Share

Terpaksa Menikahi Tunangan Sahabatku
Terpaksa Menikahi Tunangan Sahabatku
Penulis: Grilsmay

Permintaan terakhir

Penulis: Grilsmay
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-15 14:43:55

Riana berdiri kaku di samping Arga, pria yang kini resmi menjadi suaminya. Di antara suara tawa dan ucapan selamat dari para tamu, Riana hanya bisa merasa terjebak dalam suasana yang tidak diinginkannya. Momen ini, seharusnya menjadi hari bahagia, justru terasa menyesakkan. Ia mengingat wajah sahabatnya, Cinta, yang tidak berdaya di ranjang rumah sakit, meminta Riana untuk menikahi Arga yang merupankan tunangan Cinta sebelum semuanya terlambat. “Dia akan menjaga kamu, Riana. Aku percaya padanya,” kata Cinta dengan suara lemah. Permintaan terakhir itu membekas di hatinya, mendorongnya melangkah ke altar meski hatinya tidak sepenuhnya bersedia.

Sementara itu, Arga berdiri di sampingnya dengan tatapan dingin yang menghindari kontak mata dengannya. Dia menatap tamu-tamu yang bersukacita, sementara Riana merasa seperti boneka dalam pertunjukan yang tidak pernah dia inginkan.

Di sela-sela keramaian pesta, Arga mendekat padanya untuk pertama kalinya sejak upacara dimulai. “Kamu terlihat tidak nyaman,” ucapnya datar, tanpa intonasi ramah atau hangat. Riana terkejut, merasakan sedikit kehangatan dari pernyataan itu, meski disampaikan dengan cara yang dingin.

“Bukankah kita berdua tidak nyaman di sini?” balasnya pelan, berusaha menyembunyikan rasa gugup yang menyeruak.

Arga menghela napas pendek. “Kita hanya perlu menjalani ini untuk malam ini. Besok, kita bisa menjalani hidup masing-masing.”

Kata-kata Arga itu bagai tamparan bagi Riana. Mereka bahkan belum menikah sehari, namun dia sudah bicara tentang menjalani hidup masing-masing. “Itu rencanamu? Menikah tapi hidup seperti orang asing?” tanyanya, berusaha mempertahankan nada suaranya agar tidak terlalu tajam.

Arga menatapnya sebentar, kemudian mengalihkan pandangan kembali ke arah tamu. “Aku tidak pernah menginginkan ini. Dan sepertinya kamu juga tidak.”

Riana terdiam. Dia benar, mereka memang tidak pernah menginginkan ini. Namun, dia tidak bisa mengabaikan permintaan terakhir dari Cinta. ‘Menjaga? Bagaimana mungkin dia akan menjagaku kalau dia saja tidak peduli?’ pikirnya, hatinya bergetar penuh kesedihan.

Saat tamu terakhir meninggalkan pesta, Arga segera berbalik menuju mobil tanpa menunggu Riana. Terpana, Riana pun menyusulnya dengan langkah cepat. Di dalam mobil, keheningan menekan antara mereka. Riana sesekali melirik Arga, berharap dia akan mengatakan sesuatu, tapi pria itu tetap fokus menyetir, tanpa ekspresi di wajahnya.

“Kamu memang tidak bisa sedikit berpura-pura hangat, ya?” ujar Riana akhirnya, tidak tahan dengan kesunyian di antara mereka.

Arga mengangkat sebelah alis. “Berpura-pura? Untuk apa? Kita berdua tahu pernikahan ini tidak lebih dari formalitas.”

Riana terkesiap mendengar nada bicaranya. “Tapi ini tetap pernikahan, Arga. Bukan sekadar transaksi.”

Arga menekan rem mendadak, menghentikan mobil di pinggir jalan. Dia menoleh padanya, tatapannya tajam. “Kalau begitu, kenapa kamu setuju?”

