau dikatakan dia tidak bisa mencium aroma tubuh yang terasa begitu asing dari tubuh suaminya.

Bohong juga kalau dia mengatakan kalau dia tidak bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda pada raut wajah suaminya.

Dan, adalah sebuah kebohongan besar kalau dia mengatakan tidak bisa mencium aroma parfum wanita yang terasa begitu asing dari tubuh Markus.

"Aku memang bukan wanita sempurna, Markus. Tapi, kalau kau sekarang mulai mencari kesempurnaan di luar sana, bukankah ini adalah waktu yang tepat untukku mengundurkan diri?" 

Tanpa terasa air mata Leona mengalir dengan begitu deras.

Wanita ini sedang mencoba untuk menahan perasaannya karena dia tahu sesuatu yang seperti badai akan mengguncang rumah tangganya.

"Mungkin memang kau harus menikahi wanita lain yang akan bisa memberimu keturunan ...." Pada akhirnya Leona tidak bisa menahan diri untuk mengucapkan kata-kata yang tidak semestinya pernah diucapkan olehnya. Meski dalam hati sekali pun.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status