Pertanyaan itu menusuk Riana. Ia tidak bisa menjawab, hanya menatap Arga dalam kebingungan. “Aku… aku melakukannya karena Cinta memintaku. Dia… dia percaya kamu bisa menjadi seseorang yang bisa aku andalkan.”

Arga tertawa sinis. “Cinta memintamu menikahi pria yang bahkan tidak kamu kenal. Apakah kamu benar-benar percaya omong kosong itu?”

“Jangan hina sahabatku!” suara Riana meninggi, emosinya meledak. Dia tidak menyangka Arga akan sekejam itu.

Arga menatapnya dengan dingin. “Aku tidak menghina siapa pun. Aku hanya mengatakan apa yang kulihat. Kita menikah karena permintaan seseorang yang sudah tidak ada, tapi kita berdua tidak ada yang benar-benar menginginkan ini.”

Riana terdiam. Kata-kata Arga benar, tetapi juga kejam. Setelah itu, Arga kembali melajukan mobil tanpa sepatah kata. Sesampainya di rumah, Arga turun dari mobil tanpa menunggu Riana dan langsung masuk ke dalam rumah. Riana menahan napas, mencoba untuk tidak merasa tersinggung, lalu menyusulnya masuk.

Arga berhenti di depan kamar utama. “Kamu bisa pakai kamar tamu. Pilih yang mana saja.”

Riana hanya bisa mengangguk, suaranya tercekat. “Baik,” balasnya pelan, tanpa ingin memperpanjang percakapan yang menyakitkan ini. Arga menghilang ke dalam kamar utama, pintu tertutup dengan bunyi yang keras di telinga Riana.

Di dalam kamar tamu, Riana duduk di tepi tempat tidur. ‘Apa yang telah kulakukan?’ pikirnya, merasakan kesedihan yang menyesakkan. Dia tidak pernah menyangka bahwa pernikahan bisa sedingin ini. Sebelum air matanya jatuh, dia mendengar suara langkah di luar kamarnya.

Dia keluar kamar dan melihat Arga yang berdiri di dapur, sedang mengambil segelas air. Tanpa ragu, Riana menghampirinya. “Arga, kita tidak bisa hidup seperti ini. Setidaknya, kita bisa mencoba... berteman?”

Arga memutar tubuh, menatapnya dengan sorot dingin. “Berteman? Setelah semua ini?” Ia menggelengkan kepala. “Riana, aku tidak punya alasan untuk berteman dengan seseorang yang hanya menjalani hidup sesuai permintaan orang lain.”

Riana menggigit bibir, merasa sakit dengan ucapannya. “Jadi, kau tidak ingin menikah karena alasan apa pun?”

“Benar,” jawab Arga tanpa keraguan sedikit pun.

“Lalu kenapa kau tetap setuju?”

Arga mendekatkan wajahnya ke wajah Riana, tatapannya intens, membuatnya sulit untuk menahan pandangannya. “Kamu benar-benar ingin tahu jawabannya? Aku menikahimu hanya untuk mengakhiri permintaan terakhir Cinta. Tidak lebih dari itu.”

Hati Riana terasa pecah mendengar itu. Ia menelan ludah, berusaha menjaga ketenangan. “Kalau begitu, biarkan kita mencoba bersikap sopan. Aku tidak bisa tinggal di sini kalau setiap hari kita akan seperti ini.”

Arga mengangkat bahu acuh tak acuh. “Kalau itu keinginanmu.”

Setelah mengatakan itu, Arga berbalik dan berjalan kembali ke kamarnya tanpa menoleh lagi. Riana berdiri di sana, terpaku, merasakan dinginnya jarak di antara mereka semakin menyakitkan.

Di saat itu, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan singkat tanpa nama pengirim muncul di layar: "Berhati-hatilah dengan Arga. Tidak semua yang terlihat adalah kebenaran."

Riana menatap pesan itu dengan alis terangkat. 'Apa maksudnya?' pikirnya, kebingungan sekaligus penasaran. Satu hal yang pasti, pesan itu membuatnya semakin tidak yakin akan pria yang sekarang menjadi suaminya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terpaksa Menikahi Tunangan Sahabatku   Masa Lalu

    Sejak Arga mengungkapkan sebagian kecil dari masa lalunya, Riana merasa terombang-ambing dalam lautan emosi yang rumit. Arga memang telah membuka dirinya, namun hanya sekadar menunjukkan kepingan yang tak utuh, menyisakan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Semakin dalam ia mencoba mengerti, semakin kuat perasaan bahwa ada satu sosok yang terus membayangi hubungan mereka—sosok yang tak akan pernah hilang, yaitu Cinta.Riana duduk di sofa sambil memandangi foto pernikahan mereka yang tergantung di dinding. Setiap kali ia melihat senyum yang dipaksakan pada wajah mereka di foto itu, ia teringat akan alasan mengapa pernikahan ini terjadi. Mereka menikah bukan karena cinta, melainkan karena sebuah janji yang harus ditepati. Janji yang diberikan kepada Cinta, sahabatnya sekaligus tunangan Arga.Malam itu, ketika Arga baru pulang dan tengah duduk di meja makan, Riana memberanikan diri untuk membahas sesuatu yang selama ini ia simpan dalam hatinya.“Arga…” panggilnya pelan.Arga mendon

  • Terpaksa Menikahi Tunangan Sahabatku   Batas Perasaan

    Keesokan harinya, Riana bangun dengan perasaan campur aduk. Pikirannya terus kembali pada kejadian tadi malam, saat Arga tiba-tiba mencium dirinya. Riana ingin meyakinkan dirinya bahwa ciuman itu lebih dari sekadar pelampiasan emosi atau akibat pengaruh alkohol, tapi sikap dingin Arga seolah menjadi tembok yang tak bisa ia lewati. Di ruang makan, Arga sudah duduk di meja dengan wajah serius, membaca laporan yang terbuka di depannya. Meski terlihat seperti biasa—tegas dan dingin—Riana menangkap jejak kelelahan yang tersembunyi dalam sorot matanya. Sejenak ia ragu apakah harus menyapanya, tapi Riana sadar bahwa mereka perlu membicarakan apa yang terjadi. Dengan langkah pelan, Riana duduk di kursi di hadapan Arga. Ia menatap Arga, berharap pria itu akan mulai bicara terlebih dahulu. Namun, saat beberapa menit berlalu dalam keheningan yang kaku, Riana akhirnya menghela napas panjang dan memberanikan diri.“Arga…” panggilnya, suaranya terdengar lembut namun penuh keinginan untuk mengurai

  • Terpaksa Menikahi Tunangan Sahabatku   Keretakan dan Kekalahan

    Riana mulai merasa putus asa. Setiap upaya untuk lebih mengenal Arga hanya berakhir dengan penolakan dan kata-kata dingin. Rasanya seperti mencoba meraih sesuatu yang tak terlihat. Namun, jauh di dalam hati, Riana masih berharap ada sisi lain dari Arga yang bisa dia temukan—sisi yang tidak diselimuti oleh misteri dan jarak.Malam itu, Riana sedang di kamarnya ketika terdengar suara pintu depan yang terbanting keras. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan suasana rumah yang sebelumnya sunyi tiba-tiba berubah mencekam. Riana keluar dari kamarnya dan melihat Arga yang berjalan sempoyongan, aroma alkohol yang tajam memenuhi udara di sekitarnya.“Arga?” panggil Riana, sedikit khawatir.Arga menoleh, dan untuk pertama kalinya, Riana melihat ekspresi kelelahan di wajahnya, tatapan yang penuh dengan kepedihan dan keputusasaan. Wajahnya yang biasanya dingin tampak lain malam ini—seolah seluruh beban hidupnya terungkap tanpa perlu kata-kata. Dia mengabaikan Riana dan berjalan menuju rua

  • Terpaksa Menikahi Tunangan Sahabatku   Batas Kepercayaan

    Hari-hari berlalu dengan penuh ketegangan. Setelah malam ketika Arga mengungkapkan sebagian masa lalunya, Riana merasa ada yang berubah dalam perasaannya. Meski mengetahui bahaya yang mengintai, ada sisi dirinya yang mulai mencoba memahami Arga. Namun, di balik usahanya untuk percaya, kecurigaan perlahan tumbuh, menebarkan rasa tidak aman di hatinya.Suatu malam, Riana terbangun karena suara-suara pelan dari luar kamar. Jam menunjukkan pukul dua dini hari. Rasa kantuknya lenyap, berganti dengan rasa penasaran yang mendorongnya untuk keluar dari kamar. Ia melangkah dengan hati-hati menuju ruang kerja Arga, sumber suara yang tadi mengusiknya. Dari celah pintu yang sedikit terbuka, ia melihat Arga berbicara di telepon, wajahnya tampak serius, bahkan sedikit gelisah.Riana tidak bisa mendengar apa yang Arga bicarakan, tapi setiap gerak-gerik pria itu membuat rasa curiga di hatinya semakin tumbuh. Setelah bebe

  • Terpaksa Menikahi Tunangan Sahabatku   Di Balik Rahasia

    Malam semakin larut, dan Riana masih duduk di sofa ruang tamu, menanti kepulangan Arga. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, namun tubuhnya tak juga beranjak ke kamar. Kecemasan membelenggunya sejak pertemuannya dengan Tio beberapa hari lalu. Bayangan kata-kata Tio terus membayangi benaknya, membuat Riana semakin curiga bahwa Arga menyimpan lebih banyak rahasia daripada yang pernah ia duga.Tak lama kemudian, suara deru mobil Arga terdengar dari luar. Riana merapikan rambutnya dan berdiri, berusaha untuk bersikap setenang mungkin. Pintu rumah terbuka, dan Arga masuk dengan wajah lelah. Ia tampak terkejut melihat Riana masih terjaga.“Kau belum tidur?” tanya Arga singkat, nada suaranya terdengar hambar.Riana hanya mengangguk, mencoba mengendalikan degup jantungnya yang terasa berdetak lebih cepat dari biasanya. “Ada hal yang ingin kubicarakan denganmu,” jawabnya dengan tenang, meski rasa gugup mulai menyeruak.Arga menghela napas, lalu berjalan dan duduk di kursi di hadapannya.

  • Terpaksa Menikahi Tunangan Sahabatku   Semakin Dalam

    Riana terjaga di tengah malam, terbangun oleh suara ketukan halus di pintu. Hatinya berdegup kencang. Dengan hati-hati, ia mendekati pintu dan membukanya sedikit, berharap itu bukan Arga yang datang dengan wajah dingin seperti biasa. Namun, saat melihat Tio berdiri di sana, dia merasa lega meskipun wajah Tio tampak cemas.“Tio, ada apa?” Riana berbisik, berusaha tidak membangunkan Arga yang tidur di sebelahnya.“Aku butuh bicara denganmu,” jawab Tio dengan suara rendah. “Ini penting.”Riana melirik ke arah Arga, memastikan dia tidak terbangun, sebelum mengizinkan Tio masuk ke dalam kamar. Tio menutup pintu pelan-pelan, dan mereka berdua berdiri di sudut kamar yang gelap.“Ada perkembangan,” kata Tio, wajahnya serius. “Aku mendengar desas-desus bahwa pihak yang terlibat dengan Arga semakin agresif. Mereka tidak senang dengan keputusan yang diambilnya.”Riana merasa jantungnya berdegup kencang. “Apa maksudmu?”“Mereka merasa terancam karena Arga berusaha menjauh dari mereka,” Tio menjel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status